Kamis, 04 Juli 2013

Mila, Petualangan Perselingkuhanku


Mila

Meskipun awalnya merasa cemas, akhirnya Mila dapat rileks dan menikmatinya. Dia dan kekasihnya, Aldi, sedang ber-double date dengan teman lamanya Bimo dan tunangannya, Sarah.

"So, gimana ceritanya kamu dan Bimo ketemu?" tanya Sarah pada Mila.

"Waktu di kampus dulu. Kita punya beberapa teman yang sama dan sampai akhirnya kita bekerja di tempat yang sama setelah lulus. Kita terus berteman sejak itu."

"Lalu apa kalian berdua pernah kencan atau mungkin pernah punya hubungan khusus yang lain?" Sarah tersenyum, tapi Mila perhatikan Sarah memegangi lengan Bimo dengan posesif.

"Oh nggak pernah," Mila tertawa. "Kami hanya berteman saja, nggak lebih. Dan kalian sekarang sudah tunangan. Aku turut bahagia." Mila berkata jujur. Dia sungguh suka dengan Sarah.



"Rasanya aku sudah sangat mengenalmu," lanjut Mila. "Bimo selalu cerita tentangmu, bahkan sejak dia pertama kali ketemu kamu." dia menyikut Bimo menggodanya. "Aku tak percaya kalau kalian sudah jalan 2 tahun lebih dan baru sekarang kamu kenalkan dengan kami."

"Aku tahu, aku tahu," Bimo mengaku dengan canggung. "Tapi Sarah menetap di kota lain, sulit mendapat waktu yang tepat."

"Apa kamu akan pindah ke sini, Sarah?" tanya Aldi, masuk ke percakapan. "Atau Bimo yang akan pindah ke sana?"

"Tergantung di mana nanti tempat Sarah magang," jawab Bimo. "Dia lulus semester ini, kita baru putuskan setelah itu."

"Terus, apa kalian sudah memikirkan untuk hubungan yang lebih serius lagi?" goda Sarah.

Dengan tersenyum, Aldi merengkuh Mila dalam pelukannya. "Well, kita baru jalan beberapa bulan. Tapi semua bisa terjadi nanti."

***

Beberapa hari berikutnya...

Bimo tengah menggoyang Mila. "Ini yang kamu mau, jalang, ini yang kamu mau?"

"Oh god, yes, fuck me," jawab Mila. Dia kaitkan kaki jenjangnya melingkari pinggang Bimo dan ujung tumit sepatunya menancap kuat pada pantat Bimo. "Fuck me harder!"

Dengan kasar Bimo meremas buah dada Mila yang kecil saat dia menyetubuhinya. Bara kenikmatan menyengat Mila sewaktu Bimo menjepit putingnya yang sensitif. "Ya, begitu Bim, terus begitu!" desak Mila.

Bimo memperlambat goyangannya dan dengan ujung penisnya dia berusaha mencari titik g-spot Mila. Begitu Mila memekik parau, Bimo tahu kalau dia sudah berhasil mendapatkannya. Lalu dia percepat lagi ayunannya, mengarahkan batang penisnya sedikit miring pada setiap tusukannya agar dapat menggesek kelentit dan titik g-spot Mila. Suara rintihan Mila semakin terus terdengar saat Bimo memberinya gelombang kenikmatan ke sekujur tubuhnya. Dengan cepat orgasme Mila menerjang, membuat kakinya mengejang dan ujung jemari kakinya yang terbungkus stocking menekuk di dalam high heels yang dia pakai.

Bimo juga menyusul tak jauh lagi. "Aku hampir keluar," dia menggeram. Mila tak menggunakan birth control, tapi tak pernah dia menyuruh Bimo memakai kondom. Mila lebih suka begitu. Dia suka sensasi rasa dari otot batang penis yang bergesekan dengan dinding vaginanya. "Jangan keluarkan di dalam!" teriaknya.

"Oh ya?" Bimo mendesis penuh ancaman. "Terus aku keluarkan di mana?" Dia cabut batang penisnya dan menjambak rambut Mila.


Mila tersentak kesakitan saat Bimo menarik kepalanya mendekat ke selangkangannya. "Gimana kalau di wajahmu?" geramnya sembari mengarahkan ujung penisnya pada wajah manis Mila.

"Jangan, jangan," tolak Mila, tapi terlambat. Diiringi dengan suara geraman, Bimo ejakulasi, menyemprot wajah manis Mila dengan air maninya.

Keduanya rebah ke atas ranjang, coba mengatur nafas yang memburu.

Akhirnya, Mila bangkit dan mengambil sebuah handuk, dia seka sperma dari wajahnya. Dengan memandang dalam cermin, dia menatap bayangan Bimo dengan pandangan jengkel. "Kenapa sih sampai kena rambutku?" gerutunya sambil mengusap rambutnya dengan handuk.

Bimo tertawa. "Biarkan saja," godanya. "Aku yakin Aldi akan suka melihatmu setelah dapat facial."

Mila menyeringai dan dengan jahil dia lemparkan handuk tersebut pada Bimo.


"Hey, jangan lempar padaku," Bimo protes.

Mila memakai celana dalamnya lalu meraih bra-nya.


"Jangan pergi," ucap Bimo. "Tinggallah dulu sebentar lagi."

Mila merapikan stockingnya kemudian berusaha mengenakan gaunnya. "Aku tak bisa, aku harus pergi. Aku sudah ada janji dinner dengan Aldi."

Bimo mengamati Mila yang tengah mengenakan gaunnya. Tubuhnya begitu indah. "Bisa bantu dengan resleitingku?" tanya Mila, dia tahan rambutnya ke atas dan berbalik.

Bukannya membetulkan resleiting gaun Mila, Bimo malah menjulurkan tangannya ke depan untuk menggenggam buah dada Mila. Dia raba buah dada itu dari luar bra dan mencium leher Mila. "Tinggallah sebentar lagi," desaknya. "Kita bisa mengulanginya lagi."

Mila merasakan putingya kembali mengeras. Bimo juga merasakan itu dan di gesek dengan jepitan dua jarinya. Rasa nikmat menyergap tubuh Mila, dari puting ke kelentitnya. "God, dia sangat tahu betul cara merangsangku," pikirnya. Tapi akhirnya dia berhasil mengumpulkan kesadarannya untuk mendorong Bimo menjauh. "Bim, aku nggak bisa. Sudah kubilang, aku ada janji dengan Aldi."

Bimo mengangkat bahunya menyerah dan kemudian dia tarik resleiting gaun Mila ke atas. "Terus apa hubungan kalian akan berlanjut lebih serius lagi?"

Mila menjawab sambil merapikan rambut dan makeup-nya. Dia berusaha mengabaikan denyutan di antara pahanya. "Aku belum tahu. Aku sungguh menyukainya tapi aku belum yakin apa ini akan terus permanen atau tidak. Maksudku, kami bahkan belum pernah bicara tentang pernikahan sama sekali."

Bimo meraih paha Mila dan mulai merayap naik hingga berhenti pada pantatnya yang kencang. "Lalu kalau kamu jadi menikah, apa kamu masih mengijinkanku menikmati ini?" goda Bimo dengan menyeringai.

"Aku nggak tahu," tukas Mila. "Kenapa nggak kamu tanyakan pada tunanganmu, Sarah?"

Nada suara Mila membuat Bimo terkejut. "Apa kamu marah padaku karena bertunangan?"

"Tidak, tentu saja tidak," jawab Mila cepat. "Aku turut bahagia untuk kalian dan aku suka Sarah, aku sungguh suka dia. Tapi sejak kita mulai persahabatan dengan nilai lebih ini, seharusnya hanya boleh kalau kita tak punya pasangan tetap. Apa kamu nggak merasa kalau kita harus sudahi ini semua? Kita sudah milik orang lain sekarang."

"Ayolah, Mil," jawab Bimo said dengan sinis. "Kita sudah pernah punya pasangan dulu dan kamu nggak pernah komplain."

"Kamu sudah tunangan, brengsek!" teriak Mila.

Bimo masih tetap sinis. "Oh, ayolah. Hubunganku dengan Sarah belum berjalan terlalu lama. Kamu kan tahu kalau tunangan kami baru berjalan sebentar. Kenapa kamu jadi marah sekarang?"

"Lalu apa yang akan kamu lakukan?" Mila terus mencecar. "Apa kamu akan terus selingkuh dibelakang Sarah selamanya?"

Bimo rebah di atas ranjang, kedua tangan di bawah kepalanya. "Mungkin."

Dengan mata terbelalak lebar, Mila menyusul duduk di ranjang. "Kamu bercanda? Bahkan setelah kalian menikah? Bagaimana kamu bisa menghianati dia seperti itu? Kukira kamu mencintainya."

"Tentu saja aku mencintai Sarah, itu alasan aku akan menikahi dia." Bimo bangkit dan duduk di sebelah Mila. Dengan menyeringai dia berucap, "Dengar Mil, kita sudah berteman sangat lama, kan? Jadi jangan marah kalau aku bilang ini, tapi memang inilah kenyataannya, selingkuh itu menyenangkan."

"Apa?" tanya Mila dengan gusar.

"Kamu dengar apa yang sudah kukatakan. Ini semua tentang jadi nakal. Tentang melanggar batasan. Tentang resikonya. Kalau kamu terus berjalan lurus-lurus saja, seks akan jadi membosankan. Itu sebabnya kamu sering dengar kalau orang yang sudah menikah jadi jarang berhubungan seks. Seks itu hanya jadi menyenangkan kalau dilakukan dengan nakal, terlarang. Jadi, mungkin aku akan terus selingkuh di belakang Sarah. Itu akan membuatku tetap tertarik dengan seks dan itu bagus untuk pernikahan kami."

Mila tak sanggup mempercayai apa yang dia dengar. "Ya, benar, tetaplah dengan prinsipmu itu," jawabnya dengan tertawa. "Tapi kamu harus cari pasangan selingkuhmu yang lain. Kalau Aldi melamarku, itu akan jadi akhir hubungan kita ini."

Tangan Bimo terjulur dan mulai membelai paha Mila. Dia dekatkan wajahnya pada Mila. "Ayolah. Kamu tak mungkin serius," bisiknya di telinga Mila. "Ini akan jadi jauh lebih menyenangkan, setelah kamu tunangan."

Tangan Bimo berhenti di balik gaun Mila dan detik berikutnya dia sudah membelai kulit telanjangnya di atas stocking. Bimo juga mencumbu lehernya, yang selalu dapat merangsang Mila. Tangan Mila mencoba menghentikan laju tangan Bimo di dalam gaunnya, tapi Bimo terus melaju dan berikutnya dia sudah sampai bahan tipis dari celana dalam berenda yang dikenakan Mila. Bimo memberinya sebuah french kiss dan Mila mendapati dirinya membuka kedua pahanya untuk Bimo. Bimo segera menggesek kelentit Mila dari luar celana dalamnya.

"God," Mila melenguh. Rasanya sungguh enak. "Apa – apa maksudmu, lebih menyenangkan?" dengan susah payah Mila coba bertanya saat dengan perlahan tubuhnya mulai menggeliat pada tangan Bimo.

Bimo menarik Mila untuk berdiri, ujung tumit sepatunya mengentak di atas lantai kayu. Bimo singkapkan gaun Mila hingga pinggang. Dia tarik celana dalamnya ke samping dan menurunkan tubuh Mila menuju ujung penisnya yang telah mengeras kembali. Sembari dia tusukkan batang penisnya membelah tubuh Mila, dia mendesis, "Berselingkuh di belakang kekasihmu sudah terasa menyenangkan." batang penis Bimo sudah terbenam seluruhnya sekarang dan dia mulai menyodok Mila. "Akan terasa jauh lebih seru saat selingkuh di belakang tunanganmu!"

Mila sudah berada di ambang orgasmenya lagi dan dia tahu kalau Bimo juga. Dengan nafas tersengal, Mila berusaha untuk memperingatkan Bimo, "Jangan keluarkan di dalam."

Tapi Bimo tak mengacuhkannya. Dia kencangkan cengkeramannya pada pinggang Mila saat dia menyodoknya semakin keras, mencegah Mila agar tidak menjauh. Dia ingin keluar di dalam wanita manis tersebut. Dia ingin agar Mila terisi dengan air maninya saat dia bertemu dengan kekasihnya, Aldi malam ini nanti.


***

"Selingkuh itu menyenangkan." ucapan Bimo terus terngiang di dalam benak Mila saat dia duduk di depan Aldi di restoran tersebut.

Apa itu benar? Di sepanjang malam itu, dia terus memikirkan ucapan Bimo tersebut. Saat Aldi mengecup pipinya, dia berpikir, "Beberapa jam tadi, wajahku penuh sperma Bimo." Saat Aldi menggenggam tangannya, dia membatin, "Tadi tangan ini kugunakan untuk menggenggam batang penis Bimo."

Terasa menyenangkan saat memikirkan itu semua. Dia tahu itu salah. Itu terlarang. Tapi itu hal tabu yang menyenangkan. Dia raih dua kali orgasme bersama Bimo hanya beberapa jam sebelumnya, tapi hanya memikirkan itu semua bisa membuat birahinya menggelegak.

Seusai dinner keduanya pergi ke pertunjukan teater. Mila menyilangkan kedua kakinya dan tangan Aldi berada di paha Mila, seperti yang selalu dia lakukan. Tangan Aldi mulai bergerak meraba paha Mila dan ujung jarinya berhenti tepat di bawah gaun Mila, tapi karena sekarang di sekeliling mereka ada orang banyak, Aldi tak meneruskannya. Tiada hentinya Mila terus berpikir, "Kalau Aldi menyentuh vaginaku sekarang, dia akan merasakan sperma Bimo." Pikiran nakal tersebut membuat Mila bergidik.


"Kamu nggak apa-apa?" tanya Aldi khawatir.


"Ya," Mila coba menjawab dengan nada sewajarnya. "Hanya agak dingin rasanya di sini."

Harusnya Bimo tidak keluar di dalam. Terkadang dia bisa jadi begitu menyebalkan. Tapi kekurangajarannya itu juga membuatnya terangsang. Hubungan seks mereka sebenarnya tak bisa dikatakan mesra. Bimo tak pernah berlaku lembut atau penuh perhatian. Kala mereka berhubungan badan, dia memperlakukan Mila sebagai perempuan jalang. Tapi itulah sebabnya Mila sangat suka berhubungan seks dengannya. Dia suka diperlakukan kasar dan birahinya selalu jadi lebih berkobar saat pria memegang kendali seutuhnya. Dengan rambut hitam legam, wajah muda yang manis dan segar, Mila terlihat begitu lugu dan seakan tanpa dosa. Tapi sesungguhnya dia suka bertingkah nakal, liar. Dia suka dimanupulasi, diperlakukan sebagai wanita jalang dan Bimo memberikan itu semua. Tapi wajah manis, lugu dan tanpa dosa dengan tubuh indah menggiurkan menyamarkan itu semua.

***

Beberapa minggu kemudian, Mila dan Aldi tengah sarapan saat telpon berdering.

"Hallo?" jawab Mila.

"Hai, ini aku. Sarah nggak bisa datang akhir pekan ini. Kamu bisa kemari?"

Mila melirik ke arah Aldi, yang sedang baca koran. Hari ini mereka sudah berencana untuk menghabiskan waktu berdua. "Aku nggak tahu," jawabnya ragu.

"Bilang ke Aldi aku butuh bantuanmu untuk belanja cari hadiah untuk ulang tahun Sarah."

Mila merasa bingung. Dia sudah menantikan untuk bersama Aldi hari ini, dia sungguh menyukainya. Mungkin dia benar-benar sudah jatuh cinta. Tapi sekarang sudah lebih dari sebulan sejak terakhir dia bertemu Bimo. Biasanya mereka melampiaskan birahi setidaknya sekali seminggu. Itu sudah jadi rutinitas mereka sejak masih kuliah. Mila menyebut itu ’resep Bimo’. Bimo adalah the best lover yang pernah dia dapat dan bahkan saat dia sedang menjalin hubungan dengan pria lain. Seperti sekarang ini, saat dia bersama Aldi, dia masih mendambakan apa yang bisa Bimo berikan untuknya. Tapi belum pernah dia menjalin hubungan seserius sekarang, seperti yang tengah dijalinnya bersama Aldi.

Namun, tetap saja tubuhnya punya keinginan untuk dipenuhi...

Dia menoleh ke arah Aldi, ada sedikit rasa bersalah. "Honey?" ada rasa ragu untuk memulai. "Bimo tanya, apa aku bisa membantunya hari ini. Sarah ulang tahun minggu depan dan dia butuh bantuan untuk cari hadiah."

Aldi terlihat kecewa. "Bukannya kita punya rencana sendiri hari ini. Baca koran, makan siang di luar, nonton film. Aku sudah menantikannya."

"Aku tahu, aku juga honey. Kuusahakan pulang saat dinner." Dia julurkan kakinya di bawah meja dan perlahan menekankan ujung jari kakinya ke selangkangan Aldi. "Kita habiskan malam nanti berdua."


Aldi merasakan selangkangannya menyesak. Dia merasa kecewa, tapi dia tak mau jadi seperti salah satu pria yang membatasi kekasihnya dalam berteman dengan pria lain. "Baiklah, pergilah."

Tersenyum lega, Mila membungkuk ke depan dan mencium Aldi. Lalu dia raih pesawat telpon. "Oke, kita ketemu di mall satu jam lagi."

"Bagus," jawab Bimo. Dia jadi ereksi sekarang. Bimo berbisik di telpon. "Mila, ingat saat kamu cerita tentang bustier yang dibelikan Aldi di hari Valentine? Nanti pakai, oke?"

Alis Mila berkerut. "Kita lihat saja nanti," jawabnya asal.

Sesudah menutup telpon, Mila mencium Aldi sekali lagi. "Terima kasih sudah begitu pengertian. Bimo sangat butuh bantuan, dia ingin membuat Sarah terkesan. Aku janji akan menebusnya nanti malam."

Tangan Aldi menggapai tubuh Mila dan menariknya dalam pelukannya. Tangannya menuju pantat Mila yang sekal dan kencang. "Gimana kalau quickie? Masih satu jam lagi."

Mila tertawa geli. "Aku mau, tapi aku harus berdandan." Dia berontak lepas dari rengkuhan Aldi dan lari menuju kamar. "Aku harus bergegas, kamu sudah tahu kan, berapa lama aku dandan," ucapnya dari balik bahu.

Mila merasa bingung. Apa yang akan dia pakai? Dia tak mau Aldi melihat gaunnya terlalu seksi untuk acara belanja dengan Bimo nanti. Biasanya dia hanya memkai jeans dan atasan, dengan lingerie seksi di dalamnya. Tapi Bimo ingin dia memakai bustier. Dia tahu kenapa. Bimo kadang juga bertingkah mesum. Tapi itu artinya dia harus memakai sebuah rok.

Akhirnya, dia putuskan untuk memakai sebuah blus sutera berwarna putih tulang dan dipasangkan dengan sebuah rok berlipat warna hitam yang hanya sampai di atas lututnya. Di dalamnya dia memakai bra model penuh dan sebuah celana dalam serta panty hose berwarna hitam. Dia ikat rambutnya ke atas dan memberi sapuan makeup tipis di wajahnya. Dia komplitkan penampilannya dengan sepasang sepatu model ballerina berwarna hitam.

Dia tak bisa memakai bustier tersebut sekarang. Aldi pasti akan memberinya sebuah pelukan sebelum dia pergi dan dia akan bisa merasakan bustier tersebut. Lalu dia harus memberi alasan kenapa memakai lingerie seksi hadiah Valentine Aldi tersebut. Dia mencari di dalam lemari pakaiannya, dia temukan sebuah tas untuk belanja. Pertama, dia masukkan bustier tersebut dan beberapa barang, kemudian dia menutupinya dengan sebuah gaun yang baru saja dia beli. Dia bercermin. Terlihat cantik, tapi nggak seksi. Paling tidak, terlalu seksi.

Dengan membawa tas dia keluar dari kamar. "Kamu terlihat cantik," Aldi langsung berkomentar dan merengkuhnya dalam pelukannya lalu menciumnya. "Tapi memang kamu selalu terlihat cantik." Semakin merapat, dia berkata, "Meskipun, dandananmu sedikit berlebihan."

Mila tersenyum lugu dan menunjuk tas belanja yang dia bawa. "Aku tahu, tapi aku punya rencana untuk menukar baju yang baru kubeli kemarin. Itu, yang kamu bilang nggak begitu suka? Makanya aku pakai ini biar bisa gampang mencoba beberapa baju lainnya." Kumohon jangan periksa isi tasku, doa Mila.

Aldi menariknya ke dalam pelukannya lagi dan tangannya menggapai tepian rok Mila. "Aku tak masalah, kamu tahu aku suka melihat paha indahmu." Tangan Aldi menyusup ke balik rok dan mengelus paha Mila, dari lutut ke pahanya berulang kali. "Lho, nggak pakai stocking?" suaranya terdengar kecewa. "Kamu tahu kalau aku nggak suka kamu pakai pantyhose."

Mila tertawa dan dengan bercanda dia dorong Aldi menjauh. "Aku cuma pergi dengan Bimo, konyol ah, dan thigh high mahal harganya. Aku nggak mau menyia-nyiakan itu hanya untuknya. Aku harus pergi sekarang. Sampai ketemu lagi nanyi, ok? Dan nanti aku akan pakai stocking hanya untuk kamu!"

Dengan menyeringai lebar, Aldi berkata, "Oke, aku bisa tunggu," dan dia memberikan ciuman perpisahan untuk kekasihnya.

***

Sebelum sampai di apartemen Bimo, Mila singgah dulu di sebuah pom bensin. Dia sahut tasnya dan bergegas menuju ke kamar kecil . Dia terburu-buru, karena dia sadar kalau dia hanya punya waktu beberapa jam saja bersama Bimo.

Mila lepas semua pakaiannya hingga tubuhnya hanya berbalut sebuah handuk saja di dalam kamar kecil tersebut. Dia semprotkan parfum di belakang telinganya, di antara belahan dadanya dan terakhir di antara selangkangannya. Dia cari di dalam tasnya, dikeluarkannya bustier tersebut dan langsung dia kenakan. Terlihat begitu ketat membungkus tubuh rampingnya dan membuat buah dadanya setingkat lebih besar dari ukuran sebenarnya. Tak heran Aldi selalu suka saat dia memakainya. Kembali dia mencari di dalam tasnya dan mengeluarkan sepasang stocking baru berwarna hitam. Dengan cepat dia buka bungkusnya dan mengeluarkan stocking berbahan sutera tersebut dan dengan hati-hati dia pakaikan pada sepasang paha jenjangnya. Dia pasangkan bagian atas stocking tersebut pada pengait garter straps yang terhubung pada bustier. Dia tak mau repot-repot dengan celana dalam.

Mila pakai kembali roknya. Kali ini dia menariknya tinggi hingga naik melewati pinggangnya, hingga ujungnya hanya sampai di atas lututnya. Merubah sebuah rok yang konservatif menjadi sebuah rok mini. Kemudian dia pakai kembali blusnya, tapi tak dia kancingkan dua buah kancing bagian atas, membiarkan belahan dadanya yang terdesak bustier terpampang indah menggoda. Sekali lagi mencari dalam tasnya, dia kelarkan sepasang stiletto heel berwarna hitam, lalu memakainya.

Dia bergerak ke depan cermin, dia lepaskan tali rambutnya, membiarkan rambutnya tergerai bebas menyentuh bahunya yang ramping. Dia rapikan rambutnya dan memberi sentuhan pada riasannya sekali lagi, kali ini riasan yang lebih ‘berat’, yang dia tahu betul dapat menonjolkan sisi ‘nakal’ dari kecantikannya.

Akhirnya, dia telah siap. Dia masukkan kembali semuanya ke dalam tasnya. Lalu memeriksa sekali lagi ke dalam cermin, dia melangkan menuju tempat Bimo. 

***

Bimo benar-benar menikmati waktunya bersama Mila, mereguk setiap tetes kenikmatan yang diberikan tubuh Mila. Keduanya rebah berdampingan di atas ranjang Bimo, sama-sama masih berpakaian lengkap. Bimo membelainya, jemarinya menelusuri belahan bukit dada Mila yang terbuka, lalu membuat gerakan melingkar pada buah dadanya. Paha Bimo berada di antara paha Mila dan rok Mila tersingkap tinggi hingga atas pahanya. Bimo telusuri bagian atas stocking tersebut dan berikutnya garter starpnya, ujung jarinya bergerak dari licinnya bahan sutera tersebut hingga kulit telanjangnya yang lembut, begitu berulang-ulang.

Mila teramat birahi. Sentuhan Bimo membuatnya gila, tapi gairahnya menginginkan lebih dari hanya sekedar semua sentuhan Bimo tersebut.

Bimo lepaskan kancing blus Mila lalu menyusup ke dalamnya. Jemarinya menjelajahi gundukan di depan bustier tersebut. "Apa Aldi menyetubuhimu, malam itu, setelah kita bersama? Bagaimana rasanya, dengan maniku di dalammu? Apa rasanya nikmat?"

Kedua mata Mila terpejam saat dia nikmati belaian Bimo. "Rasanya selalu nikmat saat Aldi bercinta denganku."

Bimo menggoda Mila dengan memencet putingnya, yang sekarang telah terpampang sebagian dari balik ujung atas bustiernya. "Kamu tahu maksudku. Apa rasanya lebih hebat? Bukankah terasa lebih seru, dengan maniku di dalammu? Apa kamu tak merasa lebih nakal bercinta dengannya, sehabis kamu bersamaku? Bukankah rasanya lebih menggairahkan?"

Mila tak menjawabnya. "Aku nggak paham," katanya. Dia taruh tangannya di selangkangan Bimo. "Itu membuatmu terangsang, kan, bahwa kamu lebih dulu di dalam tubuhku sebelum Aldi?"

Mila merasakan batang penis Bimo berkedut. "Aku rasa memang iya," dia tertawa geli. Lalu ekspresinya berubah serius. "Kenapa ini membuatmu begitu terangsang?"

"Aku sudah bilang padamu selingkuh itu menyenangkan, mendebarkan, sangat merangsang." Bimo menyeringai. "Well, jauh lebih hebat kalau kamu melakukannya dengan kekasih lelaki lain."

Mila mencibirkan bibir pada Bimo. "Kamu sangat jahat." Dia mendorongnya. "Apa bedanya Aldi dengan pacar-pacarku yang dulu? Kamu kan dulu juga melakukannya. Kenapa sekarang jadi lebih merangsang?"

Bimo menyeringai. "Jangan berlagak bodoh, kamu tahu jawabnya. Kamu belum pernah serius dengan pria lainnya. Lain ceritanya kamu dengan Aldi. Tapi daripada bersama Aldi, kamu lebih memilih di ranjangku sekarang. Kamu menyukai Aldi, bahkan cinta, tapi kamu biarkan aku menyetubuhimu. Apa kamu tidak lihat betapa hebatnya rangasangan dari ini semua?"

"Kamu gila," kata Mila. Dia hendak menjauh, tapi Aldi menariknya kembali.

"Ayolah, nggak usah bohong. Aku kenal kamu. Aku tahu isi kepala cantikmu . Mungkin kamu terlihat lugu di luar, tapi sebenarnya kamu wanita yang liar. Berselingkuh di belakang pacarmu membuatmu terangsang juga."

"Itu nggak benar," protes Mila.

Bimo membelai bustier berbahan sutera tersebut, jemarinya meluncur di gundukan dada Mila. "Mila, Aldi memberimu hadiah ini di hari Valentine, kan? Aku yakin ini jadi busana yang spesial baginya, kan? Mungkin kamu hanya memakainya di acara yang spesial saja, seperti hari jadi kalian. Apa kamu nggak merasa bersalah, sudah sembunyi-sembunyi memakainya untukku? Apa kamu nggak merasa bersalah saat aku setubuhi kamu dengan memakainya? Dan apa rasa bersalah itu nggak membuatmu terangsang? Bukankah mengasikkan, mendebarkan saat menjadi nakal dan liar?"

Mila terdiam untuk waktu yang lama. Bimo benar, dia merasa bersalah telah memakai bustier ini. Tapi dia ingat betul betapa mendebarkannya saat menyelinap dari Aldi dan berganti pakaian di pom bensin tadi. Resiko dan perasaan nakal tersebut teramat sangat membakar birahinya.

Tapi Mila belum siap untuk mengakuinya di depan Bimo. Dia tanggalkan roknya dan kemudian blus yang dia pakai, stocking dan stiletto heel nya. Dia buka resleiting celana Bimo dan dengan hati-hati mengeluarkan batang penisnya yang keras. Kemudian dia merangkak menaikinya.


"Nggak usah ngomong lagi. Aku ingin kamu sekarang." Dia bimbing batang penisnya memasuki tubuhnya sendiri dan kemudian dia turunkan tubuhnya. Saat dia bergerak turun naik di batang penis Bimo, Mila menatap matanya. "Jangan main-main hari ini. Kamu harus keluarkan di luar, ok?"


Bimo menggeramkan persetujuannya. Vagina rapat milik Mila terlalu nikmat rasanya. Dia meraih buah dada Mila yang kecil dan langsung meremasnya. Lalu dia gulingkan tubuh Mila ke bawah dan melanjutkan menyetubuhinya dengan gaya missionary. Keduanya sudah berada di ambang orgasme.


"Kamu tahu di mana akan kukeluarkan, pelacur?" desis Bimo. "Akan kusemprotkan semua di bustiermu, agar setiap kali kamu memakainya untuk Aldi, jadi bekas air maniku!"

"Oh gawwwwd," Mila mengerang dan punggungnya meregang saat dia raih orgasmenya.

"Kocok aku!" perintah Bimo begitu dia cabut batang penisnya dari dalam vagina Mila. "Semprotkan maniku ke seluruh bustiermu."

Masih dalam pergolakan orgasmenya sendiri, tangan Mila meraih di sela tubuh mereka dan dia genggamkan tangannya pada batang penis Bimo. Dia memompanya, mengarahkan kepala penisnya yang bulat ke bustier hadiah Aldi untuknya di hari Valentine. Detik berikutnya, sekujur tubuh Bimo bergetar hebat dan dia berejakulasi di seluruh bustier yang dipakai Mila.

***


Dengan perlahan Aldi mengocok keluar masuk dalam vagina Mila. Orgasmenya sudah begitu dekat dan dia ingin menahannya selama yang dia mampu. Mila bisa merasakan kalau Aldi sudah di amabang batas. Dia kaitkan kakinya melingkari pinggang Aldi seerat mungkin dan dia hentakkan pinggulnya ke atas menyambut tiap sodokan Aldi, menginginkan batang penis Aldi agar terbenam sejauh mungkin dalam tubuhnya.

"Aku mau keluar," erang Aldi.


Mila mengeratkan dekapannya ke tubuh kekasihnya. "Aku juga, aku hampir keluar," Mila tersengal, dia benamkan kepalanya di dada Aldi dan merengek.


"Oh god oh god." Aldi menggeram dan dia semburkan air maninya ke dalam kondom.

Sepasang kekasih tersebut saling berdekapan untuk beberapa lamanya, hingga kemudian Aldi berusaha menarik tubuhnya, berusaha untuk berhati-hati agar kondom yang membungkus batang penisnya tidak terlepas. Seperti biasanya, Mila menggerakkan kepalanya turun menuju selangkangan kekasihnya, dan dengan penuh kelembutan dia lepaskan kondom tersebut dari batang penis Aldi yang melemas. Dia peras air mani dari dalam kondom tersebut ke dadanya, lalu meratakannya ke sekujur buah dadanya sendiri. Kemudian dia jilati air mani yang tersisa di batang penis Aldi, berusaha untuk tak menyentuh kepala penisnya yang sensitif.

Aldi menyaksikan apa yang tengah dimainkan kekasihnya dengan seksama. Itu tak pernah gagal menyalakan birahinya. Mila memiliki wajah paling manis dan paling cantik, tapi dibalik itu dia adalah seoerang wanita yang liar di atas ranjang. Belum lagi kombinasi tubuhnya yang menggiurkan, buah dadanya yang meskipun kecil tapi mempunyai bentuk yang demikian sempurna, pantat yang kencang dan sepasang paha nan jenjang, kesemuanya itu merupakan mimpi basah dari setiap pria. Aldi suka cara pandang para pria terhadap kekasihnya tersebut setiap kali mereka kencan. Dia begitu sexy.

Kendati dia baru saja orgasme beberapa saat berselang, Aldi merasa ereksi kembali. Dengan enggan dia menariknya menjauh. "Aku harus pergi sekarang kalau nggak mau ketinggalan pesawat."

Mila cemberut. Dia begitu merindukan kekasihnya. "Aku harap kamu nggak jadi pergi."

Aldi menciumnya. "Aku tahu. Aku akan kembali beberapa hari lagi, lebih cepat kalau meetingku cepat selesai."

"Aku harap begitu. I love you."

Aldi mencium Mila lagi. "I love you too."

***

Mila hanya rebahan saja di atas ranjangnya selepas Aldi pergi. Dia merasakan frustrassi secara seksual. Dia mencintai Aldi, tapi hanya saja Aldi bukanlah seorang pecinta yang handal. Jarang sekali dia raih puncak kenikmatan saat mereka bercinta. Memang dia dapat rasakan kenikmatan kala mereka melakukannya, tapi tanpa getar letupan orgasme yang sanggup membuat setiap ujung jari kakinya menekuk, selalu saja dia merasa terhempas dengan perasaan tak terpuaskan serta frustrasi. Tentu saja tak pernah dia ungkapkan semuanya itu pada Aldi. Dia tak mau melukai perasaannya. Dan untung saja dia bisa menutupinya dengan sangat baik.

Dia sudah tak berhubungan dengan Bimo sejak Bimo menikah, beberapa bulan yang lalu. Tapi bukannya Bimo tak mencobanya. Bimo terus menelponnya setiap waktu. Bahkan Bimo ingin melakukannya di malam sehari sebelum dia menikah dan waktu pesta resepsi pernikahannya, Bimo berhasil membuat Mila berada di sebuah kamar kosong hanya berdua saja dengannya dan memncumbu Mila dengan jari-jarinya. Sebenarnya tiada hentinya Bimo memohon pada Mila untuk memberinya quick blow job, tapi Mila berhasil kabur keluar dari kamar tersebut.

Itu sudah tak benar lagi, sudah melenceng jauh. Ya, selingkuh memang mengasikkan. Tapi Bimo sudah menikah sekarang dan hubungannya dengan Aldi sudah semakin bertambah serius. Sebelumnya perselingkuhan mereka tak lebih hanya sebuah permainan seks yang nakal saja dan Mila mau melakukannya karena mereka belum punya ikatan yang serius. Semuanya sudah lain sekarang.

Namun tubuhnya mendambakan tubuh Bimo. Birahinya melebihi semua rasa mendebarkan dari berselingkuh. Bimo memang seorang pecinta yang lihai. Dia tahu betul semua titik sensitif tubuh Mila dan sangat tahu cara menyentuhnya. Dan batang penisnya sungguh menakjubkan. Dia teringat sewaktu di bangku kuliah, semua temannya berkata kalau ukuran tidaklah penting. Dia selalu setuju, karena itu sudah jadi pakem yang ada di lingkungannya dan dia tak begitu tahu apa memang ada yang ebih baik dari itu semua. Setelah lulus dia mulai aktif secara seksual dan dengan cepat menyadari kalau ukuran memang berpengaruh, setidaknya bagi dirinya sendiri. Lelaki yang memiliki tubuh bagus lebih menggairahkan. Penis berukuran besar lebih nikmat dibandingkan yang berukuran kecil. Penis berukuran besar lebih menggairahkan untuk dilihat, lebih merangsang untuk disentuh dan terasa lebih nikmat saat berada di dalam tubuhnya.

Aldi seorang pecinta yang penuh perhatian, tapi dia tak handal di atas ranjang. Mila merasa bersalah memikirkannya, tapi dia tak mampu mengingkari kenyataannya. Dhia sudah berusaha mengajarinya apa yang dia senangi dalam seks, tapi itu tak sanggup membantu. Bahkan saat Aldi melakukan tepat seperti yang diminta Mila, itu tak terasa semenyenangkannya saat melakukanya dengan Bimo, ataupun saat dengan pria lain yang pernah bersamanya. Bimo mempunyai tubuh yang kekar dan tinggi besar. Aldi tidak. Dan Bimo tahu apa yang diharapkan Mila. Bimo tahu kalau Mila suka sedikit dilecehkan, Mila suka diperlakukan layaknya seorang pelacur binal.

Aldi takkan mungkin memperlakukannya seperti itu. Dia terlalu baik dan perhatian. Mila mencintai Aldi dan merasakan kebahagiaan lebih dari yang pernah dia rasa sepanjang hidupnya. Tapi jika Aldi melamarnya, apa dia akan mengatakan iya? Seks bukanlah segalanya, tapi Mila takkan sanggup menjalani hidupnya selalu merasakan tak terpuaskan.

Mila butuh sebuah pelepasan. Dia gerakkan tangannya turun menuju kelentitnya dan mulai menggesek. Dia pejamkan matanya dan dengan diiringi perasaan bersalah dia berkhayal tentang Bimo. Dengan tangan yang satunya, dia remas buah dadanya. Dia membayangkan Bimo menyutubuhinya dengan penis besarnya. Namun rasa bersalahnya semakin bertambah besar melebihi birahinya. Dia rubah fantasinya pada seorang pria yang mencoba mendekatinya di malam sebelumnya. Dia dan Aldi tengah singgah di sebuah bar untuk minum dan saat Aldi pergi ke kamar kecil, pria itu mendekatinya. Dia perkenalkan namanya, Gery. Mila coba acuhkan usaha pria tersebut, tapi itu sebelum dia amati Gery memiliki bahu yang bidang dan wajah yang jantan. Saat Gery melangkah pergi, dia berhasil meremas pantat Mila sekilas dan juga memepetkan tubuhnya, membuat Mila merasakan miliknya yang keras dan besar. Mila bayangkan Gery memaksanya ke sebuah pojok ruangan di bar tersebut yang gelap dan mulai mencumbunya. Mila semakin merasa birahinya menggelegak nakal, dia tambahkan Aldi ke dalam fantasinya. Aldi sedang mengerjai anusnya, sedangkan Gery menggasak vaginanya. Tidak, itu tak mungkin terjadi, batin Mila. Lalu dia rubah fantasinya menjadi, Gery menggoyang vaginyanya dan Aldi menjilati kelentitnya. Ya, itu lebih nyata, pikirnya dan jemarinya pun bergerak semakin cepat pada kelentitnya sendiri.

Sejenak berikutnya Mila raih orgasmenya. Tapi biarpun itu memberikannya sebuah kenikmatan, dia masih merasakan tak terpuaskan. Mila menutup wajah dengan kedua tangannya. Dia merasa begitu frustrasi, dia merasa ingin menangis.

Terdengar bunyi telpon berdering. Mila menjawabnya, mengira itu dari Aldi. Tapi ternyata itu Bimo.

"Hanya ingin tahu gimana kabarmu," Bimo memulai. "Sarah sedang pergi ke rumah orang tuanya akhir pekan ini. Aldi mana?"

Mila tahu alasan Bimo menelponnya. Untuk beberapa bulan belakangan dia masih mampu menolaknya, tapi dia teramat sangat membutuhkannya. Dia tak ingin berselingkuh lagi. Dia tak mau menghianati Aldi. Tapi hasratnya tak kunjung reda. Dengan perasaan benci yang begitu besar pada dirinya sendiri, dia berkata, "Di mana kita bisa ketemu?"

***

Aldi naik ke pesawatnya. Dia merasakan begitu banyak emosi yang berkecamuk dalam dadanya.

Dia merasa curiga bahwa Mila punya affair dengan Bimo cukup lama. Saat mereka kira dia tak melihat, kadang dia saksikan Bimo menyentuh Mila dengan begitu intim. Belaian singkat di paha atau pantatnya, kadang sebuah senyuman penuh makna yang berlanjut dengan remasan pelan di buah dada Mila. Mila selalu mendorong Bimo menjauh, tapi dia tak pernah marah dan tak pernah mengatakan semua itu padanya.

Aldi mulai memperhatikan semua itu. Kadang, saat Mila pulang kerja, dia bisa mencium bau parfum Bimo di rambut Mila. Kadang sepulang dia pergi belanja atau nonton film dengan Bimo, dia temukan stockingnya di tempat sampah, ada bekas bercak-bercak.

Sangat mudah baginya untuk menyewa seorang detektif pribadi untuk menyelidiki Mila. Memang mahal biayanya, Tapi dia punya uang lebih di tabungan pribadinya. Dia merasa tak enak sudah menyuruh orang untuk membuntuti Mila, tapi dia harus tahu kebenarannya.

***

Aldi mengamati foto-foto di tangannya. Semuanya dengan kualitas tinggi dan semuanya membuktikan kecurigaannya. Masih memandangi fot-foto tersebut, Aldi bertanya, "Dan kamu juga punya videonya?"

Sang detektif sewaan menunjuk pada sebuah amplop yang diletakkan di atas meja Aldi. "Ya, aku punya. Mereka pergi ke sebuah hotel, tapi gordennya sedikit terbuka. DVDnya ada di dalam amplop bersama beberapa foto lagi."

Aldi memberikan setumpuk uang pada sang detektif. "Ini seperti yang kujanjikan. Akan kuurus sendiri dari sini."

Setelah sang detektif pergi, Aldi mengunci pintu kantornya. "Lisa, tahan semua telpon untukku," ucapnya ke sebuah intercom. Dia buka amplop tersebut, dia singkirkan foto-fotonya dan menghubungkan DVD ke televisi.

Video itu dibuka dengan adegan Mila berdiri di depan Bimo, yang sedang duduk di pinggiran ranjang. Blus yang dipakainya terbuka dan Bimo tengah asik mencumbui buah dadanya. Aldi bisa menyaksikan kalau Mila memakai salah satu bra berenda miliknya. Bimo meremasi buah dadanya dan menghisap kelentitnya yang terbuka. Aldi menyaksikan saat tangan Bimo bergerak dari buah dada Mila menuju ke pantatnya dan masuk ke dalam roknya. Tangan Bimo bergerak di dalam rok Mila menuju pantatnya, menyingkapkan naik roknya melewati paha. Aldi menyaksikan Mila mengenakan garter belt berenda dan sebuah thigh high stocking berwarna hitam. Bimo meremasi bongkahan pantat Mila yang kencang. Dia sama sekali tak memakai celana dalam. Kemudian Bimo mengarahkan tangannya menuju vagina Mila. Aldi saksikan saat Bimo mulai memasukkan satu jari dan disusul dua jari ke dalam vagina Mila. Jeari-jari Bimo terlihat mengkilat oleh cairan, tampak nyata bahwa Mila sudah basah kuyup. Saat jari-jari Bimo menyetubuhinya, ibu jari Bimo tiada henti menggesek kelentit Mila.

Kedua mata Mila terpejam dan kepalanya terayun dari sisi ke sisi. Dia tenggelam dalam birahinya dan kedua kakinya yang memaki high heel terlihat mulai goyah. Jika saja tangan Bimo tak menahan pantatnya, mungkin Mila akan jatuh tersungkur.

Mila terlihat mengucapkan sesuatu, begitu pelannya hingga sulit bagi Aldi untuk dapat mendengarnya. "Fuck me, fuck me," ucap Mila berulang-ulang.

Bimo menarik tangannya menjauhi vagina Mila dan dia turunkan resleiting celananya, lalu menurunkannya hingga mata kaki. Dia pegangi batang penisnya dalam genggaman tangan.

Aldi tak bisa mempercayai ukuran penis milik Bimo. Bukan saja panjangnya, tapi juga besarnya. Aldi kira penis berukuran seperti itu hanya ada dalam film-film biru saja.

"Ini yang kamu inginkan?" tanya Bimo, mendesaknya.

Mila menunduk. "God, yes," desahnya. "Aku sangat menginginkannya." Tangannya meraih dan mulai mengocoknya.

Tangan Mila menggapai ke belakang dan dia buka pengait roknya, membiarkannya jatuh ke atas lantai. Dia dorong tubuh Bimo ke atas ranjang dan mulai menaikinya. Tangannya menggapai ke bawah dan membimbing Bimo ke belahan vaginanya. Bimo terus menggoda Mila. "Kamu sangat ingin ini, kan?"

Mila mendorong ujung kepala penis besar tersebut membelah tubuhnya. "Oh god yes," dia mengerang. Dia pejamkan matanya rapat saat dia turunkan tubuhnya ke Bimo. "Aku sangat butuh ini."

"Aldi nggak mampu memuaskanmu, benar kan?"

Dengan berusaha susah payah untuk memasukkan batang penis Bimo lebih jauh lagi ke dalam tubuhnya, dengan tersengal Mila berusaha menjawab diantara nafasnya yang berat, "Dia – nggak punya – sesuatu – yang cukup – untuk diberikan padaku."

Terlihat memakan waktu yang cukup lama bagi Mila untuk memasukkan seluruh batang penis Bimo ke dalam tubuhnya. Lalu mulailah dia menggerakkan tubuhnya naik turun dengan pelan. Gerak persetubuhan mereka semakin meningkat cepat dan tak lama kemudian semakin bertambah cepat saja. Setiap kali Mila menekan ke bawah, Bimo dengan penuh tenaga mendorong ke atas menyambutnya tanpa ampun, membuat Mila terpekik setiap kalinya. Mila menarik tubuhnya hingga hanya tinggal kepala penis Bimo saja yang terjepit vaginanya, lalu dia hempaskan turun dengan keras lagi.

Desah lenguhan Mila terdengar tanpa henti dan wajahnya menggambarkan ekspresi kenikmatan yang seutuhnya. Belum pernah Aldi melihat kekasihnya seperti ini. Kelihatannya belum pernah sekalipun dia memberikan kenikmatan seperti ini padanya.

Mila menarik tangan Bimo ke dadanya, tapi blus dan bra yang masih dia kenakan menghalangi. Dengan cekatan dia lucuti semua kancing blusnya dan menjatuhkannya ke atas lantai. Branya menyusul berikutnya dan sekali lagi dia bawa tangan Bimo ke dadanya. "Pilin putingku!" pintanya.


Bimo lakukan yang dia minta. Kala Bimo terus memainkan puting buah dada Mila, Bimo saksikan kekasihnya membelai dada bidang dan lengan kekar milik Bimo. Kemudian Mila tepiskan lengan Bimo ke samping dan dia menunduk untuk mencium Bimo. Dapat Bimo lihat dari tonjolan di pipi mereka, kalau keduanya tengah saling menjelajahi mulut masing-masing.

Mila lepaskan ciumannya dan merintih, "Aku hampir keluar!" Aldi saksikan wajah Mila diselimuti kenikmatan seluruhnya saat gelombang orgasme menguasai sekujur tubuhnya. Saat di puncaknya, punggung Mila meregang ke belakang dan kuku-kuku jarinya menancap erat di dada Bimo. Bimo biarkan Mila rehat beberapa saat, lalu dia balikkan tubuh Mila hingga sekarang berada di bawah tindihan tubuhnya.

Aldi saksikan Bimo tiada henti menyetubuhi Mila dalam 15 menit berikutnya. Terlihat Mila mendekati orgasme berikutnya. Gerakan Bimo semakin cepat dan tak beraturan, dia menggeram keras, "Aku akan keluarkan di dalam!" Tepat saat Bimo mengucapkan itu, orgasme Mila meledak, dia kaitkan kakinya melingkari pinggang Bimo, menariknya lebih jauh ke dalam tubuhnya.


Bimo menggeram sekali lagi dan Aldi tahu kalau dia sedang berejakulasi di dalam rahim kekasihnya. Setiap kali dia memompa diiringi oleh geram jeritannya. Mila mulai terdengar meraungkan rintihannya saat wajahnya diselimuti aura kenikmatan sekali lagi, menggambarkan ledakan orgasme yang dia raih sekali lagi.

Tubuh keduanya saling bertindihan untuk beberapa menit kemudian, hingga Mila mendorong tubuh Bimo menyingkir dari atas tubuhnya. Dengan enggan Bimo mencabut batang penisnya dan berguling ke samping. Mila memeluk bantal dan mulai terisak.

Bimo coba merengkuh bahunya, namun Mila menepisnya. Masih tetap menangis, dia berlari menuju kamar mandi. 10 menit berikutnya Aldi dengarkan suara air shower. Saat Mila muncul, dia terlihat begitu segar setelah mandi dengan sebuah handuk membalut tubuhnya. Matanya masih terlihat merah sehabis menangis.

Dia duduk di pinggir ranjang, wajahnya dia tutupi dengan kedua tangannay dan mulai menangis. "Aku harus hentikan ini semua," isaknya. "Aku mencintai Aldi. Aku nggak mau menghianatinya lagi."

Bimo terlihat tak bergeming oleh kesedihan Mila. Dia tetap rebah di ranjang dan mulai menyalakn sebatang rokok. Batang penisnya kini melemas, tapi masih saja terlihat begitu besar di selangkangannya. "Mila, biar bagaimanapun kamu harus menerimanya. Aldi nggak akan pernah bisa memberikan apa yang kamu mau."

Mila menoleh ke arah Bimo dengan menantang. "Aku mencintainya!" tekannya.

Bimo memegang batang penisnya sendiri dan mulai mengocoknya. Batang penisnya mulai mengeras kembali. "Ini yang kamu inginkan, Mila. Hal ini tak akan pernah berubah denganmu. Aku nggak bilang kalau harus denganku. Tapi aku sangat mengenalmu. Kamu butuh penis besar dengan teratur. Kamu sangat menginginkannya. Kamu nggak akan bisa bahagia dengan Aldi si penis kecil."

Mata Mila berkilat marah. "Diam, bajingan! Jangan memanggilnya begitu!" Mila biarkan handuk yang melilit tubuhnya jatuh ke lantai dan mulai memakai rok dan blusnya, lalu memasukkan lingerienya ke dalam tas kecilnya. Sambil memakai high heelnya, dia berucap, "Dan nggak perlu repot menelponku. Nilai lebih dari persahabatan kita ini sudah berakhir. Dan persahabatan kita yang sesungguhnya akan benar-benar berakhir kalau kamu coba ucapkan sesuatu yang seperti itu lagi."

Bimo tertawa dan mendekati Mila. "Ayolah, kamu tahu kalau aku hanya bercanda. Aku suka Aldi. Aku hanya ingin kamu bahagia." Dia bergerak ke belakang Mila dan menekankan batang penisnya yang keras ke pantat Mila. "Aku tahu kalau kamu nggak akan bisa bahagi dengan Aldi. Aku nggak ada persoalan pribadi dengan Aldi. Seperti yang aku bilang, aku suka Aldi. Hanya saja dia nggak punya barang seperti." Bimo menciumi leher Mila dan merangkulkan tangannya melingkari tubuh Mila, lalu dia tangkap buah dadanya. Dia susupkan tangannya memasuki blus Mila dan memilin putingnya yang langsung saja mengeras. "Kamu nggak akan bahagia bersama Aldi. Dia nggak tahu bagaimana cara menyentuhmu, seperti yang kulakukan."

Mila coba melepaskan diri. "Nggak, Bimo, hubungan kita sudah selesai."

"Kamu nggak serius." Bimo menggapai ke bawah dan menaikkan ujung rok Mila. Dia jepitkan penisnya di antara paha Mila yang panjang dan indah. "Kamu menginginkan ini." Mila membuka pahanya secara naluriah dan dia tercekat saat ujung kepala penis Bimo menyentuh bibir vaginanya. "Kamu butuh ini."

Mila ingin pergi, tapi tubuhnya sendiri menghianatinya. Terlalu banyak malam yang penuh dengan ras frustrasi dan seks yang tak memuaskan bersama Aldi. Birahinya yang membuncah membuatnya mendidih dan seks sebelumnya tadi dengan Aldi belum mampu meredakan itu semua. Berkebalikan dengan rasa jengkelnya terhadap Bimo, dia rasakan tubuhnya merespon Bimo.

Aldi saksikan Mila melemparkan kepalanya ke belakang dan Bimo mendorong lidahnya memasuki mulut Mila yang menunggu. Bimo berhasil melucuti semua kancing blus Mila dan langsung memainkan buah dada beserta putingnya. Mila menggapai ke bawah dan coba membimbng batang penis Bimo untuk memasukinya. Tapi keduanya kehilangan keseimbangan dan terjerembab ke atas kasur. Kemudian Bimo mulai memasukinya dari belakang, langsung menguburkan seluruh batang penisnya dalam sekali dorongan. Untuk 20 menit berikutnya, Bimo menyetubuhi Mila dengan bermacam variasi posisi, memberi Mila dua kali ledakan orgasme lagi. Mila tak melawan saat Bimo keluarkan air maninya di dalam vaginanya lagi.

Aldi hentikan DVD tersebut. Begitu banyak konflik emosional yang berkecamuk dalam kepalanya. Tapi ada sesuatu yang harus dia lakukan, segera. Dia putar ulang video tersebut dan menyalakannya lagi di saat bagian di mana Bimo berkata, " Aldi nggak mampu memuaskanmu, benar kan?"

Kemudian Aldi keluarkan batang penisnya yang sudah demikian keras dan mulai mengocok penisnya sendiri.

***


Beberapa minggu kemudian...

Mila mengocok batang penis Bimo dengan pelan. Dia sudah tak mau lagi mencoba menolak apa yang dibutuhkan tubuhnya. Dia memang telah jatuh cinta pada Aldi, tapi tetap saja dia butuh tubuh kekar dan penis besar milik Bimo. Selalu saja dia merasa bersalah setelahnya, tapi dia tak mampu mencegah dirinya, apalagi dengan Bimo yang selalu saja ‘menyerangnya’ setiap saat.

Dia amati penis dalam genggaman tangannya, terpukai dengan panjang dan besar ukuran batangnya. Terlihat indah dan menakutkan disaat yang bersamaan. Saing besarnya, genggaman tangannya tak bisa menggenggam sepenuhnya dan saking panjangnya membuat dia selalu saja tak percaya bahwa dia bisa memasukkan itu semua dalam tubuhnya. Buah zakarnya begitu kencang dan besar, yang membuatnya masuk akal karena Bimo selalu berejakulasi begitu banyak.

Bimo menyeringai melihat Mila. "Kamu memang sangat sayang sama penisku, ya?"

Mila tak menjawab, sebagai responnya batang penis dalam tangannya tersebut dia masukkan ke dalam mulut.

Tapi Bimo mendorongnya menjauh. "Jawab pertanyaanku, Mil," perintahnya. "Kamu memang sangat cinta sama penis besarku, kan?"

"Kamu tahu aku cinta," Mila merajuk dan dia masukkan lagi ke dalam mulut.

"Gimana rasanya saat Aldi menyetubuhimu, setelah kamu bersamaku? Apa mungkin kamu bisa merasakan penisnya di dalammu?"

Mila melirik Bimo dengan pandangan jengkel, tapi kemudian dia menunggangi Bimo dan mengarahkan ujung penis Bimo ke vaginanya. "Jangan bertingkah brengsek. Setubuhi saja aku."

Bimo dorongkan seluruh batang penisnya memasuki Mila. "Begini?"

"Uhhh, god, ya, begitu," Mila menggeram.

Bimo tarik keluar dan kemudian dengan cepat menusukkan masuk kembali. Bersamaan dengan itu dia pilin puting Mila. "Begini?"

Mila tangkup tangan Bimo dengan tangannya sendiri, mengarahkan cumbuannya. Dia pejamkan mata serapat mungkin saat Bimo semakin mempercepat tusukannya dengan intens. "Lebih keras – dorong – lebih – keras."

"Kalau Aldi melamarmu, apa kamu terima?"

"A – aku rasa iya," Mila berusaha menjawab di sela sengal nafasnya, begitu larut oleh persetubuhan kasar yang diterimanya. Da sudah begitu dekat.

"Tapi aku masih boleh menikmati tubuhmu, kan?"

"Uhhh – aku – aku belum tahu."

Bimo dapat merasakan Mila sudah hampir sampai. Dia mengocoknya tanpa ampun, menggesekkan penis besarnya pada titik g-spot Mila dibarengi dengan memilin puting Mila tiada hentinya. Mila menjerit lepas dan tubuhnya menegang saat dia raih puncak kenikmatannya.

Mila ambruk di dada Bimo. Dia terus mengocok Mila dengan gerakan pelan dan panjang. Selang beberapa menit Mila merasakan birahinya bangkit kembali. "God, dia sungguh hebat," batinnya.

Seakan bisa membaca pikirannya, Bimo bertanya kembali, " Aku masih boleh menikmati tubuhmu, kan?"

Mila merasakan ribuan kupu-kupu menari di perutnya dan terus mengembara ke setiap sendi perasanya. Bimo sungguh membuatnya mabuk kenikmatan. Tapi dia tak menjawabnya, dia tak tahu harus menjawab apa dan tak mau menghianati Aldi lebih jauh lagi.

Bimo tersenyum dalam hati. Mila tak perlu menjawab, dia bisa merasakan dari setiap gerak tubuhnya bahwa dia bisa mendapatkan tubuh Mila kapanpun dia mau. Itu sangat hebat, karena Mila adalah wanita paling seksi yang pernah dia kenal dan dia sangat suka menyetubuhinya, terlebih lagi sekarang ini sejak kehidupan seksnya dengan Sarah mulai terasa membosankan.

***

Mila tiba di rumah begitu larut malam itu. Aldi sudah menunggunya di atas ranjang.

"Hai, sorry aku terlambat, kerjaan di kantor menahanku lebih lama dari yang kuperkirakan," dustanya. "Aku mau langsung mandi sebentar." Dengan sigap Mila melepas pakaiannya dan langsung menutup pintu kamar mandi.

Aldi turun dari ranjang dan mengambil pakaian Mila dari keranjang pakaian kotor. Dia dekatkan blous tersebut ke hidungnya. Bisa dia cium aroma cologne Bimo di situ. Dia periksa stocking Mila yang tergulung hingga lutut. Lalu dia pungut celana dalam Mila. Jemarinya menelusuri permukaan kain sutera berenda tersebut. Bagian selangkangannya basah. Dia mengartikannya bahwa Mila membiarkan Bimo keluar di dalam lagi.

Mila tak memakai birth control. Aldi tahu kalau dia lebih memilih untuk mengatur periode masa suburnya. Pil birth control akan membuat berat tubuhnya melonjak naik. Aldi tak keberatan. Selama masa ‘amannya’ Mila memperbolehkannya keluar di dalam. Saat dia dalam periode subur, Aldi memakai kondom, atau lebih seringnya, mengeluarkannya di luar.

Tapi Aldi tahu kalau sekarang bukanlah periode bulan ‘aman’ bagi Mila. Tapi juga bukan periode yang paling subur, tapi ini sangatlah beresiko tinggi. "Apa dia nggak khawatir hamil?" pikirnya.

Aldi merasa cemburu dan sakit. "Bimo punya penis yang lebih besar dibanding aku, dia lebih membuatnya puas," batinnya. "Dia lebih memilihnya daripada aku. Dia biarkan Bimo menidurinya setiap saat dan membiarkannya keluar di dalam. Mungkin dia mau denganku karena Bimo sudah menikahi wanita lain. Mungkin dia berharap Bimo menghamilinya dan dia bisa memakai bayinya agar Bimo meninggalkan Sarah dan menikahinya."

Aldi merasa tercampakkan. Dia mencintai Mila. Dia wanita yang sempurna. Rambut indahnya, wajahnya yang secantik foto model, buah dada yang berukuran tepat, perutnya yang rata dan pantatnya yang demikian kencang serta sepasang kakinya yang menakjubkan. Begitu jenjang dan halus mulus seakan sepasang kaki boneka.

Aldi mencintainya dan tak ingin kehilangannya. Tapi kini Aldi sudah kehilangan dia. Mila lebih memilih Bimo di ranjang dari pada memilihnya.

Dia merasa nafasnya menjadi berat. Untuk sebuah alasan, bayangan Mila bersama Bimo membuatnya terangsang. Dia kesal pada dirinya karena perasaan tersebut. Bagaimana bisa Mila tidur dengan pria lain bisa membuatnya terangsang? Tapi itulah yang terjadi.

Merasa jijik pada dirinya sendiri, Aldi menggapai ke bawah dan mengeluarkan batang penisnya. Dia mulai bermasturbasi. Dia pejamkan mata dan membayangkan adegan dalam DVD Mila dengan Bimo. Dia mengingat Bimo yang mencumbui buah dada Mila dan jarinya yang menelusuri thigh high suteranya. Dia mengingat bagaimana Mila yang membalas lumatan bibir Bimo dengan begitu bernafsu. Dia mengingat bagaiman ujung tumit sepatu Mila yang tertancap di pantat Bimo yang berotot kala dia menggoyangnya. Saat itulah Aldi berejakulasi, menyembur pada selembar tisu.

Dia rebah ke atas ranjang. Perasaannya begitu berkecamuk, cemburu dan perih bercampur dengan rangsangan birahi. Tapi yang dia tahu dan sangat meyakininya, dia mencintai Mila.

Mila naik ke atas ranjang dan meringkuk dalam pelukan Aldi yang menunggunya. "I'm sorry I'm so late," ucapnya lagi.

"That's okay," jawab Aldi. Dia mencium lembut bibir Mila. "I really love you. Do you love me?"

Mila memeluk Aldi semakin erat. "Tentu saja aku sangat mencintai kamu."

Aldi menggapai ke belakang tubuhnya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil. Dia membukanya, mengeluarkan sebuah cincin tunangan berhiaskan permata dari dalamnya.

"Mila, will you marry me?"

***

"Coba lihat cincinnya," kata Sarah. Dengan tersenyum, Mila mengangkat tangan kirinya. "Oh my god, berliannya sangat besar!"

Aldi berkata dengan tersenyum, "Ayolah, keretanya sudah datang." Kedua pasangan tersebut naik ke dalam kereta. Mereka sedang dalam perjalanan menuju pesta, yang diadakan untuk merayakan pertunangan Aldi dengan Mila. Mereka memilih naik kereta karena lalu lintas ke arah kota sangat macet.

"Bimo, kamu lihat tadi berlian yang diberikan Aldi untuk Mila?" Sarah bertanya pada suaminya. "Sangat besar!"

Bimo tersenyum dan mengangguk. Tapi dia membatin dalam hati, "Aku tahu apa yang diharapkan Mila berukuran besar." Sembari memikirkan itu, mata Bimo menatap tajam pada mata Mila dan dia jadi merona. Bimo tersenyum, menyadari mereka memikirkan hal yang sama.

Seiring penumpang yang semakin memenuhi kereta, Mila dan Bimo terpisah dengan Aldi dan Sarah. Mereka sebenarnya terpisah hanya beberapa meter saja, tapi terhalang oleh orang-orang disekelilingnya. Mila dan Aldi masih bisa saling melihat wajah, tapi tak lebih dari itu. Bimo menggapai ke bawah dan menyentuh cincin pertunangan Mila. "Oh, baby, ini sangat besar," godanya. "Apa ini bisa membuatmu puas?"

Mila hampir mulai memelototi Bimo, tapi dia lalu ingat kalau Aldi bisa melihatnya dan dia tak mau nanti harus menjelaskan kenapa dia marah pada Bimo. Dia paksakan memasang sebuah senyuman di wajahnya dan berkata, "Diam, brengsek. Apa nggak bisa kamu merasa bahagia untukku? Aku akan menikah."

Tangan Bimo bergerak ke paha Mila. Di dalam kereta sangat ramai beredesak-desakan, tak seorangpun bisa melihat apa yang dia lakukan. Dia susuri garter strap Mila dari luar roknya. "Oh, aku senang, sangat senang," kata Bimo dengan senyum iblisnya. "Sekarang aku bisa tidur dengan tunangan pria lain dan sebentar lagi jadi isteri pria itu."

"Itu nggak mungkin terjadi," jawab Mila dan dia coba tepiskan tangan Bimo menjauh. Tapi Bimo tetap memaksa dan Mila tak bisa melakukan tindakan yang akan memancing kecurigaan Aldi dan Sarah.


Bimo menyadari kebingungannya tersebut dan semakin menekan kesempatannya. Dia gerakkan tangannya ke dalam rok mini Mila dan ujung jarinya mulai membuat gerakan melingkar di paha Mila. Jemari Bimo terus bergerak naik hingga dapat dia sentuh permukaan kulit Mila di atas pangkal stockingnya dan hampir saja Mila terlonjak kaget saat jemari Bimo menyerempet celana dalamnya.

"Kamu sudah basah," komentarnya dan Mila tahu bahwa Bimo memang benar. Mila telah berhasil menjauh dari Bimo sejak bertunangan. Dia sangat ingin setia pada Aldi. Tapi itu suara hatinya. Tubuhnya memegang kendali sekarang ini dan merindukan untuk disetubuhi dengan kasar oleh sebatang penis yang berukuran besar. Dia sungguh mencintai Aldi, tapi Aldi tak mampu memberi apa yang diinginkan tubuhnya.

"Jangan goda aku," dia memohon.

Bimo masih menyeringai, jarinya beringsut memasuki celana dalam Mila dan menyentuh kelentitnya. "Oh, aku minta maaf, apa aku menggodamu?"

"Bajingan kamu!" umpat Mila dengan marah. Tak lagi peduli apakah Aldi dan Sarah mungkin melihatnya, dengan kasar dia dorong Bimo menjauh. Untung saja, kereta dalam keadaan penuh hingga Aldi dan Sarah tak melihatnya. Dalam sisa perjalanan tersebut, Mila menjaga jarak dari Bimo, namun godaan Bimo tadi telah membuat rasa gatal dalam vaginanya serasa makin tak tertahankan. Mila berusaha mengacuhkan itu, dia berjanji pada dirinya bahwa di pesta nanti dia akan menjauh dari Bimo.

Saat akhirnya kereta tersebut berhenti, Aldi langsung mendekati tunangan barunya dan menanyakan apakah semuanya baik-baik saja. Mila meyakinkannya bahwa semuanya baik saja. Aldi melirik ke arah dada Mila. Putingnya begitu mencuat keras hingga hampir terlihat samar dari balik blousenya. Rasa marah menggelegak dalam diri Aldi begitu dia menyadari apa yang sudah diperbuat Bimo. Dia merasa dilecehkan, meskipun, dia juga merasakan selangkangannya jadi sesak membayangkan apa yang dilakukan Bimo terhadap tunangannya.

Disepanjang pesta tersebut, Aldi terus merasakan birahinya membara dan langsung saja dia seret Mila ke dalam kamar begitu mereka tiba di rumah. Tapi karena terlalu tinggi birahinya, hingga hanya dalam beberapa sodokan saja dia sudah lansung ejakulasi.

Aldi gulingkan tubuhnya dari atas Mila dan langsung terlelap. Percintaan mereka semakin memburuk dibandingkan biasanya, semakin membuat birahi Mila tak terpuaskan. Dengan jemari yang gemetar, tangannya bergerak ke bawah tubuhnya dan mulai mencari pelepasan sendiri. Dia butuh pelepasan, meskipun tahu itu tidaklah cukup.

***


Mila melihat sekelilingnya dengan grogi dan dengan cepat melangkah masuk ke dalam toko tersebut. Dia tak mau terlihat oleh seseorang yang mengenalnya. Dengan malu-malu dia amati barang yang terpajang, hingga akhirnya dia temukan apa yang dicarinya. Dia melangkah ke bagian belakang sex store tersebut dan mengamati semua ragam dildo yang dijual.

Harus dia temukan solusi untuk masalahnya. Dia ingin untuk tetap setia pada Aldi. Dia mulai membenci Bimo yang telah bersikap begitu memuakkan dan memperlakukannya seakan hanyalah sex toynya belaka. Mungkin dia memang pantas mendapatkannya, tapi dia mantapkan hati untuk tak akan menemui Bimo lagi.

Namun tubuhnya tak bisa memungkiri. Aldi memang bisa memberinya segalanya selain kebutuhan seksualnya. Bukan hanya masalah ukuran belaka. Aldi bukanlah seorang pecinta yang pintar dan Mila sudah merasa pasrah dengan apa yang bisa Aldi berikan.

Mila membutuhkan kepuasan, terpuaskan oleh batang yang besar dengan keras dan kasar. Dia putuskan untuk membeli sebuah dildo. Dia belum pernah punya sebelumnya, tapi dalam kondisi seperti ini, dia sudah terbuka dengan segalanya.

Dengan cepat Mila temukan yang dia mau. Keduanya berukuran besar serta panjang. Yang satu berwarna putih dan satunya lagi berwarna hitam. Belum pernah dia tidur dengan pria kulit hitam, tapi dia sudah dengar dengan semua gosip tentang itu.

"Aku rekomendasikan yang hitam," ucap sebuah suara dari belakangnya. Mila sangat terkejut dan hampir saja dia terlonjak. "Maaf, aku nggak bermaksud mengejutkanmu." Mila menoleh dan melihat seorang pria paruh baya. Pria ini adalah penjaga toko yang Mila lihat saat dia masuk ke dalam toko ini tadi. Tubuhnya gemuk dan rambutnya dihiasi sedikit uban serta wajahnya terlihat rusak oleh bekas jerawat.

"Wanita berkulit putih, apalagi bertubuh kecil sepertimu, banyak yang suka itu. Itu fantasi yang populer. Interacial?"

Mila tak bisa percayai kelancangan pria ini. Ingin dia segera terbang keluar dari toko tersebut...

"Dan pria hitam biasanya memang banyak yang punya ukuran sebesar itu," lanjut sang pria, menjunjuk ke arah dildo hitam yang berukuran besar. "Tentu saja, punyaku nggak terlalu jauh juga."

Oh my god, apa pria tua menjijikkan ini sedang berusaha merayuku? Sebelum Mila menjawab, si pria kembali berkata, "Kamu tahu, kami baru saja dikirimi sebuah film baru. Mutunya bagus. Aku bisa memutarnya, kalau kamu ingin lihat."

"Oh, nggak, nggak usah. Aku harus pergi. Aku cuma beli ini saja." Mila mengambil dompetnya, tapi segera saja dia tersadar dalam kegugupannya tadi, dompetnya tertinggal di dalam mobil. "Oh, sial, dompetku ketinggalan."

"Nggak masalah," dengan cepat si pria menjawab, sebuah seringai terkembang di wajahnya. Tangannya terjulur dan memegangi bahu Mila. "Itu bisa diatur." Mila tercekat mendapati pria tersebut begitu berani menyentuhnya. Apa dia coba menawarku? Sikap diam Mila diartikan si pria sebagai persetujuan untuk menyentuhnya. Tangannya bergerak menelusuri punggung Mila hingga pada pantatnya. Dia meremasnya.

Mila bergerak menjauh. "Jangan menyentuhku."

"Kamu boleh ambil dildonya," lanjut si pria. "Cuma angkat rokmu biar aku bisa lihat apa memekmu botak nggak."

"Gila kamu, aku keluar." Mila berbalik untuk pergi.


Tapi si pria mencengkeram tangannya. Dia tunjuk dada Mila. "Ayolah, aku tahu kamu mau."

Mila terhenyak saat dia menunduk. Putingnya sudah mengeras dan mencuat ke depan dari balik bra dan blousenya. Tiba-tiba dia tersadar kalau dia telah terangsang. Oh my god, pria menjijikkan ini membuatku terangsang. Sekali lagi, si pria menganggap sikap diam Mila sebagi tanda setuju untuk disentuh. Dia bergerak mendekat dan menekan selangkannya ke paha Mila. Si pria sudah ereksi.


"Kamu yang menyebabkan ini." Si pria semakin menekan keras. "Sudah kubilang kontolku besar. Kamu suka yang besar, kan?" Si pria gendut meremas pantat Mila. "Wah, pantatmu sangat kencang." Tangan si pria yang satunya lagi menangkup buah dada Mila. Cuma meremasnya dari luar pakaian Mila tidaklah cukup bagi si pria, lalu dengan lihai dia lepas kancing blous Mila dan melepas kaitan branya dan langsung meremasi buah dada Mila yang telanjang.

Tangan si pria yang menyentuh dada telanjangnya menyentakkan Mila dari alam bawah sadarnya dan langsung dia dorong si pria menjauh. Dia lari keluar dari toko tersebut. Dia langsung masuk ke dalam mobilnya dan melaju secepat yang dia bisa. Setelah beberapa mil barulah bisa dia atur nafasnya yang memburu. Dia betulkan kembali pengait branya dan mengancingkan kembali blousnya, kemudian dia pandangi dirinya di kaca spion depan. Aku sudah berubah jadi apa? Apakan di dahiku ada tulisan ‘aku horny’?

Vaginanya berdenyut dan putingnya masih tetap keras. Meskipun merasa malu, dia menyadari bahwa si pria tua gendut tadi telah membuatnya terangsang. Oh god, aku sungguh ingin dipuaskan. Dia lihat sekelilingnya. Tak ada seorangpun. Dia buka kancing jeansnya dan tangannya menyusup masuk ke dalam. Dia pejamkan mata dan berhayal si pria gendut yang jelek tadi menyetubuhinya dengan penis besarnya.

***


"Selamat malam, nyonya," sambut si penjaga pintu saat membukakan pintu. Dapat Mila rasakan dia mencuri lihat ke dalam gaunnya saat dia berjalan masuk ke dalam resto. Dia kenakan sebuah gaun seksi untuk Aldi karena mereka tengah merayakan ulang tahun Aldi. Sebuah gaun yang pendek dan sangat pas dengan lekuk tubuhnya, serta bagian depan yang berpotongan rendah, mengekspos bukit buah dadanya yang kecil namun kencang.

Suasananya sangat ramai di dalam, tapi lautan manusia tersebut seakan membelah saat dia datang. Mila merasa semua mata pria tertuju padanya. Dia merasa merona jengah.Perhatian dari lawan jenis selalu bisa membangkitkan gairahnya, tapi denyutan gatal di selangkangannya tidaklah dia harapkan. Dia tak lagi bertemu Bimo semenjak pesta lalu dan terlebih lagi, belum merasakan batang penis berukuran besar lagi semenjak sebelum dia tunangan. Dia telah berhasil untuk setia, tapi juga jadi frustrasi secara seksual. Apalagi sejak kejadian di sex store, hal terakhir yang dia mau adalah stimulasi seksual lebih banyak lagi yang menambah rasa frustrasinya.

Mila bertanya pada pelayan apakah Aldi sudah datang, tapi ternyata belum. Si pelayan menyaranan untuk menunggu saja di bar.

Bar tersebut begitu ramai dan penuh asap rokok, tapi beberapa pria menawarkan tempat duduk pada Mila. Dengan santun Mila menolaknya dan memilih untuk berdiri diantara keramaian. Biarpun begitu banyak orang yang mengantri minuman, sang bartender tiba-tiba saja muncul dan menanyakan minuman yang dia pesan. Sang bartender mencoba untuk mengobrol dengan Mila, tapi Mila menepisnya dengan tersenyum. Mila baru mengambil uang dari dalam dompetnya, tapi seorang pria menahan tangannya dan menyodorkan selembar uang pada sang bartender. Dengan ekspresi kecewa, sang bartender mengambil uang tersebut.

Mila menoleh ke belakang dan merasa kecewa saat dia melihat ternyata itu bukanlah Aldi.

"Please, biarkan aku membelikanmu minuman," ucap si pria dengan logat asing. "Namaku Jacques."

"Terima kasih, Jacques, tapi nggak usah."

"Please, aku memaksa."

"Well... baiklah," akhirnya Mila menyerah. Suasana bar yang begitu ramainya hingga membuat keduanya nyaris saling bersentuhan. Dengan rok pendeknya, Mila semakin merasakan kehadiran sosok si pria. Jacques memiliki bahu yang lebar dan ketampanan yang sangat khas lelaki, dengan sepasang mata yang memiliki sorot tajam dan misterius. Postur tubuhnya tinggi besar dan tubuhnya yang tinggi besar terlihat kekar di balik pakaian mahal yang dia pakai. Mata tajamnya menatapnya dengan siratan hasrat yang begitu gamblang dan denyutan di selangkangan Mila jadi semakin intens. Dimana gerangan Aldi?

"Apa kamu sendiri?"

"Saat ini," dengan ragu Mila menjawab saat dia teguk minumannya. "Aku menunggu tunanganku."

Jacques memegang tangan Mila dengan mantap. "Ah, cincin tunangan yang indah. Bisa kulihat tunanganmu sangat mencintaimu. Tapi sampai dia datang, boleh kan aku menemanimu?"

Mila terpukau oleh karisma Jacques. Khas gentlement pria Perancis dengan logatnya yang eksotis. Mila mengangguk mengiyakan dan dia teguk minumannya kembali. Jacques tidak melepaskan genggamannya. Bahkan di elus tangan Mila. Dengan tersipu, Mila menarik tangannya.

"Kamu belum sebutkan siapa namamu."

"Mila."

"Mila. Panggilan dari Kamila, benar kan? Sebuah nama yang mempunyai arti sempurna, sesempurna orangnya. Sungguh sebuah kehormatan berkenalan dengan wanita secantikmu, Mila."

Kembali Mila tersipu. Dia terkesima dengan sopan santun Jacques dan dia suka mendengar aksennya. "So, apa pekerjaanmu, Jacques?"

"Aku baru tiba hari ini. Aku seorang buyer Neiman Marcus. Aku keliling dunia untuk memesan busana wanita yang berkualitas bagus untuk dijual di toko."

"Wow," jawab Mila, benar-benar terkesan. "Aku nggak pernah bayangkan ternyata yang di bagian pembelian busana wanita di Neiman Marcus itu seorang pria."

"Aku merasa punya mata yang bagus untuk sebuah kualitas. Contohnya, gaun yang kamu pakai ini sangat indah dan punya kualitas yang tinggi." Saat mengucapkannya, jemari Jacques menyusuri spaghetti strap di bahu telanjang Mila. Sentuhan Jacques membuat Mila merinding.

"Permisi," Mila mendengar, saat seorang pria mencoba mencari jalan untuk mendekat ke bar. Seakan sedang berdansa, dengan lembut lengan Jacques melingkari tubuh Mila dan menariknya ke dalam pelukannya untuk memberi ruang bagi si pria. Tubuh mereka berhimpitan rapat dan tangan Jacques berada di punggung Mila. Detik berikutnya, dia mengelus punggung Mila dengan lembut. Mata mereka saling bertemu dan Mila tersadar jemari Jacques yang menari dengan mudahnya memberitahunya bahwa dia tidak memakai bra.

Seorang pria lagi mendesak menuju bar dan Mila mendapati dirinya bergerak lebih dekat lagi pada Jacques hingga mereka hampir berpelukan. Tangannya di dada Jacques dan saat dia mendongak, bibir mereka hampir bersentuhan. "Bar ini sangat ramah ya? Menarik orang-orang berkumpul semua di sini," kelakar Jacques.

Mereka tertawa berbarengan, mencairkan ketegangan saat itu. Sulit jadinya mengobrol jika sedekat itu, jadi Mila hanya diam saja serapat itu dengan tubuh Jacques yang tiada henti mengelus punggungnya. Dia anggap elusan Jacques itu masih wajar saja dan dia tak mau bikin keributan karena kelihatannya Jacques seorang pria yang baik. Dia melirik sekelilingnya dan dia lihat banyak mata pria yang sedang memandang ke padanya. Mungkin mereka tengah membatin betapa gampang dirinya terlihat. Pikiran tersebut membuatnya merinding oleh letupan gairah.

Bar itu semakin bertambah ramai dan tiba-tiba Mila merasakan sebuah tangan di belakangnya dan dia tersadar ada seorang pria yang tengah menggerayanginya. Berada di antara himpitan Jacques dan pria di belakangnya membuat Mila tak dapat bergerak menjauh. Pria di belakangnya meremas pantatnya. Mila tak mampu berbuat apapun karena dia tak ingin membuat kegaduhan. Tangan pria itu bergerak ke bawah dan Mila merasakan tangan itu mulai bergerak di balik roknya. Dia mendorong ke arah Jacques, coba untuk melepaskan diri dan dia dapat merasakan sebuah benda keras dan besar menekan perutnya. Dia sadar dalam usahanya melepaskan diri dari pria mesum di belakangnya, dia jadi bergesekan dengan penis Jacques, tapi dia tak punya pilihan lain. Mila sama sekali tak punya pilihan lebih bagus lainnya. Maka begitulah keadaannya, Jacques mengelus punggungnya, seorang pria lainnya merabai pantatnya dan mencoba masuk ke dalam roknya dan dia jadi menggesek ereksi Jacques.

Dan birahi Mila benar-benar bergejolak karena itu semua. Dia merasa begitu nakal. Pria di belakangnya harus menghentikan ‘kerajinan tangannya’ untuk mengambil minuman yang dipesannya, tapi ketika dia berbalik untuk meninggalkan bar itu, mengakibatkan Mila semakin terdorong rapat ke dalam pelukan Jacques dan dia merasakan tangan Jacques bergeser ke sisi tubuhnya, hampir menyentuh buah dadanya. Mila tak bisa bergerak karena ada seorang pria lain lagi yang tiba-tiba mendekat ke bar. Dia harus menahan nafas saat Jemari Jacques bergerak menyentuh tepian buah dadanya. Detik berikutnya Jacques mulai mengelusi tepian buah dadanya. Gaun yang dia pakai begitu ketat dan tipis hingga sentuhan itu sekan langsung menyentuh permukaan kulitnya saja. Saat melakukan itu, tatapan mata Jacques tak sedetikpun lepas dari mata Mila, menantangnya untuk menolak. Untuk suatu sebab, saat itu, terkungkung oleh karisma pesona Jacque yang begitu intens, Mila tak mampu memprotesnya.

Akhirnya kerumunan orangpun mulai berkurang dan Mila bergerak menjauh dari pelukan Jacques. Jantung Mila berdegup kencang. Putingnya terasa keras hingga terlihat jelas mencuat dari balik gaun tipisnya. Dia teguk sisa minumannya dan dengan cepat Jacques memesankannya segelas lagi. Milapun meneguknya kembali dengan cepat dan kemudian dia minta diri. Dia menuju ke kamar kecil dan dia juga tergoda untuk melangkah ke pintu keluar.

***


Di dalam kamar kecil, dia bersandar ke dinding dan menarik nafas panjang. Apa yang kulakukan? Apa aku begitu gampangan? Aku sudah tunangan. Ayolah, kuatkan hatimu! Tapi, dia sudah sangat terangsang. Putingnya terasa sangat sensitif dan selangkangannya sudah basah kuyup.

Dia sudah memutuskan tak akan lari menghindar, dia tak mungkin lari setiap kali ada pria yang coba mengodanya. Dia hanya perlu kendalikan dirinya dan mengatasi situasi tersebut. Lagipula, Aldi akan tiba sebentar lagi. Dia rapikan gaunnya, dengan tangan yang masih sedikit gemetaran, dia ambil lipstiknya.

Jacques masih menunggu di tempatnya berada tadi dan bahkan dia sudah menyediakan sebuah kursi untuknya. Di atas meja bar, sudah menanti segelas minuman baru untuknya.

Mila berkata kalau dia ingin berdiri saja, tapi Jacques mendesaknya. Akhirnya Mila menerima karena sepatunya sudah terasa agak menyakitkan, tapi dia khawatir bagaimana nanti posisi duduknya di atas bar stool tinggi itu. Dia turunkan ujung gaunnya, tapi kembali tersingkap setiap kali dia silangkan kaki. Jacque dengan terang-terangan menatap hal itu. Kemudian Jacques perhatikan pangkal stocking yang dipakai Mila, yang mengintip dari balik ujung roknya yang tersingkap. Jacque membungkuk ke depan dan dia letakkan tangannya di paha Mila saat mereka berbincang.

Di tengah obrolan mereka, Jacques gerakkan tangannya naik sedikit demi sedikit hingga berhenti di ujung rok Mila. Jemarinya mulai bergerak pelan di pangkal stocking itu. Mila menatap tangan Jacques di atas pahanya, lalu kembali menatap Jacques. Dia tak tahu kenapa dia tak menghentikannya. "Apa kamu bertugas untuk memesan lingerie juga?" akhirnya dia bertanya, sedikit ekspresi marah di wajahnya.

Jacques tersenyum. "Aku ahli di semua busana berkualitas bagus, termasuk lingerie. Aku akan senang melihat apa lagi yang kamu pakai sekarang."

Mila kaget dengan kegamblangannya. Jacques mengingatkannya pada Bimo. Keduanya sangat berani dan blak-blakan. Mereka berbeda juga. Bimo sifatnya kasar dan arogan, Jacques lembut dan ramah. Tapi ujungnya, mereka serupa. Mereka mengambil apa yang mereka mau. Mereka tak meminta. Mereka mengambilnya begitu saja.

Mila membayangkan bagaimana rasanya tidur dengan Jacques. Apakah sikap halusnya itu akan membuatnya berbeda dengan Bimo? Dia membayangkan bagaimana jika, mendengar Jacques menyebutnya binal dan jalang dengan aksen Perancisnya yang romantis. Bayangan tabu tersebut membuatnya merinding.

"Kamu kedinginan?" tanya Jacques, tangannya menyentuh bahu Mila.

"Tidak," jawab Mila cepat, dia merasa malu. "Cuma memikirkan sesuatu saja."

"Baguslah," jawab Jacques sembari mengelus bahu telanjang Mila. "Kalau kamu kedinginan, aku akan merasa terhormat menawarkan jasku, tapi akan membuatku kecewa kalau kamu menutupi bahumu yang indah."

Mila tersipu. "Ingat, aku sudah bilang dan tunanganku aku tiba sebentar lagi." Untuk menguatkan ucapannya, dia angkat tangan kirinya, menunjukkan cincin tunagannya pada Jacques.

Jacques mendekat pada Mila, pura-pura mengamati cincin tersebut. Mila merasakan ereksi Jacques menekan ke pahanya.

Puluhan kupu-kupu serasa terbang menggelitik dalam perutnya. Dia semakin kuyup. Dia berusaha meraih gelas minumannya dan langsung dia teguk lagi, hanya itu yang mampu dia lakukan untuk untuk menenangkan diri, menutupi gemetar tubuhnya. "Kamu benar-benar percaya diri, ya?"

"Aku cuma mengamati cincinmu." Jacques kembali memegangi tangan Mila, berlagak lugu. "Seperti yang kubilang, ini sangat indah." Kemudian dengan lembut namun mantap, dia bimbing tangan Mila ke pahanya sendiri dan kemudian Jacques menata posisi duduknya hingga ereksi penisnya bersentuhan dengan tangan Mila. "Ukurannya besar," ucapnya dengan tersenyum.

Mila tersipu saat tangannya menyentuh selangkangan Jacques. Terasa besar dan begitu keras. Jantungnya berdegup liar dan nafasnya terasa berat. "Kamu nakal," ucapnya, memalingkan muka untuk menghindari tatapan tajan mata Jacques.

Jacques mengangkat kedua tangannya berlagak menyerah. "My dear Mila, ucapanmu membuatku sedih. Biarkan aku meluruskan, aku sedang membicarakan tentang berlianmu."

Mila tertawa, dengan cepat dia tarik tangannya dari selangkangan Jacques. Tubuhnya sedikit rileks. Jacques mengambil kesempatan itu dan kembali meletakkan tangannya di lutut Mila, dengan sigap bergerak ke dalam roknya. Nafas Mila tercekat saat dia merasakan tangan Jacques bergerak semakin naik. Dia menggigil saat jemari Jacques menyentuh permukaan kulitnya di atas stocking. Jemarinya sangat dekat pada vaginanya dan tak dia sangsikan, Jacques bisa merasakan kehangatan yang basah memancar dari pangkal pahanya. Puting buah dadanya semakin mencuat jelas dari balik gaunnya. Dia tak punya daya untuk menepiskan tangan Jacques.

Oh my God, apa yang kulakukan? Batin Mila, merasakan jemari Jacques semakin bergerak naik di balik roknya. Dia rapatkan kedua pahanya untuk hentikan perbuatannya. Jacques tersenyum dan membungkuk ke depan, berbisik di telinga Mila, "Ikutlah denganku, kantorku di dekat sini." Undangannya yang terus terang ditambah nafas hangatnya yang menghembus telinganya mengirimkan rasa dingin hingga ke sumsum tulang Mila.

Tolak ajakannya, dia perintahkan pada dirinya sendiri. Tampar mukanya dan jawab tidak. Tapi sebaliknya, dia dapati dirinya menjawab dengan lemah, "Tunanganku akan datang sebentar lagi."

Seakan diberi isyarat, handphonenya berdering. Akhirnya Aldi menelpon. Handphonenya ada di dalam dompetnya dan dompetnya ada di bawah. Dia membungkuk untuk mengambilnya dan saat melakukan itu dia harus meluruskan kakinya. Mila hampir saja menjerit saat tangan Jacques bergerak semakin naik dalam roknya. Posisi mereka sangat berdekatan di tengah keramaian bar tersebut hingga mustahil ada seseorang yang menyaksikan apa yang sedang dilakukan Jacques.


Mila langsung membuka handphonenya dan berkata, "Hi, Aldi?" Jemari Jacques berhasil menyentuh vagina telanjangnya. Dia tak memakai celana dalam sebab gaunnya tersebut sangat ketat dan karena sekarang adalah ulang tahun Aldi dan Mila tahu betul kalau Aldi akan sangat terangsang jika tahu dia tak memakai celana dalam.

Dia lihat Jacques tersenyum. Dia rasakan jemari Jacques menjelajahi sepanjang bibir vagina tak berambutnya. Dia coba merapatkan kedua pahanya, tapi Jacques tak bergeming. Dia tak mau membuat Aldi curiga di seberang telpon, jadi dia biarkan saja seorang pria lain memainkan jemarinya di selangkangannya saat dia sedang bicara dengan tunangannya di telpon.

"Aku di bar," ucapnya, saat dia rasakan jemari Jacques meluncur di antara bibir vaginanya.

"Maksudku, uhhh..." Mila gigit bibirnya untuk meredam suara desahannya saat Jacques mendorongkan satu jarinya masuk. "Maksudku, aku ada di bar di dalam resto."

"Nggak, aku baik-baik saja, aku... ahhh, god!" Mila mengerang tak tertahankan ketika Jacques menemukan kelentitnya "Kamu di, uhhh, kamu..."
Mila mencengkeram lengan Jacques, coba menghentikannya. "Kamu di mana?"

Jacques tersenyum nakal melihat kondisi dan ketidak nyamanan Mila. Dia tusukkan jari lainnya ke dalam dan kemudian dia mulai mengocok sembari ibu jarinya menggelitik kelentit Mila. "Ahhh... maksudku... uhhh... itu..." Mila kesulitan berkata saat Jacques terus mengocoknya. "Itu sayang sekali."

"Apa... ahhh... apa?" tanya Mila, sulit rasanya konsentrasi di bawah serangan. Dia pejamkan matanya raat, mencoba mengacuhkan apa yang dilakukan Jacques terhadapanya, tapi tak berhasil. "Hotel... ahhh... apa? Hotel XXX?" ucapnya di sela sengal nafasnya. "Kamar... uhhh... 403?"

Dia dorong lengan Jacques sekuatnya tapi tetap saja dia tak mau berhenti. God, dia akan membuatku orgasme! Mila sadar kalau dia harus segera tutup handphonenya. "Ok, aku akan ke sana, bye," semburnya dan langsung dia tutup handphonenya. Tak mungkin dia biarkan seorang pria asing membuatnya orgasme di tengah bar yang ramai. Dia rapatkan pahanya semampunya dan kembali dia dorong Jacques. "Please stop," rengeknya. "Please."

Jacques mengalah dan dia tarik tangannya. Dia usap jari basahnya dengan selembar serbet. Dada Mila berdebar keras. Dia butuh beberapa menit untuk mengatur nafasnya.

"Itu sangat jahat," akhirnya dia bisa berucap.

Jacques tersenyum, tapi tak menjawabnya. Sebaliknya, dia bertanya, "Aku artikan tunaganmu tak bisa datang kemari?"

Mila gelengkan kepala. "Sesuatu terjadi di kantor. Dia harus terbang ke luar kota."

Senyuman Jacques semakin melebar. "Jadi, dia tak akan pulang sampai besok."

Mila tak menjawab. Jantungnya berdegup kencang di dalam dadanya. Jacques hampir membuatnya orgasme. Dia tadi sudah begitu dekat saat dia paksa Jacques berhenti. Tubuhnya tebakar hebat oleh birahi.

"Apa maksud tunanganmu, soal hotel XXX?"

Mila merasa berat melanjutkan obrolan tersebut. "Hari ini ulang tahunnya," akhirnya dia bisa berkata.

Wajah Jacques berbinar mengerti. "Ah. I see. Dan tunanganmu sudah booking kamar di hotel XXX, lalu setelah dinner, kamu bisa membantunya merayakan ulang tahunnya? Kamar 403?"

Mila mengangguk, menghindari tatapan Jacques. Dia tahu ke mana arahnya ini dan dia takut dengan apa yang mungkin dia lakukan. "lari!" dia perintahkan dirinya. "Kamu nggak boleh lakukan ini! Ini ulang tahun Aldi, kamu nggak boleh lakukan!"

"Dan dia mengabarkan ini padamu, untuk apa? Untuk membatalkan bookingannya?"

Mila ragu, tapi akhirnya dia gelengkan kepalanya. "Sudah terlambat dibatalkan. Dia memintaku untuk mengambil sesuatu yang ketinggalan di kamar itu."

Jacques menyeringai. Tangannya kembali memegang lutut Mila. "Sangat sayang kalau menyia-nyiakan bookingan kamar di hotel XXX."

Mila tutupi tangan Jacques dengan tangannya, coba hentikan serangan Jacques. "Please," dia memohon dengan sisa kekuatannya. Dia tak punya daya untuk mencegah ini terjadi, tapi mungkin saja Jacques akan melakukan hal yang benar. "Aku sudah tunangan. Kami akan menikah bulan depan."

"Mila, aku tak pernah punya maksud memaksamu, ataupun melakukan sesuatu yang tak kamu mau," ucapnya dengan lembut, menenangkan. Dia tawarkan tangannya. "Aku hanya menawarkan untuk menemanimu ke kamar hotel itu. Aku akan benci kalau kamu ditemani pria lain manapun di bar ini, siapapun saja yang sudah menatapmu dengan lapar."

Mila tak mampu bergerak. Tentu saja dia tak percaya Jacques, tapi dia sungguh bingung. Tubuhnya terbakar hebat. Dia sungguh membutuhkannya. Beberapa saat berlalu. Akhirnya Mila dapati dirinya turun dari atas bar stool. Tapi ini serasa di luar kesadarannya. Rasanya bukan dirinya yang turun dari bar stool, itu orang lain, seseorang lain yang mirip dirinya. Bagaikan roh yang melayang di antara kerumunan orang, dia lihat dirinya memegangi lengan Jacques. Dia saksikan dirinya dibimbing keluar oleh Jacques dari bar tersebut, dengan canggung menoleh ke sekitarnya dan berharap tak dia lihat seseorang yang dia kenal.

Tapi luput dari pandangannya di ruangan tersebut, tak pernah dia lihat tunangannya, Aldi bersembunyi di tengah kerumunan orang, menyaksikan semua gerakannya.

***

Jacques menutup pintu kamar 403 dan langsung merengkuh Mila ke dalam pelukannya. Mila merasa bersalah memikirkan tunangannya Aldi. Ini adalah hari ulang tahunnya, tapi bukannya merayakan bersamanya, dia malah akan menyerahkan dirinya pada pria lain. Tapi semua pikiran tersebut segera musnah kala Jacques melumat bibirnya, dengan penuh gairah menjelajah mulutnya dengan lidahnya.

Mila sudah memututuskan untuk tidur dengan Jacques ketika dia meninggalkan bar bersamanya. Meskipun sebelum pergi ke bar, gejolak birahi Mila sudah memuncak karena rasa frustrasi seksualnya, Jacques yang mencumbunya dengan jemari hingga hampir membuatnya orgasme di bar tadi, semakin menyirami kobaran apinya dengan bensin saja. Perasaan bersalahnya akan dia pikir lagi nanti. Sekarang, dia butuh Jacques untuk memadamkan kobaran api dalam tubuhnya.

Jacques menggapai ke belakang tubuh Mila untuk menurunkan resleiting gaunnya. Mila hampir melompat mundur secara refleks saat Jacques menurunkan spaghetti straps dari bahunya, tapi kemudian dia membiarkan gaunnya jatuh begitu saja ke atas lantai. Dia merasa jengah saat Jacques melangkah mundur dan dengan ekspresi lapar memandangi lekuk tubuhnya.


"My god Mila, you're perfect," ucapnya kagum. Lalu kembali Jacques memeluknya, sepasang bibir menempel rapat, tangan Jacques menangkup buah dadanya yang kecil namun kencang sempurna. Mila merasakan gundukan besar di celana Jacques menekan keras perutnya. 
Jacques mendorong Mila ke atas ranjang dengan lembut. Dengan cepat dia lucuti pakaiannya sendiri, sebuah senyum penuh keyakinan diri terkembang di wajahnya. Dia miliki tubuh yang tegap dan kekar.


Jantung Mila semakin berdetak kencang saat Jacques mulai menurunkan celana dalamnya. Celana dalam itu sudah terlihat menggembung besar, tapi tetap saja membuat Mila jadi menahan nafasnya saat Jacques mulai menurunkan celana dalamnya hingga paha. Mila nyaris terpekik saat dia melihat batang penisnya. Batang penis tergemuk yang pernah dia lihat. Mungkin tak sepanjang milik Bimo, tapi tetap lumayan panjang dan begitu besar. Dan Jacques tidak disunat, sesuatu yang belum pernah dia rasakan. Mila merinding penuh gairah menyaksikannya dan kemudian dia jadi tersipu saat tahu Jacques memperhatikannya dengan tersenyum.

Jacques menyusul Mila ke atas ranjang dan tehnik yang dia miliki sungguh mengagumkan. Dia habiskan seluruh waktunya menjelajahi seluruh area rangsangan yang ada di sekujur tubuh Mila. Bibir Jacques begitu lembut dan dia begitu ahli dalam berciuman. Jacques membuatnya jadi liar saat lidahnya mencumbu telinga dan celah pantatnya. Tubuhnya telah terbakar hebat kala akhirnya Jacques bermuara di vaginanya. Mila selalu menjaga bibir vagina hingga lubang anusnya bersih tak berambut, hanya menyisakan rambut tipis yang tercukur rapi di atas vaginanya. Jacques menjilati kulit lembut tanpa rambut yang super sensitif di antara lubang anus dan vagina Mila, yang membuat jiwa Mila seakan keluar dari raganya.

Saat akhirnya lidah Jacques menyentuh bibir vaginanya, Mila merasa dia akan pingsan saja. Jacques menjilatinya naik dan turun, berulang-ulang, setiap kali lidahnya hanya sedikit menggoda kelentit Mila. Jacques menggodanya begitu yang terasa tanpa ujung. Hingga Mila melepaskan jerit erangan birahi penuh kepuasan saat akhirnya Jacques bergerak naik menindih tubuhnya.

Batang penisnya yang begitu gemuk, walaupun Mila telah begitu basahnya melebihi yang pernah dia alami, tetap saja membutuhkan beberapa menit nan panjang bagi Jacques untuk bisa membenamkan batang penisnya seutuhnya. Tapi selanjutnya, Jacques berubah layaknya binatang liar. Dia sodokkan batang besarnya, membuat tubuh mungil Mila seakan tenggelam ke dalam ranjang. Orgasme pertama Mila datang dengan cepatnya dan itu terasa tanpa jeda. Dalam beberapa menit lamanya, ombak kenikmatan orgasme menyapu sekujur tubuhnya.

Jacques mempunyai stamina yang menakjubkan. Namun pada akhirnya, Mila dapat merasakan Jacques sudah berada di ambang batasnya juga. Tubuh kekarnya berubah mengejang dan batang penisnya terasa semakin bertambah besar dan keras saja. Dengan sisa kendali dirinya yang tersisa, Mila berkata, "Jacques... ini bukan waktu yang aman buatku... keluarkan di luar, okay?"

Jacques sudah terlalu jauh tersesat dalam kungkungan birahi untuk meresponnya. Dia terus mengocok dengan keras dan cepat, semakin bertambah dekat di ambang batas pelepasannya dan menyemburkan sperma sehatnya di rahim subur Mila.

Mila tak bisa membiarkannya. Sekarang adalah periode paling suburnya. "Keluarkan di mulutku, Jacques," desaknya. "Aku ingin merasakanmu. Aku ingin menelan semua milikmu."

Jacques tetap tak menjawab. Dia terlihat seperti kerasukan, kedua matanya terpejam begitu rapat. Mila merasakan tubuh Jacques mengejang, dia sadar kalau Jacques akan keluar sebentar lagi. "Keluarkan di wajahku, Jacques!" desaknya panik, berusaha sebisanya agar Jacques mencabutnya. "I want you to fuck my face, keluarkan di wajahku, aku ingin, please, cabut dan keluarkan di wajah dan rambutku, please!"

Tapi itu tak berhasil. Dengan geraman keras, tubuh kekar Jacques mengejang dan dia mulai ejakulasi. "TIDAK, JACQUES! JANGAN!" Mila berteriak saat dia rasakan semburan pertama dari sperma Jacques menembaknya. "JANGAN, JACQUES! CABUT! CABUT!" dia teriak dengan panik.

Teriakan Mila memecahkan kerasukan birahi Jacques. Dia terlihat kaget dan tersadar, dia cabut keluar, tapi semua sudah terlambat.

"Oh tidak, oh tidak," ratap Mila, menyadari Jacques telah terlanjur menumpahkan sperma yang subur dalam rahimnya sebelum dia mencabutnya. Seakan menguatkan hal itu, sperma Jacque meleleh keluar dari pangkal pahanya saat Mila bergegas menuju kamar mandi. Dengan cepat dia langsung mandi dan berusaha sebisanya untuk membersihkan sperma Jacques dari dalam vaginanya. Tapi tetap saja dia tak bisa membersihkan semuanya, Jacques menyemburkan spermanya begitu banyaknya.

***


Keesokan sorenya, Mila menunggu Aldi pulang dari perjalanan bisnisnya dengan cemas. Dia kenakan bustier hadiah Valentine (yang telah dia bersihkan setelah kejadian dengan Bimo waktu lalu), stockings dan stiletto heels. Setelah apa yang terjadi dengan Jacques malam sebelumnya, dia butuh agar tunangannya bercinta dengannya serta membuatnya keluar di dalam.

Mila langsung menyeret Aldi ke kamar begitu dia pulang. "Ada acara apa nih?" tanya Aldi saat dia elus bahan sutera dari bustiernya, dia remas buah dada tunangannya yang mempesona.

"Aku sangat merindukanmu," bisik Mila di telinganya saat dia bimbing Aldi memasuki tubuhnya.

"Kondomnya gimana?" tanya Aldi.

"Nggak usah pedulikan itu," Mila meyakinkannya.

"Tapi sekarang masa suburmu."

"Nggak apa-apa, kita akan segera menikah sebentar lagi."

Aldi sudah sangat ereksi, tapi Mila khawatir dia akan langsung melemas seperti yang terjadi belakangan ini. Dia gesekkan pahanya di paha Aldi, dia tahu kalau tunangannya suka sensasi dari bahan sutera dari stockingnya. Lalu dia tekan ujung stiletto heels yang dia pakai pada bagian belakang paha Aldi hingga membekas, karena dia tahu betul kalau tunangannya ini suka hal itu. Saat Aldi mulai hampir ejakulasi, dia kaitkan kedua lengan dan pahanya melingkari tubuh Aldi, memastikan Aldi akan berejakulasi di dalam tubuhnya.

Aldi mencabut penisnya lalu pergi ke kamar mandi. Setelah pintunya ditutup, Mila menggapai ke bawah dan meraba bibir vaginanya. Seperti yang dia takutkan, Aldi tak begitu banyak keluarkan sperma, seperti biasanya.

***


Dua minggu kemudian, Mila pulang dari toko obat. Dengan gugup menjinjing sebuah tas kecil dari kertas, dia menuju kamar mandi. Dengan penuh rasa takut, dia lakukan test dua kali, tapi dia sudah tahu apa hasilnya.

Dia keluar dari kamar mandi dan menjumpai Aldi yang sedang duduk di kursi dapur, membaca koran. Dia membungkuk, mengalungkan lengannya ke leher Aldi.

"Honey?" tanyanya ragu.

Aldi memandang dari balik koran, ke wajah tunangannya yang cantik. Mila terlihat mau menangis. "Ada apa, Mil?"

Mila tunjukkan alat test kehamilanya. "Aku hamil," ucapnya, air mata menetes di pipinya.

Wajah Aldi berubah girang dan langsung dia peluk tubuh tunangannya. "Oh honey, ini kabar yang hebat! Jangan menangis, kita akan menikah bulan depan, nggak ada seorangpun yang akan tahu. Aku pria paling beruntung di muka bumi. Aku akan menikah dengan wanita terhebat, tercantik di muka bumi dan kita akan punya bayi."

Mila paksakan sebuah senyuman dan balas memeluk Aldi. Dia sangat mencintai Aldi. "Kumohon Tuhan," dia berdo’a dalam hati. "Jadikan ini bayinya." Tapi dia teringat betapa banyak Jacques tumpahkan sperma dalam rahimnya, jauh lebih banyak dibandingkan milik Aldi. Dia teringat betapa dalamJacques memasuki tubuhnya, jauh lebih dalam dibanding batang penis Aldi yang kecil mampu menjangkau. Dan Aldi bercinta dengannya sehari setelahnya.

***


"Ada apa nih?" tanya Bimo, sambil duduk. "Sudah lama sekali kamu nggak mengajakku makan siang. Akhirnya kamu memaafkanku soal yang di kereta? Kamu tahu kan, aku hanya..."

"Aku hamil," potong Mila.

Ucapan Mila sangat mengejutkan Bimo. "Wow," ucapnya, ekspresi wajahnya menggambarkan apa yang dia rasa. Lalu dia paksakan untuk tersenyum. "Well, itu bagus. Lebih cepat dari harapanku, tapi what the hell. Congrats, untuk kalian berdua, kamu dan Aldi."

Mila menunduk. Bimo melihat kegelisahan di wajah Mila dan dia segera faham. "Tunggu sebentar," ucapnya pelan. "Ayahnya bukan Aldi?"

Mila mengangkat kepala, menatap Bimo dan kemudian mengangguk.

Mata Bimo terbelalak lebar. Lalu terbersit sesuatu di kepalanya yang membuatnya gembira. "Bayiku?"

Mila terlihat kaget, tapi kemudian dia sadar itu pertanyaan yang wajar. Hal itu membuatnya semakin merasa begitu murahan. Kembali dia gelengkan kepala. "Bukan," dia menjawab dengan suara begitu lirih, seakan tak ingin orang-orang di sekitar mereka mendengarnya. "Aku ketemu dengan seseorang di bar. Ini hanya one night stand saja."

Bimo berusaha sembunyikan kekecewaannya. Dia akan senang sekali menaklukkan Mila. Dia mengangkat bahunya, coba sembunyikan rasa kecewa dan sakitnya. "Lalu, kenapa kamu ceritakan padaku? Kenapa nggak kamu ceritakan saja pada si tuan One-Night-Stand?"

Sekarang giliran Mila yang terkejut. "Kenapa kamu nggak berhenti bersikap menjengkelkan dan jadi temanku? Aku sedang dalam masalah. Aku butuh bantuan."

Bimo diam, coba mengontrol amarahnya. Mila tak pernah membalas telponnya sejak pesta pertunangannya. Sekarang dia sudah dihamili oleh pria yang benar-benar tak dikenal. Kalau Mila ingin sex, kenapa tak menghubunginya saja? Dia sungguh marah pada Mila dan dia ingin Mila tahu itu. Tapi ini bukan waktunya, tidak jika dia masih ingin mendapatkan kenikmatan dari tubuh Mila lagi.

"Oke, oke," jawabnya dengan suara yang lebih lembut, memaksa dirinya untuk terdengar wajar. "Aku minta maaf. Apa Aldi tahu?"

"Ya. Dia pikir ini bayinya."

"Kamu yakin bukan dia ayahnya?"

Mila kembali menunduk. "Ya, sangat yakin," jawabnya. Dia tatap Bimo. "Apa yang harus kulakukan? Kamu tahu pandanganku tentang aborsi."

Bimo mengamati Mila. Matanya merah, rambutnya kusut. Dia tak memakai makeup sama sekali dan hanya mengenakan celana jeans biasa, kaos putih dan sepatu kets. Diluar itu semua, Mila tetap terlihat menggairahkan. Meskipun jeans yang paling sederhana sekalipun tak akan bisa menyembunyikan pantatnya yang indah, sepasang paha jenjangnya serta bahan kaos putihnya lumayan tipis untuk memperlihatkan bra berenda yang dia pakai. Melihat itu, Bimo teringat betapa sempurnanya bentuk buah dada Mila.Meskipun sekarang dia tahu Mila hamil, itu sama sekali tak mengganggunya. Bahkan itu semakin membuat birahinya tergelitik. Bimo merasa penisnya mengeras. Bayangan bersetubuh dengan Mila yang hamil, perutnya yang besar dengan jabang bayi di dalamnya, buah dadanya yang membesar, sangat menggugah birahinya.

"Menurutku kamu jalani saja dan lahirkan bayinya," kata Bimo. "Biarkan Aldi menganggap itu bayinya."

"Sungguh?" tanya Mila, wajahnya berangsur cerah. "Apa nggak masalah kalau nggak memberitahu dia yang sebenarnya?"

"Dia bahagia kan? Memberi tahunya hanya akan membuat kacau, karena apapun yang terjadi berikutnya, dia nggak akan senang dan juga kamu. Dengar, ini sering terjadi. Ini nggak perlu merusak kehidupanmu. Aldi pikir ini bayinya. Biarkan dia terus menganggap begitu. Dengan begitu, nggak ada seorangpun yang tersakiti."

Mila merasa lega. Dia merasa seakan beban yang maha berat telah terangkat dari bahunya. "Ok, baiklah, kurasa aku akan melakukannya. Kamu benar, mengatakannya pada Aldi hanya akan menyakitnya."

Mila meremas tangan Bimo. "Thanks, Bimo. Kamu benar-benar sahabatku hari ini. Aku nggak akan melupakannya."

Bimo tersenyum dan dia dapatkan sebuah kecupan di pipi dari sahabatnya yang cantik. Dia ucapkan selamat pada dirinya sendiri dalam hati. Dia telah mainkan hal ini dengan sempurna. Tak akan butuh waktu lama lagi dia akan bisa membenamkan batang penisnya ke dalam vagina nikmat milik Mila lagi.

***

Pada waktu yang sama, saat Bimo memikirkan cara untuk mengajak Mila naik ke ranjangnya kembali, Aldi sedang berada di kantornya, menyaksikan sebuah video di komputernya. Dia punya dua video Mila sekarang. Yang pertama diambil oleh detektif bayarannya beberapa bulan lalu, video yang berisi adegan Mila dengan Bimo.

Yang kedua, kualitas gambarnya kalah bagus, tapi lebih menarik. Tak diragukan karena dia sendiri yang mengambil gambarnya, hanya beberapa minggu lalu, saat dia bersembunyi di dalam almari di kamar nomer 403 Hotel XXX ketika tunangannya membiarkan seorang pria lain menikmati keindahan tubuhnya. Dia harus bergegas untuk mendahului Mila dan pria tersebut sampai di kamar hotel itu terlebih dahulu. Kualitas video dari handphonenya kurang begitu bagus, tapi dari dalam almari tersebut memberinya sudut pandang yang sempurna ke arah ranjang. Meskipun hanya dari sebuah celah kecil di balik pintu, dia bisa merekam dan mendengar semuanya.

Dia tak bisa menerima Mila bersama pria lain. Dia hampir gila oleh rasa cemburu. Mila bilang cinta padanya, bersedia menikah dengannya. Bagaimana bisa dia menghianatinya? Bagaimana dia bisa membiarkan seorang pria yang tak dikenalnya, merayunya dan bahkan menikmati tubuhnya tepat di hari ulang tahunnya?

Tapi salah satu bagian dirinya begitu mabuk kepayang menyaksikan Mila menyetubuhi pria lain. Dia tak tahu kenapa, dia tak bisa menjelaskan gairah aneh tersebut. Bahkan dia sering saat bekerja, mengunci pintu kantornya dan beronani sambil melihat berulang kali kedua video tersebut di komputernya.

Dia sudah tahu bayi yang dikandung Mila bukanlah miliknya. Dia merasa dihianati. Bahkan yang lebih parah, Mila berusaha menghilangkan jejak dengan mengajaknya bercinta pada malam berikutnya dan membuatnya ejakulasi di dalam. Tak pernah Mila mengijinkannya keluar di dalam, dia selalu memaksanya memakai kondom atau kalau tidak, berejakulasi di luar. Tapi, dia biarkan seorang pria tak dikenal merayu, menyetubuhi dan menyemburkan spermanya di dalam, di periode masa suburnya. Aldi merasa sangat dihianati oleh Mila.

Tapi memikirkan Mila dengan pria tersebut malah membuat batang penis Aldi mengeras lagi. Di saat itu, saat dia birahi, perasaan dihianati serta cemburu semakin menyulut nafsu birahinya, bagaikan bensin yang disiramkan pada kobaran api. Setelah memastikan pintu kantornya terkunci, dia mulai nyalakan video tersebut di komputernya dan dia keluarkan batang penisnya dari dalam celana.

***


Satu bulan kemudian...

Mila menutup pintu lalu berjalan masuk ke dalam kamar tidurnya. Dia menginap di rumah orang tuanya malam ini dan mereka baru saja pulang dari persiapan acara makan malam. Aldi menginap di hotel. Dia tak boleh menemui calon pengantinnya lagi hingga besoknya, saat hari pernikahan mereka.

Mila memandang dirinya di cermin. Kehamilannya belum nampak, thank goodness. Dia ingin terlihat cantik untuk Aldi besok dalam gaun pengantinnya.

Dia merasa begitu horny. Hormon tubuhnya jadi menggila. Dia belum merasakan morning sickness. Tapi hormonnya membuat dia lebih horny dari biasanya. Dia pernah membaca kalau itu sering terjadi. Kehidupan seksnya dengan Aldi tidak berangsur membaik, tapi rasa cintanya pada Aldi jauh lebih besar dari yang pernah dia rasakan terhadap semua pria sebelumnya. Namun dia jadi serasa gila oleh tuntutan seksual yang dirasakannya, tapi dia selalu yakinkan dirinya sendiri bahwa itu semua akan mereda setelah hormon tubuhnya kembali normal.

Memandang dirinya di cermin, seakan memandang seseorang di dalam TV, dia lepas kancing blousnya dan membiarkannya jatuh, lalu tangannya bergerak ke dadanya. Jemarinya menyusuri bra yang dia pakai, mengikuti pola rendanya. Lalu dia gerakkan jarinya melingkar di atas putingnya. Putingnya bereaksi dan mulai mengeras di dalam branya.

Dia singkapkan roknya dan tangannya yang satu lagi menyusup ke balik celana dalamnya. Satu tangan mengelusi dadanya, satunya lagi menjelajah di balik celana dalamnya. Dia terus pandangi dirinya di dalam cermin, berhayal tangan Aldilah yang sedang menyentuhnya. Tapi itu tak berhasil. Meskipun merasa sedikit bersalah, dia berhayal seorang pria tak dikenal tengah menyentuhnya, seorang pria dengan tubuh kekar dan memiliki batang penis yang besar. Lalu hayalannya berganti, pria itu adalah Bimo. Bukankah tidak dosa jika hanya berhayal, kan? Itu tidak selingkuh. Dia pejamkan mata kala berhayal sedang disetubuhi Bimo, batang penisnya yang panjang menusuknya demikian dalam, tangannya yang kekar menggerayangi sekujur tubuhnya.

Suara jendela kamar yang berderik, mengagetkannya. Dia buka matanya dan menoleh ke arah jendela.

Itu adalah Bimo.

Mila langsung melompat dan memakai jubah mandinya. Dia buka jendela kamarnya.

"Kamu terlihat cantik." puji Bimo, dia tarik sedikit jubah mandi Mila ke samping dan mengintip bra yang dipakai Mila.

Mila rapatkan kembali jubah mandinya dan dan melotot galak pada Bimo. "Mau apa kemari?"

Bimo angkat ujung jubah mandi Mila, lumayang tinggi hingga memperlihatkan pangkal stockingnya. Bimo melirik paha jenjang dan kencang milik Mila. "Aku kangen kamu. Kamu begitu menggoda. Aku harus setubuhi kamu untuk yang terakhir, sebelum kamu menikah."

Mila terperanjat dengan keterus-terangan Bimo. Mila kira Bimo mengerti kalau hubungan khusus mereka sudah berakhir. Dia turunkan ujung jubah mandinya.

"Kamu sedang membayangkanku, kan?" tanya Bimo, dia buka kembali jubah mandi Mila.

Mila tersipu malu. Bimo tersenyum penuh kemenangan, menyaksikan jawabannya di wajah Mila. Dia ulurkan tangannya dan menangkup buah dada Mila.

Mila rasakan remasan jari Bimo pada putingnya. Dia paksakan diri untuk bergerak mundur, menjauh dari jangkauan Bimo dan kembali dia rapatkan jubah mandinya. "Kamu harus pergi. Keluargaku ada di bawah dan aku akan menikah besok."

"Oh, jadi kalau kita sendirian, kamu mau?"

"Bukan itu maksudku."

"Kurasa iya." Bimo membungkuk dan menciumya. Mila mendorongnya mundur, tapi Bimo memaksa. "Kamu sama menginginkannya sepertiku," ucapnya saat dia cium Mila lagi. "Aku bisa rasakan, kamu sudah horny nggak karuan." Bimo tarik jubah mandi Mila melewati bahunya dan menjatuhkannya ke atas lantai.

"Satu kali lagi, Mila. Satu kali lagi demi masa lalu. Bayangkan bagaimana nikmat rasanya."

Mila rasakan lidah Bimo menjelajah dalam mulutnya. Benak Mila silih berganti antara panik dan terangsang lalu panik lagi. Orang tuanya ada di lantai bawah sekarang ini.

Bimo membelai buah dada Mila. Dia rasakan puting Mila mengeras dan diapun tersenyum, mengetahui dia sudah berhasil mendapatkan Mila. Menyetubuhi Mila di malam sebelum dia menikah akan jadi penaklukannya yang terbesar. Mungkin saja dia akan menyuruh Mila memakai baju pengantinnya, menyetubuhinya dengan memakai itu. Bimo bayangkan Mila berjalan menuju altar, dengan bercak-bercak bekas spermanya yang mengering pada gaun pengantinnya.

Bimo julurkan tangannya ke pangkal paha Mila dan tusukkan jarinya ke dalam vagina Mila. Brengsek, si binal ini sudah basah kuyup! Bimo merasa gembira mendengar Mila melenguh saat dia mengocoknya dengan jarinya. Sialan, ini akan jadi lebih gampang dari yang dia kira.

"Rasakan ini," kata Bimo, menekankan ereksinya ke perut Mila. Kemudian dia genggam tangan Mila dan membuatnya memegang batang penisnya. "Kamu kangen batang besarku?"

Mila rasakan sekujur tubuhnya disengat rangsangan saat dia sentuh batang penis Bimo. Terasa begitu keras dan besar. Mila merasa lututnya lemas, vaginanya terbakar birahi, tubuhnya mendambakan kepuasan seksual. Tapi dia tak bisa menghianati Aldi lagi, dia tak bisa, tidak di malam sebelum dia menikah!

"Nggak, Bimo, jangan," protesnya dengan sisa kekuatan terakhirnya, dia dorong Bimo menjauh.

Bimo tersenyum dan menarik tubuh Mila kembali. "Kamu ingin kasar, hah? Ok, aku bisa melakukannya." Dia sentakkan turun resleiting rok Mila dan dengan kasar membetotnya turun hingga lantai, kemudian dia renggut paksa hingga robek celana dalam Mila, menyisakan si calon pengantin yang cantik hanya memakai thigh highs dan sepatu. Dia hempaskan Mila ke atas ranjang, hingga ranjang tersebut berderit keras menghantam dinding. Dia lepaskan baju dan celananya, mengeluarkan batang penisnya.

Mila tak bisa mencegah memandangi tubuh Bimo dengan hasrat tertahan. Hampir dia lupakan betapa mengagumkan Bimo terlihat, begitu kekar dan gagah. Serta urat yang menghiasi bagian sisi batang penisnya yang panjang dan gemuk membuat Mila gemetar menanti. Dia tak pernah bisa menolak Bimo dan sekarang ini, hormon tubuhnya begitu menggila, tubuhnya mendambakan Bimo melebihi yang pernah dia rasakan selama ini.

"Mila, sayang," terdengar suara dari luar kamar. "Kamu nggak apa-apa? Kurasa aku dengar suara keras tadi."

Mila dan Bimo sama-sama menatap pintu kamar. "Oh my god, itu mamaku!" bisik Mila cepat, wajahnya memancarkan campuran rasa lega dan kecewa. Suara mamanya telah mengembalikan kesadarannya. "Pergilah sekarang, atau aku janji akan teriak."

Bimo nyaris tertawa. "Kamu nggak akan berani," tantangnya.

"Aku berani sumpah, Bimo. Kalau kamu nggak pergi sekarang, aku akan teriak diperkosa!"

Bimo sadar Mila serius. "Brengsek Mila, kamu tega melakukan ini padaku, setelah semua kenangan kita bersama selama ini?" lalu dia menunjuk pada penisnya yang begitu keras."Apa yang harus kulakukan dengan ini?"

"Mila, sayang, kamu nggak apa-apa?" mereka dengar mama Mila memanggil. Suaranya terdengar mendekat, mamanya tentu sedang menaiki tangga, dan sebentar lagi akan mengetuk pintu kamar tersebut. Mila sadar kalau dia butuh kerja sama dari Bimo. Dia tak punya waktu untuk berdebat dengan Bimo lagi, dia butuh kerjasamanya sekarang juga, atau mereka akan tertangkap basah.

"Ok, ok, ok," bisik Mila cepat. "Sembunyi di dalam almari pakaian, dan... dan..."

Dia berhenti, berpikir dengan cepat, memikirkan pilihannya.

"Sembunyilah dalam almari dan akan kuberi kamu blowjob, akan kuhisap kamu sampai keluar." Mila melihat Bimo merengut padanya. "Itu pilihan terbaik yang bisa kamu dapat!" desisnya pelan. "Atau, aku akan teriak perkosaan!"

Mereka dengar suara langkah kaki tepat di depan pintu. Bimo tahu dia tak punya pilihan. Dia mengangguk setuju, lalu menghilang ke dalam almari.

Pintu kamar diketuk. Dengan cepat Mila pakai jubah mandinya dan bukakan pintu. "Hai ma," ucapnya, dia paksakan untuk tersenyum. "Nggak apa-apa, aku cuma terpeleset saja kok."

Mamanya terlihat khawatir. Dia tepuk pelan perut Mila. "Kamu harus hati-hati, sayang, kamu punya yang berharga sedang tumbuh di dalam sini."

"Aku tahu ma," jawab Mila, berusaha terdengar riang. "Aku hanya sedikit gelisah menunggu besok. Selamat tidur."

Sesaat kemudian, Bimo menghambur keluar dari dalam almari sambil menyeringai.

"Aku senang kamu menikmatinya," kata Mila sinis.

"Well, sebenarnya aku lebih suka menyetubuhimu, tapi aku sudah temukan cara agar blowjob jadi menarik."

Mila melotot padanya. "Kamu nggak pernah komplain soal blowjob sebelumnya." Mila mengisyaratkan Bimo untuk duduk di ranjang. "Ayo, kita selesaikan ini."

"Nggak usah buru-buru," kata Bimo, dia duduk di tepi ranjang. "Partama, buka pakaianmu."

Mila ragu, kemudian dia angkat bahunya. Apa bedanya? Bimo sudah sering melihat tubuhnya. Dia lepaskan tali jubah mandinya dan menjatuhkannya ke lantai, lalu dia berlutut di antara paha Bimo.

"Kubilang, nggak usah buru-buru. Temanmu memberimu sebuah bustier baru, kan? Sarah cerita padaku. Kamu akan memakainya besok, di dalam gaun pengantinmu? Pakai sekarang."

Mila melotot pada Bimo. Dia tahu apa yang Bimo mau. Bimo ingin jadi pria pertama yang akan menyentuhnya dalam balutan bustier tersebut. Jadi pria pertama yang akan berhubungan seks dengannya saat memakai itu. Untuk mengalahkan Aldi tentunya.

"Cepatlah," desak Bimo dengan seringai jahatnya. "Ini akan jadi lebih cepat kalau kamu turuti apa yang kukatakan."

Mila sadar kalau Bimo benar. Lagipula, dia tak punya waktu untuk berdebat dengannya. Mama atau saudaranya bisa saja datang setiap saat. Dia harus mengeluarkan Bimo dari kamarnya dan dia harus melakukannya dengan segera.

Sambil mengangkat bahunya, Mila bangkit dan mengambil bustier tersebut dari tumpukan lingerie pengantinnya. Warnanya putih tulang dan terbuat dari sutera mahal, berhiaskan corak renda yang rumit, sebuah bustier pengantin bergaya klasik. Dia kenakan di tubuhnya, lalu mulai memasangkan garter straps ke thigh highs yang sudah dia pakai.

"Bukan yang itu," kata Bimo, menggelengkan kepala. "Pakai yang akan kamu pakai besok."

Mila melotot pada Bimo, tapi mereka berdua tahu Mila tak punya waktu untuk berdebat. Dia lepas thigh highs hitam yang dia pakai tadi, kemudian dia ganti dengan yang berwarna putih. Stocking untuk gaun pengantinnya memiliki bagian pangkal berenda yang lebar dan dia kaitkan dengan straps bustiernya.

"Dan sekarang sepatunya. Pakai yang untuk besok juga."

Mila sudah tak ingin memelototi Bimo lagi kali ini. Dia ambil sepatu untuk pernikahannya besok, bertekstur sutera warna putih tulang dan memiliki tumit setinggi 3 inchi, dia memakainya.

"Bagus, sangat cocok," puji Bimo. "Aldi benar-benar pria beruntung. Sayangnya dia nggak bisa memuaskanmu seperti aku." ejeknya. "Satu lagi. pakai kerudungnya."

Mila ragu, dia rasa Bimo sudah keterlaluan. Tapi dia juga sudah terlalu lama berada dalam kamarnya. Akhirnya dengan enggan dia kenakan kerudung pengantinnya.

Setelah Mila memakainya, Bimo kembali mengangguk kagum memandanginya. Mila terlihat memukau, lugu dan sekaligus binal juga, selayaknya mimpi basah dari semua top model bugil majalah pria dewasa. "Ayo," perintahnya, dia buka pahanya lebar. "Kamu tahu apa yang harus kamu kerjakan."

Mila berlutut dan dia genggam batang penis Bimo. Selalu saja membuatnya kagum, meskipun kedua telapak tangannya menggenggam bertumpukan, masih tetap ada bagian yang tersisa.

Seingat Mila, belum pernah dia rasakan batang penis Bimo sekeras sekarang ini dan kelihatannya batang tersebut berdenyut mengundangnya. Dia tepiskan kerudungnya ke samping dan mulai memasukkan ujung penis Bimo ke dalam mulutnya, kedua tangannya masih tetap menggenggam di bawah. Kerudungnya jatuh menutupi wajahnya dan dia kembali tepis ke samping lagi, kali ini ke belakang telinga, berharap tidak jatuh ke depan lagi. Dia tak mau jadi ternoda oleh cairan pre-cum Bimo.

Susah payah Mila masukkan batang penis Bimo ke dalam mulutnya. Dia hampir lupa bagaimana cara memblowjob batang penis dengan ukuran yang besar. Bagaimana sulitnya. Dan juga, betapa menyenangkannya.

Dia tergoda untuk memainkan jarinya di vaginanya sendiri. Itu yang selalu dia lakukan dengan Bimo waktu dulu. Mila akan memainkan vaginanya dengan jarinya sendiri, saat Bimo setubuhi mulut dan wajahnya. Tapi rasa marah dan bencinya mencegah Mila melakukan hal itu. Dia tak mau memberi Bimo rasa puas, tak ingin Bimo merasa kalau dia menkmati semua ini barang sedikitpun.

Bimo tak sanggup bertahan lama. Dengan cepat dia mulai menggelinjang tak karuan. Dengan susah payah Mila berusaha untuk tak melepaskan batang penis Bimo dari mulutnya. Kemudian tubuh Bimo mengejang, pahanya mengencang, pantatnya terangkat naik dari atas ranjang dan dia berejakulasi, mengerang puas saat orgasme menyengat tubuhnya.

Mila tetap berusaha agar bibirnya terus mengunci kepala penis Bimo. Dia berusaha untuk menelan semua sperma yang disemburkan Bimo, dia tak mau sampai menodai busana pengantinnya. Tapi Bimo tak akan membiarkannya. Dia lepaskan paksa mulut Mila dari penisnya, lalu dengan kejamnya dia sembur wajah, rambut, kerudung dan bustier Mila dengan spermanya yang kental.

"Argh, bajingan kamu!" teriak Mila sembari berlari ke kamar mandi dalam kamar tidurnya. Dia ambil handuk dan berusaha semampunya untuk menghapus sperma Bimo dari kerudung dan bustiernya.

Bimo menyeringai jahat. Seharusnya kamu biarkan aku setubuhi kamu, batinnya. Mungkin aku akan keluarkan di dalam saja.

Bimo kenakan pakaiannya dan menuju ke jendela, siap untuk pergi. Dia menatap Mila, air matanya meleleh membasahi pipinya, masih berusaha membersihkan spermanya dari kerdudung dan bustiernya dengan susah payah. Bimo nyaris tertawa. Dia lirik paha Mila. Stockingnya jadi meninggalkan bekas sedikit cacat, terlihat pada lututnya karena berlutut saat dia memblowjobnya. Bimo julurkan tangan memegang tumpukan lingerie pengantin Mila. Dia lihat cadangan stocking pengantin Mila, masih terlipat rapi dalam bungkusnya. Bimo mengambilnya dan langsung dia masukkan ke dalam sakunya. Dia tersenyum, karena dia tahu Mila tak akan punya pilihan lagi selain harus memakai stocking yang dia pakai sekarang untuk pernikahannya besok.

***


Beberapa hari kemudian...

Aldi berusaha secepatnya untuk selesaikan emailnya. Dia menyesal harus bekerja di bulan madunya, tapi kantornya tengah berusaha untuk menggoalkan sebuah proyek besar, dan dia harus selalu tahu perkembangannya setiap saat.

Dia pandang keluar jendela. Mila, pengantin barunya, sedang menunggunya di pantai. Dia terlihat memukau dengan bikini string barunya. Usia kandungannya baru sebulan lebih dan belum terlihat di tubuhnya.

Dia saksikan Mila sedang bicara dengan seorang pria yang memakai celana renang speedo. Dia tak bisa percaya ada pria yang mau pakai celana renang model begitu. Ukurannya bahkan lebih minim dibanding bikini wanita.

Pria itu membantu Mila mengambil snorkel dan kaca mata selam. Aldi baru sadari kalau pria itu tentunya guide wisata snorkeling mereka. Aldi saksikan pria itu tertawa dan mengobrol dengan Mila saat dia membantunya membetulkan kaca mata selamnya. Terlihat jelas kalau pria itu tengah menggoda isteri barunya. Aldi meraih teropongnya, yang sebenarnya disediakan resort ini untuk melihat burung-burung.

Pria itu seumuran mereka dan berpostur tinggi serta berkulit gelap, yang pastinya karena sering berada di bawah sengatan matahari saat jadi guide untuk para pelancong. Wajahnya khas pria lokal, karena memang sekarang mereka sedang berbulan madu di pulau indah ini. Tubuhnya tegap berotot, berdada bidang, perut six pack dan lengan serta pahanya tampak begitu kuat. Wajahnya sangat berkesan jalanan dengan senyuman yang berhiaskan deretan gigi putih.

Tapi apa yang menarik perhatian mata Aldi adalah selangkangan si pria dan tonjolan besar di depan celana renangnya. Terlihat sangat besar dan kelihatannya pria itu suka memperlihatkan yang dipunyainya. Saat Mila duduk di bangku dan mencoba flippernya, pria itu berdiri di hadapannya, selangkangannya begitu dekat dengan wajah Mila. Aldi tambahkan zoom teropongnya. Celana renang pria itu sangatlah ketat hingga begitu jelas memperlihatkan bentuk kejantanan di selangkangannya. Aldi fokus pada wajah Mila. Wajahnya terlihat sedikit merona. Lalu dia fokus pada bikini atas Mila. Putingnya terlihat menonjol jelas di balik kain bikini atasnya.

Aldi buka resleiting celananya dan keluarkan penisnya. Dia genggam batang penisnya. Dengan mudah dia genggam seluruh batangya, dari pangkal hingga kepala. Bahkan Mila bisa melakukan hal yang sama, meskipun genggaman tangannya lebih kecil lagi.

Apa yang disaksikannya di pantai membuatnya terangsang. Bukan hal yang mengejutkan kalau Mila didekati pria. Kecantikan dan kemolekan tubuhnya terlalu sayang untuk dilewatkan pria manapun. Yang membuatnya terkejut, ternyata itu juga membuatnya begitu terangsang, perasaan cemburu menyaksikan Mila memberi respon pada pria yang coba mendekatinya, ternyata membuatnya sesak nafas dan kepalanya serasa berputar oleh deraan birahi.

Saat dia bermasturbasi, dia teringat pesta resepsi pernikahan mereka. Ditengah berlangsungnya pesta, dia terkejut saat mendapati bekas sedikit cacat pada stocking Mila. Cacat itu pada lututnya, model cacat yang hanya bisa didapat saat berlutut lama, berlutut lama jika memberikan sebuah blowjob. Sesudahnya, saat dia menanyakan, Mila bilang pasti itu didapat saat dia berdandan. Tapi Aldi menyangsikannya. Dia juga menemukan sebuah bercak pada bustier Mila. Dia tak begitu yakin, tapi noda tersebut tercium seperti noda sperma. Apa Mila memberikan blowjob pada Bimo, di hari pernikahan mereka, mungkin saat Mila sedang berdandan? Mungkin sebagian spermanya tersembur mengenai bustiernya? Aldi mengerang dan berejakulasi dalam genggamannya saat dia bayangkan Mila mengenakan busana pengantinnya, berlutut di hadapan Bimo, dengan batang penis Bimo yang besar di dalam mulutnya.

Dengan cepat Aldi bersihkan dirinya dengan tisu. Lalu dia pakai pakaian renangnya dan bergegas menuju pantai.

Pria itu memperkenalkan diri, namanya Dende. "Anda bisa dapatkan kaca mata, snorkel dan flipper dari locker di sana," ucapnya pada Aldi dengan nada yang terdengar acuh. Saat Aldi berjalan menuju locker, Dende melanjutkan kesibukannya pada perlengkapan Mila, tertawa dan menggodanya seperti yang dia lakukan sebelum kedatangan Aldi.

"Dende, locker ini dikunci," kata Aldi saat mencoba buka pintunya.

"Nggak, pintunya memang sedikit berat," jawab Dende, sambil mendekat. Dengan begitu gampang dia buka pintu tersebut dengan satu tangan, otot lengannya terlihat mengeras. Dengan seringai di wajahnya, dia pukul dada Aldi dengan bercanda. "Anda butuh olah raga, bung." Dia remas otot bisep Aldi yang lembut saat dia mengedip pada Mila. "Ganti lemak ini dengan otot. Lagian, anda punya isteri seksi yang harus dibahagiakan."

Dende tertawakan guyonannya, tapi Aldi terbakar dalam hatinya. Dadanya yang dipukul Dende tadi terasa sakit, tapi dia tak mau mengusapnya. "Dasar brengsek," gerutu Aldi saat dia duduk di samping Mila untuk mencoba flippernya.

"Ah, dia kan cuma bercanda," kata Mila sambil meremas lengan Aldi. Dia meremasnya, seperti yang dilakukan Dende tadi. "Kurasa tubuhmu ini sudah sempurna."

Mereka masuk ke air untuk memasang peralatannya. Saat Aldi sedang sibuk berusaha memasang flipper dengan gelombang ombak yang menghantamnya, dia dapati dirinya terpisah dengan Mila dan Dende sekarang. Aldi menoleh ke arah mereka. Dende yang membantu Mila memasang perlatannya, membuat posisi Dende merapat pada Mila. Mereka nyaris bersentuhan saat Dende membetulkan tali kaca mata selam Mila. Meskipun dia tak bisa melihat, sebab dari pinggang ke bawah mereka berada dalam air, Aldi menerka mungkin Dende menekankan tonjolan selangkangannya pada isterinya. Aldi merasa batang penisnya berdesir membayangkan hal itu.

Saat mereka menyelam di terumbu karang, Dende hanya memberikan seluruh perhatiannya pada Mila, saat menunjukkan indahnya kehidupan bawah laut. Dende dan Mila adalah perenang dan penyelam yang berfisik lebih kuat dibandingkan Aldi. Awalnya, mereka bertiga masih beriringan, seringnya Mila menunggu agar Aldi dapat menyusul. Namun seiring berjalannya tur tersebut dan pemandangannya bertambah menarik, mereka mulai terpisah. Mila dan Dende terus pergi untuk mendapatkan pemandangan bawah laut yang lebih bagus dan Aldi berjuang untuk dapat menyusul mereka.

Di perairan yang jernih, Aldi bisa melihat keduanya. Terkadang, Dende akan memegang pinggang Mila untuk memberinya tanda, terkadang hingga dekat pantat Mila. Terkadang saat mereka berhenti untuk melihat sesuatu, paha mereka akan saling bersentuhan. Terkadang tiba-tiba saja Dende berputar dan membuat tubuhnya menempel rapat pada tubuh Mila, dada kekarnya menekan buah dada Mila, batang keras di selangkangannya menggesek paha Mila.

Satu jam kemudian mereka kembali ke permukaan. Setelah menaruh semua peralatan ke dalam locker, mereka duduk santai di kursi pantai. Wajah Mila terlihat merona merah.

Mata Aldi melirik buah dada isterinya. Putingya terlihat keras dan membekas jelas pada bikini atasnya. Apa Dende telah membuatnya terangsang?

"So, apa rencana kalian berikutnya?" tanya Dende.

"Oh, belum tahu," jawab Aldi. "Kami belum punya rencana. Mungkin hanya santai-santai saja di pinggir kolam, lalu cari makan malam."

"Restoran terbaik di sini adalah Baja Salsa," ucap Dende meyakinkan. "Nggak terlalu dipublikasikan, jadi nggak banyak turis yang tahu dan makanannya lezat. Di sana selalu ada live band dan dansa."

"Kedengarannya menarik. Gimana menurutmu, honey?"

Mila mengangkat bahu, tak melihat ke arah Aldi maupun Dende. Dia terlihat bingung. "Nggak tahu. Aku sedang memikirkan sesuatu yang lebih tenang, mungkin cuma room service saja." Lalu dia berdiri. "Ayo, honey, kita balik ke hotel."

"Baiklah," jawab Aldi, agak terkejut dengan kekasaran isterinya. Baru saja dia akan berdiri saat dia melirik ke bikini bawah Mila, yang ada di depan matanya. Hampir saja Aldi menjerit, karena pada kain tipis tersebut tercetak sebuah camel toe. Tak diragukan lagi, isterinya telah terangsang oleh Dende.

Begitu Mila melangkah menuju ke hotel, Aldi melirik ke arah Dende, yang tersenyum padanya dengan pongah. Jelas sudah kalau Dende juga melihat camel toe Mila. Dende berpaling untuk menatap Mila yang berjalan menjuh, matanya menatap tajam dari pantat ke paha jenjang Mila, sama sekali tak peduli untuk menyembunyikan dari Aldi, akan rasa tertariknya terhadap pengantin barunya.

Jantung Aldi berdebar kencang. Saat dia berjalan menyusul Mila, dia betulkan celana renangnya agar ereksinya tak terlihat.

***

Beberapa jam kemudian, Aldi pergi ke resepsionis saat Mila berdandan. "Aku dan isteriku berencana untuk pergi ke Baja Salsa malam ini. Gimana menurutmu tempat itu?"

Sang resepsionis, seorang pria paruh baya, menatap Aldi dengan khawatir. "Tuan, anda dan isteri anda sedang bulan madu, kan?"

"Benar. Dende, instruktur diving kami, merekomendasikan tempat itu pada kami."

Sang resepsionis tampak semakin khawatir. Dia lihat sekeliling untuk memastikan tak ada seorangpun yang mendengar. "Tolong jangan katakan pada siapapun kalau saya katakan ini," bisiknya. "Dende teman dekat pemiliknya dan dia bisa membuatku di pecat. Tapi Baja Salsa itu tempat untuk orang yang masih single, bukan orang yang sudah menikah seperti anda. Tempatnya sangat liar... gimana bilangnya ya? Sebuah tempat ‘pasar daging’. Dan Dende... dengarkan saranku, tuan, jaga isteri anda jangan dekat-dekat dengan Dende. Dia suka... dia suka dengan isteri orang, wanita yang sudah bersuami, anda paham maksud saya, kan?"

Aldi mengangguk pelan dan memberi uang tips pada sang resepsionis. Dengan pelan dia berjalan balik ke kamarnya, jantungnya berdebar kencang. Begitu dia buka pintu kamar, dia dapati Mila sedang memberi sentuhan akhir pada rambut dan makeupnya. "Aku baru saja ngobrol dengan resepsionis," ucapnya, puluhan kupu-kupu terbang di dalam perutnya. "Dia juga suka Baja Salsa, dia sangat merekomendasikannya."

***


Antrian masuk ke Baja Salsa sangatlah panjang, tapi itu karena malam ini adalah ladies’ night (Aldi baru tahu kemudian ternyata di sana memang selalu ladies' night), jadi mereka diantarkan hingga ke bagian depan antrian. Puluhan kepala menoleh saat mereka masuk. Mila terlihat begitu menawan, mengenakan sebuah sundress sederhana. Dengan bagian atas ditopang dengan spaghetti straps yang tipis dan bagian bawah hanya sampai di pertengahan paha. Penampilannya disempurnakan dengan sepasang ankle strap high heels membungkus kakinya. Di balik gaunnya dia pakai strapless bra dan celana dalam sutera berenda.

Mereka dapat sebuah meja dan tiba-tiba saja seorang pria mendatangi mereka dan meminta Mila untuk berdansa. Beberapa saat setelah dia menolak, ada seorang pria lagi yang mengajak. "Aku nggak percaya gimana beraninya para pria di sini," ucapnya pada Aldi seusai dia tolak ajakan pria kedua tadi. "Maksudku, aku pakai cincin kawin dan kamu ada di sampingku."

Aldi juga merasa terganggu, tapi juga penasaran. Dia angkat bahu dan setelah mempelajari daftar menu selama beberapa saat, merekapun memesan makanan.

Lalu, secara berturut-turut, ada dua lagi pria yang mengajak Mila berdansa. Aldi dan Mila tertawa dengan kekonyolan tersebut. Kemudian sebelum seorang pria lagi yang datang dan berkata untuk mengajak isterinya berdansa, Aldi tertawa lagi. "Lebih baik kamu meng-iya-kan saja, honey. Kurasa mereka nggak akan berhenti mengajakmu sampai kamu berdansa dengan salah satu dari mereka."

Mila juga tertawa dan mengikuti pria tersebut ke lantai dansa. Aldi menyaksikan mereka berdansa dalam irama lagu yang cepat. Lalu sebuah lagu bertempo lambat mulai diputar dan pria itu membisikkan sesuatu ke telinga Mila. Mila gelengkan kepala dan kembali ke mejanya.

"Apa yang dia bisikkan?" tanya Aldi.

"Dia mengajakku berdansa dengan lagu slow ini, tapi kubilang aku harus kembali ke sampingmu."

Saat mereka menunggu pesanannya datang, Aldi dan Mila turun ke lantai dansa saat lagunya berganti dengan tempo cepat lagi, disambung dengan sebuah lagu slow berikutnya. Baru saja mereka duduk kembali di meja mereka, pesanan mereka datang. Kondisi kehamilan Mila saat ini membuatnya tak begitu berselera makan. Sebenarnya dia merasa lebih banyak bergerak lebih baik bagi dirinya dari pada hanya duduk saja. Lalu, saat ada seorang pria lagi yang mengajaknya berdansa, Aldi berkata, "Turun saja honey, aku akan nikmati makanannya dulu."

Aldi saksikan mereka berdansa dalam irama lagu yang tinggi dan disambung dengan lagu berikutnya. Sedikit demi sedikit mereka hilang dalam keramaian lantai dansa. Beberapa lagu berikutnya berlalu dan Mila masih belum kembali ke meja mereka. Merasa curiga, Aldi bangkit dan melangkah menuju kerumunan di lantai dansa. Akhirnya dia temukan Mila. Dia sedang berdansa dengan seorang pria, tapi bukan dengan pria yang mengajaknya tadi. Kerongkongan Aldi berubah kering saat dia tahu bahwa ternyata pria yang tengah berdansa dengan Mila tersebut adalah Dende.

Lagunya bertempo cepat, tapi Mila dan Dende berdansa dengan tempo lambat. Tubuh mereka begitu dekat, nyaris bersentuhan. Keduanya terlihat begitu asik mengobrol, bicara di telinga satu sama lain agar dapat terdengar di tengah kerasnya suara musik dan keramaian. "Mungkin mereka hanya ngobrol tentang diving tadi siang," pikir Aldi.

Lalu Aldi perhatikan jari Dende bergerak menyusuri salah satu spaghetti straps Mila. Mila menghentikannya begitu jari Dende mulai mendekati tonjolan buah dadanya. Mila gelengkan kepalanya menolak dan Dende hanya tertawa. Dende lingkarkan lengannya di pinggang Mila dan mulai menuntunnya ke bagian belakang club tersebut. Mila menghentikannya dan menanyakan sesuatu. Jawaban Dende tampak menenangkan Mila, karena dia membiarkan saja saat Dende menuntunnya menuju ke belakang club tersebut.

Aldi membuntuti, dengan berhati-hati berusaha agar selalu berada di belakang kerumunan orang agar tak terpergok. Mereka berhenti di salah satu dinding ruangan dan kelihatannya Mila mengira mereka hanya akan berdiri di depan dinding tersebut untuk melihat keramaian orang-orang sejenak. Ternyata, Dende berusaha memposisikan agar Mila bersandar di tdinding dan dia berdiri di depannya, tubuh mereka nyaris bersentuhan. Dende rendahkan kepalanya mendekati Mila. Tampak Dende berbisik di telinga Mila. Selang beberapa saat, Mila mulai gelisah. Dia terlihat bicara dengan keras pada Dende dan Mila mengangkat tangan kirinya, menunjukkan cincin kawin mereka. Dende tertawa dan dia kembali menunduk dan berbisik di telinga Mila. Mila mulai telihat risau lagi dan raut wajahnya terlihat panik, seperti seekor rusa yang kena sorot lampu mobil. Aldi menerka-nerka apa yang sedang terjadi dan kemudian dia menyadari kalau dia tak bisa melihat tangan Dende karena terhalang oleh tubuh Mila.

Tepat di saat itu, ada pasangan yang sedang berdansa dengan tak sengaja menabrak Dende, hingga mendorong tubuhnya ke samping. Mila terlihat seolah tersadarkan diri dan dengan cepat dia melangkah pergi. Aldi bergegas membelah keramain orang agar sampai lebih dulu ke meja mereka.

"Hai honey, dari mana saja kamu?" tanya Aldi. "Aku sudah mulai cemas."

"Maafkan aku," jawab Mila, pipinya tampak merona merah. "Aku suka dengan musiknya, kelihatannya aku jadi lupa waktu."

Aldi perhatikan kalau isterinya tak menyinggung telah bertemu Dende, hatinya terasa cemburu dan juga gairah gelapnya terasa bangkit. Dia yakin melihat puting isterinya mengeras, meskipun di balik bra dan sun dressnya. Dia membayangkan apakah celana dalam isterinya sudah basah sekarang. Dia yakin kalau itu sangatlah mungkin. Bayangan tersebut membuat benaknya penuh berselubung gairah gelap.

***


Permainan cinta mereka malam itu berlangsung begitu penuh gelora, tapi hanya berlangsung singkat. Begitu bergairahnya Aldi hingga hanya dalam beberapa kali sodokan saja, dia langsung keluar.

Paginya, kegelisahan dan perasaan sakit serta cemburu kembali hadir. Tapi begitu Aldi memikirkan bagaimana Dende merayu isterinya di lantai dansa kemarin malam dan di manakah sebenarnya tangan Dende berada dan apa yang sebenarnya sudah dilakukan mereka, membuat birahi Aldi langsung bangkit kembali. Dia cek emailnya. Bossnya butuh laporan, tapi sebenarnya mudah saja kalau dia suruh sekretarisnya mengerjakan itu. Tapi kemudian dia memikirkan tentang Dende lagi dan apa yang dikatakan sang resepsionis: "Dengarkan saranku, tuan, jaga isteri anda jangan dekat-dekat dengan Dende. Dia suka... dia suka dengan isteri orang, wanita yang sudah bersuami, anda paham maksud saya kan?"

Dengan hati serasa ada di tenggorokannya, Aldi teriak pada pengantin barunya. "Honey, bossku menyuruhku menyiapkan laporan hari ini."

"Oh tidak," jawab Mila, dia kalungkan lengannya di leher Aldi. "Ini kan bulan madu kita. Butuh berapa lama menyelesaikan laporanmu?"

"Hanya aku yang bisa membuat laporannya, karena ini di tanggung jawabku," dusta Aldi. "Paling tidak aku bisa menyelesaikannya sampai sore."

Mila tampak kecewa dan Aldi melihat kesempatannya. "Hey, aku punya ide," ucapnya dengan nada gembira. "Kelihatannya kamu sangat suka diving kemarin. Kenapa nggak kamu hubungi instruktur selam... siapa namanya, Dende? Dia bisa memberimu tur lagi hari ini."

"Aku nggak tahu," jawab Mila ragu, dia palingkan pandangannya untuk menghindari mata Aldi. "Aku nggak yakin apa aku suka dengannya."

"Oh ayolah, dia hebat dan kemarin dia bilang ada bangkai kapal tenggelam di suatu tempat. Mungkin saja ada pemandangan yang cantik di sana, dia bisa memperlihatkannya padamu."

"Tapi, aku nggak tahu..." jawab Mila bimbang, tapi Aldi rasa dia menangkap sedikit kegembiraan dalam suara isterinya.

"Honey, aku bisa selesaikan laporannya lebih cepat kalau nggak ada kamu di sini. Bersiaplah sana dan hubungi toko alat selamnya dan atur turnya."

***

Mila keluar dari dalam kamar tidur beberapa menit kemudian. Aldi perhatikan kalau isterinya menyisir rambutnya dan bahkan memakai makeup. Dia juga mencium bau parfum. Isterinya memilih bikini stringnya yang paling minim untuk dipakai sekarang. Semua bikini yang dibeli Mila untuk bulan madunya banyak memamerkan kemulusan tubuhnya, Tapi yang ini, bagian atas berbentuk segitiga yang menutup buah dadanya berukuran lebih kecil. Bikini tersebut lebih cocok untuk dipakai berjemur di pinggir kolam, bukannya untuk pergi menyelam.

Aldi pura-pura tak perhatikan bagaimana Mila mendandani dirinya. Dia arahkan matanya terus fokus pada layar komputernya, pura-pura terus kerja. Mila sendiri, bergegas melewati ruangan itu, terlihat berharap suaminya tak perhatikan bagaimana dia berdandan.

Aldi keluarkan teropongnya dan mengamati Dende membantu Mila naik ke atas kapalnya. Tampaknya, mereka harus berlayar ke kapal yang tenggelam terlebih dulu. Dende bertelanjang dada, tapi dia tak memakai speedo, melainkan sebuah celana pendek yang longgar.

Empat jam ke depan bagaikan sebuah siksaan bagi Aldi. Dia tak bisa hentikan membayangkan apa yang mungkin dilakukan Dende terhadap pengantin barunya. Apa Dende menciumnya, sekarang ini? Apa dia sedang meremas buah dada isterinya? Apa dia sedang menyetubuhinya? Atau mungkin batang penisnya sudah terbenam dalam vagina Mila, dan sekarang berada dalam kuluman mulut Mila, untuk dibuat ereksi lagi agar bisa disodokkan dalam vagina pengantin barunya sekali lagi.

Aldi mengocok dengan cepat. Dia sudah ejakulasi dan kemudian rasa menyesal serta bersalah hinggap di hatinya. Lalu saat dia memikirkan apa yang mungkin tengah dilakukan Dende dengan Mila (atau menonton video Mila dengan Bimo atau Mila dengan Jacques, atau tentang bekas cacat di stocking Mila pada hari pernikahan mereka, atau bau sperma pada bustier pengantinnya), dan gairahnyapun langsung meninggi dan dia kembali bermasturbasi lagi.

Sekitar pukul 1, Aldi melihat kapal mereka kembali. Dende membantu Mila turun dari kapal dan mengatakan sesuatu pada Mila. Mila menggelengkan kepala menolak, lalu mulai melangkah kembali ke kamar hotel mereka.

Aldi Berpikir sejenak, lalu dia membuat keputusan. Dengan cepat dia menulis dalam selembar notes dan meninggalkannya di atas meja. Dia sambar camcordernya kemudian bersembunyi di dalam almari pakaian, dengan memastikan menyisakan sedikit celah di pintu agar dia bisa mendapatkan pandangan dari ranjang sepenuhnya.

***


"Aldi?" panggil Mila begitu dia masuk ke dalam kamar hotel mereka. Dia lihat sebuah kertas notes di atas meja dan membacanya: "Hai honey – aku harus pergi ke kota untuk cari warnet, harus browsing buat bahan laporannya. Aku akan kembali saat makan malam. Love, Aldi"

Mila membiarkan notes tersebut jatuh ke atas lantai, lalu dia duduk di pinggir ranjang, pandangannya menerawang jauh, dia tak tahu harus berbuat apa. Dia merasa cemas dan tegang, dia merasa hampir gila. Tubuhnya berteriak padanya, merengek padanya, terus menerus mengingatkannya tentang kebutuhannya dan memohon padanya untuk sebuah penyaluran dan kepuasan. Dia berusaha semampunya untuk mengendalikan tubuhnya, tapi dia merasa pikiran dan hatinya telah kalah dalam pertempuran dengan tubuhnya sendiri.

Semua itu berawal dengan Bimo, di malam sebelum hari pernikahannya. Dia sudah tahu siapa Bimo sesungguhnya dan dia berjanji untuk tak bicara lagi dengan Bimo. Tapi semua rabaan dan sentuhannya pada tubuhnya, serta blowjob yang dia berikan padanya, telah memantikkan sepercik api pada gairah tubuhnya.

Semua jadi bertambah parah kemarin, saat dia bertemu Dende. Langsung saja Mila tertarik padanya. Pesona ketampanan yang kasar, tinggi kekar, kulitnya gelap oleh sengatan matahari dan air laut, tangannya kuat dan kapalan karena kerja beratnya, penuh dengan kepercayaan diri hingga terasa arogan. Tipe pria yang selalu menarik hati Mila. Meskipun Mila tahu pria seperti itu buruk baginya, tapi dia tak bisa mencegah untuk tertarik pada mereka.

Kemarin saat divng, Dende memanfaatkan setiap kesempatan yang dia dapat untuk menyentuhnya dan menggesekkan tubuh kekarnya pada tubuhnya. Ya, Dende telah membuatnya terangsang, tapi hanya sebatas itu saja. Namun kemudian, Dende berhasil menemuinya di club dan berikutnya, berhasil menyudutkannya di dinding. Berada begitu dekat dengannya membuat lutut Mila terasa lemas, tunduk pada rangsangannya karena terperangkap di antara jepitan dinding dan tubuh kekarnya. Lalu Dende mulai berbisik di telinganya dan mengingat panas nafas Dende yang menghembus leher dan di telinganya, mampu mengirimkan getaran birahi di selangkangannya.

Kemudian Dende mulai mengelus pahanya, sebentar saja awalnya, menyentuh kulit pahanya sekilas saja. Percumbuan yang wajar, Mila meyakinkan dirinya, jarinya masih di bawah ujung rokku. Tapi kemudian Dende mulai bergerak naik, merayapi paha bagian dalamnya yang sensitif, semakin bertambah naik mendekati ujung roknya. Mila menghentikannya, mengingatkan Dende bahwa dia sudah menikah, bahkan dia angkat tangan kirinya untuk menunjukkan cincin pernikahannya. Tapi Dende cuma tertawa dan jarinya terus mendaki menaiki pahanya. Tangannya berhenti di balik roknya dan Mila merasa lumpuh tanpa daya, kepalanya menyuruhnya untuk lari, tapi tubuhnya telah terbakar dan mendambakan lebih banyak lagi sentuhan Dende.

Dende menekan ereksi di selangkangannya ke tubuh Mila, tubuhnya terus bergerak naik di dalam roknya dan di telinganya Dende merayunya untuk ikut bersamanya ke ruang belakang. Tubuhnya bertarung melawan akal sehatnya, merengek dan memohon untuk menuruti ajakan Dende. Dia tak tahu apa yang akan dia lakukan, jika saja tak ada pasangan yang tengah berdansa itu menabrak tubuh Dende. Gangguan tersebut kelihatannya mengembalikan kesadaran Mila dan dia kembali ke Aldi secepat yang dia bisa.

Tapi kemudian Aldi harus kerja hari ini dan dia memaksanya untuk pergi diving dengan Dende. Begitu mereka bertemu pagi tadi, Dende meminta maaf dengan kejadian semalam, dia menjelaskan kalau dia pasti mabuk karena terlalu banyak minum tequila. Mila merasa cemas dengan maksud tersembunyi Dende, tapi dia terlihat begitu wajar dan perhatian, serta dia juga tak memakai speedo yang kemarin, hanya sebuah celana renang pendek yang longgar saja.

Perjalanan kapal berlangsung wajar saja, Dende tak berusaha merayu ataupun coba menyentuhnya. Tapi saat Mila duduk tepat di depan Dende, celana renangnya yang longgar membuat Mila bisa melihat dengan jelas paha Dende. Mila berusaha palingkan pandangannya, tapi itu terlalu menggoda untuk diacuhkan. Mila curi lirikan saat dia rasa Dende tak perhatikan. Apa yang dilihatnya, membuat selangkangan Mila langsung terasa basah. Dende memiliki penis berukuran besar. Batangnya begitu panjang dan lembut, laksana seekor ular yang melata di pahanya. Tampak begitu lebar bagian pangkalnya dan kemudian semakin mengecil, tapi bagian kepalanya laksana kepala jamur yang besar. Mila tak mampu mencegah dengan pesona ukurannya dan bahkan itu sama sekali belum ereksi. Mila merasa bagaikan seorang wanita jalang yang mencermati ukuran kejantanan Dende dan dia marahi dirinya sendiri karena bertingkah bagaikan wanita binal yang diamuk birahi.

Saat mereka tiba di area kapal karam, Mila berharap dinginnya air dan indahnya pemandangan bawah laut akan membuatnya lupa apa yang ada dalam celana Dende. Tapi celana Dende sebenarnya bukanlah celana renang, hanya celana pendek biasa dan bahan kainnya cukup tipis. Begitu basah, celana tersebut menempel di kulitnya, hingga batangnya yang panjang dan gemuk tercetak jelas di celananya. Celana renang pendek itu sebenarnya jadi lebih mempertontonkan kejantanan Dende dibandingkan speedo kemarin, karena bahan speedo yang ketat membuat batangnya terlihat lebih kecil dari ukuran yang sebenarnya.

Perjalanan balik ke resort jadi siksaan bagi Mila. Vaginanya berdenyut liar. Setelah Dende muncul dari dalam air, celananya yang basah melekat di tubuhnya layaknya kulit kedua. Dia duduk di depan Mila seperti sebelumnya, tubuhnya disuguhkan dengan bebas. Benak Mila jadi gila oleh nafsu setiap kali dia berusaha menghindar agar tak memandang tubuh Dende. "God, aku sungguh binal," dia rutuk dirinya sendiri, berusaha sembunyikan dari Dende efek yang dia beri padanya. Hormon kehamilannya yang bergejolak semakin membuatnya bertambah parah. Menyadari kalau dia baru saja menikah, juga hamil, begitu mendambakan Dende, membuatnya merasa seperti wanita murahan. Dia lilitkan handuk ke pinggangnya agar paling tidak Dende tak bisa melihat betapa basah selangkangannya.

"Kamu mau makan siang denganku?" tanya Dende saat dia bantu Mila turun dari kapal. Mila gelengkan kepala menolak, tak mengucapkan sepatah katapun karena dia takut suaranya akan terdengar gemetar dan membuka kelemahannya di hadapan Dende. Mungkin saja tubuhnya menginginkan Dende tapi dia masih bisa mengontrol kepala dan hatinya dan dia sudah menetapkan hati untuk tak akan lagi menghianati Aldi.

Dia bergegas menuju kamarnya, berharap mendapat seks di siang hari untuk melepaskan birahinya. Tubuhnya butuh kepuasan. Tapi Aldi tak ada dan baru akan kembali hingga makan malam nanti.

Masih dududk di pinggir ranjang, Mila taruh kepalanya dalam tangannya, air mata frustrasi seksual mulai mengaburkan matanya. Dia telah lakukan apa yang dia bisa. Dia naik ke atas ranjang dan dengan satu tangan masih menutupi matanya, dia turunkan tangannya yang satu lagi masuk ke dalam bikini bawahnya. Jarinya menyentuh kelentitnya dan hampir saja sengatan rasa nikmat membuatnya memekik. Dia buka pahanya lebar saat jarinya mulai menggesek kelentitnya dengan gerakan melingkar, ombak orgasmenya datang dengan cepat.

Aldi saksikan pengantin barunya bermasturbasi dari kegelapan almari pakaian. Dia merasa lega sekaligus kecewa mendapati Mila masuk ke kamar hotel hanya seorang diri. Bagian gelap dirinya berharap Mila bersama Dende di atas ranjang. Tak diragukan, Dende sudah membuat Mila birahi dan Dendelah alasan Mila melakukan masturbasi di tengah hari. Sama sekali tiada ragu Mila tengah membayangkan Dende saat dia memuaskan dirinya sendiri. Pikiran itu membuat batang penis Aldi berdenyut.

Tubuh Mila mengejang, punggungnya melengkung naik, jari kakinya menekuk ke dalam matras dan dia mendesah panjang saat ombak orgasme menghantam tubuh mungilnya yang lentur. Namun selang beberapa saat berusaha mengatur nafasnya, Mila memukul ranjang dengan tangannya dan menangis frustrasi. Orgasme yang dia dapat bisa sedikit menolong, tapi apa yang diinginkan tubuhnya adalah sebuah persetubuhan yang selayaknya, sebuah kepuasan sejati yang hanya bisa diraih dari sebatang penis besar dan keras.

"Tadi itu sangat indah," sebuah suara terdengar dari arah pintu.

"Oh my god!" teriak Mila begitu dia lihat ternyata itu adalah Dende. Dengan panik dia tutupi tubuhnya dengan selimut. "Apa yang kamu lakukan di sini? Bagaimana kamu bisa masuk?"

"Kamu nggak kunci pintunya," jawab Dende ringan, senyuman bejat tersungging di wajahnya. Dia melangkah mendekati ranjang. "Sangat indah, yang tadi. Nggak ada yang lebih sexy dibandingkan seorang wanita yang bermain dengan tubuhnya."

"Kamu harus keluar," kata Mila panik, perasaannya bercampur antara takut dan mengharap. "Aku sudah menikah, kamu nggak boleh di sini."

"Kurasa kamu butuh yang lebih," ucap Dende, tak mengacuhkan ucapan Mila. Dia buka celananya dan membiarkannya jatuh ke kakinya.

"Oh god," Mila tercekat, matanya terbelalak lebar menatap batang penis Dende yang besar, ereksi dengan sempurna. Dende tertawa kecil, dia tak kaget dengan reaksi wanita dengan tubuhnya. Batang penisnya lebih keras dari biasanya sekarang ini. Dia suka menikmati keindahan tubuh wanita yang sudah bersuami. Dia suka menyetubuhi isteri orang. Ada sensasi tersendiri saat merayu dan menaklukkan isteri orang. Tapi Mila adalah seorang pengantin baru, yang sedang berbulan madu. Dan dia adalah wanita tercantik dan paling sexy dibandingkan dengan semua wanita yang pernah dia nikmati. Penaklukannya kali ini akan dia ingat dalam waktu yang sangat lama.

Mila tak melawan saat Dende menyingkapkan selimut yang menutupi tubuhnya. Dia tak melawan saat Dende melucuti bikininya, ataupun saat dia pentangkan pahanya lebar. Dia tak menolak saat batang penis Dende menembus tubuhnya. Dia tak menolak saat Dende menyetubuhinya dan menyemburkan spermanya di dalam rahimnya. Mila sudah tak memiliki perlawanan dalam dirinya lagi, tubuhnya telah memenangkan pertarungan dengan kepala dan hatinya.

Dan dari kegelapan di dalam almari pakaian, Aldi merekam adegan yang dimainkan Dende dengan pengantin barunya, satu tangan yang gemetar memegangi camcorder dan satu tangannya yang lain mengocok penisnya dengan cepat dan keras.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar