Senin, 08 Juli 2013

Fifi, Kehidupan Seksku Yang Binal


Fifi


"Harry.." Genggaman yang kuat dari pria berusia kurang lebih 25 tahun, tampan dan atletis, memakai jeans dan berkemeja lengan pendek namun rapih dengan berkulit putih dengan kulit putih dan sorot mata tajam namun ramah membuatku agak tergagap. Tidak sangka kalau pemijat itu sedemikian ganteng. 

"Fifi..", jawabku lirih. 

Kami lalu duduk di ruang tamu dan perlahan susana menjadi cair, Harry ternyata humoris dan pandai bicara membuatku merasa nyaman mengobrol sementara suamiku tampak berbinar binar. 

"Wah.. Nggak nyangka lho Mas Ridwan istrinya sedemikian cantik", Harry memujiku. 
"Ah.. Pasti klien Mas Harry banyak yang lebih cantik..", kataku tersipu. 
"Nggak.. Kebanyakan kan Ibu Pejabat yang sudah berumur", jawabnya dan memandangku dengan sorot mata yang menggoda. 
"Mbak Fifi mau dimana dimassagenya? Maaf, soalnya sudah larut lho..", Harry berkata lagi. 
"Di kamar saja, mari..". suamiku yang menjawab dan berdiri lalu melangkah ke kamar kami, diikuti Harry. 
"Aku ngecek anak anak dulu ya?", aku berkata, lalu melihat keadaan kedua anakku di kamarnya masing-masing, kusempatkan berkaca memperbaiki make up tipis yang kukenakan, sementara jantungku berdegub kencang. 

Ketika masuk ke kamar kulihat mereka sudah menungguku dan kukunci pintu kamar, aku duduk di tepi ranjang di samping suamiku, sementara Harry duduk di kursi meja riasku. 

***** 

Semua ini berawal ketika pada suatu pagi seperti biasa aku bersih-bersih di ruang kerja suamiku, sementara suamiku sudah berangkat kerja, komputer masih dalam keadaan menyala dan ketika mousenya tersenggol secara tidak sengaja, tampak tampilan layar yang menunjukan banyak gambar telanjang. Aku menjadi tertarik dan penasaran. Setelah kuteliti, ternyata itu adalah file yang didownload dari sebuah situs yang dikhususkan bagi para suami dimana istrinya melakukan hubungan sex dengan laki-laki lain dalam segala variasinya dan semuanya atas sepengetahuan dan persetujuan suaminya. Aku mulai membaca dan tanpa sadar, gairahku mulai naik. 

Malam itu sehabis makan malam dan suamiku tengah bersantai dengan acara TV kesukaannya, kubawakan kopi manis lalu aku duduk di sampingnya dan dengan hati hati aku bertanya.. 

"Mas, tadi pagi kok pergi komputernya masih menyala?" 
"Wah.. Aku lupa matiin ya? Soalnya tadi ada rapat jadi agak terburu-buru lupa periksa..", jawabnya. 
"Terus kok isinya begituan sih?", tanyaku. 
Suamiku tampak memerah wajahnya dan dengan lirih menjawab sambil bertanya, "Mama marah..?" 
"Nggak.. Cuma heran saja.., Maaf ya Mas, bukannya aku dengan sengaja memeriksa, tapi karena terpampang begitu kan harus di off-kan, kalau sampai anak-anak melihat bagaimana?", jawabku. 
"Maafkan Mas ya", suamiku bekata lagi. 
"Mas.. Boleh tanya?", tanyaku lagi. 
"Hmm.. Masa nggak boleh?", jawab suamiku. 
"Kok isinya tentang wife swinging dan sejenisnya sih..?", aku mulai berani bertanya. 
"Memang kenapa..?", tanyanya. 
"Kok bukan pornografi yang umum.., gitu maksudku..", tanyaku mendesak. 
"Ok.. Boleh Mas terus terang..?", suamiku bertanya dengan nada khawatir. 

Dengan jantung berdegub kencang aku mengangguk dan suamiku menjelaskan bahwa selama bertahun tahun ia terobsesi pada aktifitas sex dimana seorang istri melakukan hubungan dengan laki-laki lain atas sepengetahuan dan seijin bahkan di depan suaminya atau melakukannya bersama-sama dengan mengundang pihak ketiga, dan bahwa situs-situs tersebut digunakan untuk memancing gairahnya sehingga selalu bersemangat melayaniku. Ia juga mengatakan bahwa ia selalu berimajinasi membayangkan bagaimana kalau aku melakukan hubungan sex dengan laki-laki lain. 

Sebagai seorang istri berusia 35 tahun (dengan 2 orang anak, yang besar sudah berusia 8 tahun sementara yang kecil 4 tahun), kesibukanku hanya terbatas pada mengurus rumah tangga, mengantar anak sekolah, fitness, dan arisan walau dulu aku sempat aktif waktu kuliah dan sempat bekerja sebagai customer service di sebuah perusahaan besar, namun sejak menikah 10 tahun yang lalu, kegiatanku hanya seputar rumah tangga, dengan pernikahan yang berjalan dengan baik, suamiku seorang wiraswastawan yang berhasil dengan penghasilan lumayan besar. Kami memiliki aktifitas seksual normal, dalam arti kata aku maupun suamiku sama-sama mampu memuaskan pasangan masing-masing hingga aku agak terkejut bahkan agak marah dan merasa aneh, kok bisa begitu? 

"Jangan-jangan Mas ingin menjebakku supaya Mas juga bebas berselingkuh sama wanita lain. Atau Mas sudah punya simpanan lain?", aku bertanya dengan nada agak tinggi. 
"Wah kok mikir sejauh itu sih?", jawabnya. 
"Coba deh Mama baca semua penjelasan yang ada, hal itu ternyata normal kok secara psikologis, dan ada dasar ilmiahnya, bahkan pada pasangan yang terbuka seperti itu angka perceraian hampir 0% lho", jawabnya diplomatis 

Pagi harinya kucoba menelusuri seluruh isi file yang kemarin dan memang ternyata suamiku tidak bohong, banyak sekali contoh kasus, cerita dan lainnya yang ada disana didownload dari berbagai sumber dan tidak semuanya pornografi. Ada juga yang sangat ilmiah, dan aku mempercayai suamiku bahwa ia memang benar terobsesi dengan hal tersebut. 

"Mas.., aku sudah memenuhi permintaan Mas untuk membaca dan mencari informasinya, tapi masa sih.. obsesinya seperti itu.. Apa nggak ada cara supaya jangan seperti itu..?", aku membuka percakapan tentang hal tersebut ketika kami sedang berduaan. 
"Sudahlah.. Jangan dipikirin..", jawabnya. 

Tapi aku yang sekarang penasaran. Karena cerita dan lainnya yang kubaca pagi tadi sesungguhnya mengangkat gairahku tinggi sekali. Dan kubayangkan kalau saja.. 

"Bukan 'gitu tapi kan aku juga mesti membantu Mas supaya hubungan kita jangan sampai terpengaruh.., apa yang bisa kulakukan..?", ujarku setengan bertanya setengah menjawab. 
"Mama mau.. kalau..", suamiku berkata ragu-ragu. 
"Mau apa..?", tanyaku. 
"Kalau kita mengajak orang lain dan bermain bersama..?", tanyanya dengan lirih dan hati-hati. 
"Wah.. Gila.. Nggak ah..", jawabku dengan wajah merah, walau hatiku sebenarnya sangat tergelitik.. 
"Lagian siapa yang mau dengan ibu-ibu yang sudah tua sepertiku", aku menjawab lagi dengan sedikit memancing. 
"Heh.. Siapa bilang tua.., Mama masih sangat cantik dan sexy kok", suamiku menjawab sambil mencubit mesra. 

Memang sih aku juga tahu kalau aku masih menarik, dengan tinggi 162 cm, berat 50 kg, berkulit kuning langsat, BH berukuran 36D dan tubuh yang kujaga kesintalannya, aku masih menjadi perhatian saat berjalan di mal ataupun tempat ramai, banyak laki-laki yang memperhatikanku. 

"Atau..", suamiku tampak ingin berbicara sesuatu tapi tampak ragu. 
"Atau apa.. Mas?", tanyaku sambil menyenderkan tubuhku padanya. 
"Ng.. Gimana kalau kita buat percobaan.. Sekalian melihat reaksiku.. Juga reaksi mama.., Tapi yang ringan dulu", suamiku berkata lagi. 
"Maksudnya gimana sih..?", tanyaku pura-pura tak mengerti. 
"Gini.. Kita panggil pemijat laki-laki.. Kan cuma sebatas memijat.., tapi minimal kita bisa mengukur reaksi masing masing", jelas suamiku lagi. 
"Ah.. Nanti orangnya nggak bersih..", kataku pura-pura mencoba menolak.., walau sebenarnya aku anggap ide suamiku tersebut sangat baik. 
"Aku tahu kok, ada temen di kantor yang pernah coba, dia cerita pengalamannya dan diam-diam kucatat nomor telepon pemijat itu", suamiku kini mulai bersemangat menjelaskan. 
"Mau kan Ma..?", tanyanya. 

Wah rupanya ide ini sudah diatur lama, pantas saja semua sudah disiapkan. Tapi aku tidak mau tampak antusias. 

"Terserah Mas saja.. Terus mau dimana pijatnya?", tanyaku asal asalan. 
"Di rumah saja.. Kan anak anak sudah tidur, kutelepon dia ya?", suamiku benar benar bersemangat kini. 
"Sekarang..?", aku benar benar surprise, namun juga tak sampai hati merusak pancaran semangat suamiku. 
"Iya.. Mama mau.. kan?", tanyanya lagi seperti anak kecil. 
"Ya.. Terserah Papa aja deh", jawabku seakan pasrah. 
"Tapi kalau orangnya nggak cocok jangan maksa ya", aku melanjutkan. 
"Jelas dong.. Masa kalau istriku tercinta nggak mau harus diperkosa?", jawabnya dan lalu dengan sigap diambilnya HP lalu sibuklah dia bicara entah dengan siapa.. 
"Ma.. Jam 11.. Nanti orangnya datang..", katanya menyusulku di dapur. 
"Hm..", jawabku sambil mengaduk gelas berisi kopi. 
"Ya sudah sana.. biar kuselesaikan dulu pekerjaanku ini", lanjutku. 

Dengan bersiul gembira suamiku beranjak ke ruang kerjanya, sementara aku lalu mandi dan mempersiapkan diri, entah kenapa aku jadi berdandan dan mengenakan daster sutera yang membuatku tampak sexy, dengan belahan dada yang rendah, aku ingin tampil cantik, padahal siapa yang akan datang aku juga tidak tahu. 

Ning.. Nong.., pada pukul 11 kurang sedikit bel rumah berbunyi dan suamiku bergegas keluar menyambut tamunya, sementara pembantuku sudah pada tidur, lagi pula sudah kupesankan kalau malam ini kami akan ada tamu tapi tidak perlu repot karena tamu tersebut adalah teman suamiku. 

"Silakan Mbak", suara Harry membuyarkan lamunanku. 
"B.. Bagaimana caranya..?", tanyaku agak nervous. 
"Mbak berbaring saja.. Telungkup, mohon dasternya dibuka ya..?", Harry berkata dengan lembut, namun profesional, tegas dan tidak tampak kurang ajar. 

Aku lalu melangkah ke kamar mandi di dalam kamar kami, dengan hati yang tidak karuan karena takut, tegang namun exciting kubuka dasterku, dan mengambil handuk yang kulilitkan di tubuhku. Aku kembali ke kamar dan langsung menelungkupkan diri di ranjangku. 

Harry duduk di sampingku dan membuka handuk yang masih terlilit, lalu handuk itu digunakan untuk menutupi bongkahan pantatku. Aku masih mengenakan celana dalam, dan terasa dingin ketika tangannya mulai melumuri punggungku dengan lotion yang harum. Tangan kekar itu mulai mengurut perlahan namun mantap dan perlahan aku mulai merasa rilex, sementara kulirik suamiku yang duduk memperhatikan dengan wajah penuh senyum dan rasa senang. 

"Hmm.. Senang olah raga ya Mbak..", tanya Harry. 
"Badan Mbak kencang sekali..", katanya lagi sementara tangannya tak berhenti memijat mulai dari bahu turun ke punggung. 
"He.. Eh..", jawabku sekenanya karena aku sungguh menikmati pijatan lembut namun bertenaga dari pria yang baru ketemu sekarang ini. 

Kedua tanganku bergiliran juga diurutnya dan entah sudah berapa lama ketika kurasakan tangan itu mengangkat handuk yang menutupi pantatku. 

"Mbak celana dalamnya boleh dibuka..? Supaya mudah diurutnya", Harry berkata dengan perlahan dan tanpa menunggu persetujuanku, celana dalamku sudah diturunkan dan anehnya aku mengikuti dengan mengangkat perutku untuk memudahkan turunnya celana dalamku. 

Lengkaplah pikirku, kini aku telanjang bulat telungkup di ranjang dan seorang laki-laki asing yang baru ketemu belum sampai dua jam memijati seluruh tubuhku. 

"H.. Hh.. Ss..", aku mendesis ketika tangan yang sedang memijat pantatku menyentuh anus dan terkadang menyenggol vaginaku, aku mulai 'naik'. 
"Direnggangkan sedikit Mbak..?", kudengar suara Harry berkata sementara tangannya memijat pahaku, meminta aku merenggangkan kedua kakiku. 

Kini semakin sering vaginaku tersentuh ketika Harry memijat paha bagian dalam, dan aku semakin menahan birahi yang mulai naik, dan ketika kulirik.. kulihat suamiku memperhatikan dengan seksama, dan aku kenal sekali wajahnya kalau ia juga agak terangsang dengan suasana yang ada ini. 

"Balik Mbak..!?!", suara lembut Harry memecah kesunyian, memang bukan aku nggak mau ngobrol tapi posisi telungkup itu membuatku susah berbicara. 

Aku membalik dan kini benar benar aku telentang tanpa selembar benangpun dan kulihat bahwa walau professional, Harry tampak menelan ludah melihat tubuh mulusku terpampang di hadapannya. 

Tangannya mulai memijat payudaraku dan tanpa dapat dicegah, putingku mengeras ketika tersentuh. Setelah kurang lebih 3 menit masingmasing payudara mendapat 'giliran', tangannya mengusap perutku dengan lembut dan terus ke bawah.. Aku mulai menggigit bibir. Dengan penuh konsentrasi, kulihat Harry mulai memijat paha, kaki lalu balik lagi ke paha dan mulai memijat vaginaku.. 

"Uh.. Oh..", erangku lirih ketika tangannya memijat atau lebih tepat mengusap bibir vaginaku dan sesekali jarinya 'membuka' vaginaku dan menyentuh klitorisku. 

Lalu.. Jarinya mulai memasuki vaginaku yang memang sejak tadi sudah membasah. 

"Hh.. Uh..", aku mencoba menahan rasa terangsang yang mulai membakar dan tanganku mencengkeram seprai tempat tidur dan ketika suamiku maju mendekat, kupegang tangannya yang dibalasnya dengan genggaman. 

Kini jari-jari tangan Harry benar benar memainkan vaginaku dengan penuh irama dengan jari telunjuk vaginaku di 'tusuk' dan digerakkan maju mundur sementara jempol tangannya memainkan klitorisku dan iramanya benar benar konstan membawaku sangat tinggi dan ketika aku hampir mencapai orgasme, tiba tiba ia menghentikan gerakannya. 

Aku agak kecewa sebenarnya karena tadi sudah sangat 'dekat' dengan orgasme yang kukejar namun aku diam saja dan harry mulai lagi memijatku dari lutut ke atas. Ketika tangannya mencapai vaginaku, kembali ia memainkan irama seperti tadi dan birahiku kembali mulai merambat naik.. Semakin tinggi.. Dan aku semakin menggelinjang menahan rasa nikmat. Kembali ia menghentikan gerakannya, namun tidak lama aku merasakan yang lain, kini hangat dan lebih lembut, ketika mataku kubuka..(dari tadi aku terpejam), kulihat.. Oh Tuhan.. Ia mulai menjilati vaginaku. 

Tanpa sadar aku memperbaiki posisiku, sementara Harry juga mengatur posisi menempatkan diri di tengah kedua kakiku yang kini sudah mengangkang lebar, meletakan bantal di pantatku sehingga posisinya nyaman dan mudah untuk menjilatiku. 

Lidah hangat itu mulai menjilat, menelusuri dan sesekali menerobos liang vaginaku, dan aku semakin tak tahan.. 

"Oh.. Uh.. Hh..", tanganku pun sudah tak sungkan untuk menjambak dan memegang kepala laki-laki itu. 

Aku semakin tak tahan ketika lidah itu menelusur ke belakang dan mulai menjilati, bahkan memasuki anusku.. 

"Oh.." 

Terlalu dahsyat sensasi yang kurasakan dan ketika lidahnya secara teratur kembali memasuki liang vaginaku dengan irama teratur juga menjilati bahkan menyedot klitorisku, akupun berteriak.. 

"Aakkhh.. Aku keluaarr.." 

Dan orgasme itu benar benar membuatku terkulai, namun aku masih merasa belum lengkap, vaginaku masih ingin.. kemaluan.. pria.. Namun orgasme tadi menyadarkan aku bahwa ada suamiku di sini dan ketika kulihat ia tampak sangat terangsang. 

"Mbak.. Sungguh cantik.. Senang sekali bisa membantu..", suara Harry yang memujiku kembali membuatku tersipu, dan aku segera bangkit, menyambar handuk lalu setengah berlari menuju kamar mandi. 

Aku mandi dan vaginaku masih terus berdenyut-denyut. Ketika aku selesai, kulihat suamiku memberi tanda dan berkata.. 

"Ma.. Harry mau pamit.." 
"Terima kasih Mas..", kataku dan mengulurkan tangan mnerima jabatannya, sempat kulihat bagaimana selangkangan laki laki itu tampak menggembung, kasihan.., pikirku. 
"Hmm.. Bagaimana Ma..?", tanya suamiku sekembalinya ke kamar setelah mengantar Harry ke pintu. 

Aku tidak menjawab, namun langsung menerkamnya, melucutinya dan kemaluannya langsung berada di mulutku.. 

"Uh..", cuma itu desahan yang kudengar dan tidak sampai dua menit mulutku sudah penuh air mani suamiku. 
"Gila.. Aku sungguh tidak tahan dari tadi, apalagi ketika Harry menjiilatimu", kata suamiku ketika kami berbaring, menunggu dia 'recover' sementara tanganku asyik mengelus kemaluannya yang masih setengah tidur. 
"Mas nggak cemburu atau sakit hati?", tanyaku. 
"Nggak.. Malah sangat terangsang.. Toh aku tahu kamu istriku dan mencintaiku", jawabnya dan aku tak sempat menjawab karena bibirnya sudah menutup bibirku. 

Malam itu kami bercinta berkali kali, dan kuakui efek dari kehadiran laki laki lain itu sungguh sangat meningkatkan gairah kami. 

"Lain kali.. Boleh kuminta yang memijatmu juga telanjang?", tanya suamiku beberapa hari kemudian. 
"Terserah Mas.. Bagimana baiknya..", aku menjawab ketika beberapa hari kemudian kami sedang berbaring sehabis bercinta. 
"Tapi.. Kalau bisa jangan Harry lagi..", kataku. 
"Kenapa..?" tanya suamiku. 
"Nggak ah.. Jangan sampai ada pihak lain yang nanti merasa terlalu dekat dengan kita", jawabku lagi. 

Memang aku tidak ingin rumah tanggaku terguncang karena sebenarnya aku yang takut kalau-kalau aku jadi senang dengan laki laki lain, apalagi setampan dan se-gentle Harry, masih terbayang betapa besar gelembung celananya ketika ia selesai menjilatiku, dapat kubayangkan berapa besar isinya..? 

Malam itu sesuai rencana kami, kembali suamiku mengundang pemijat laki-laki dan.., heran dari mana ia memperolehnya, karena laki-laki ini sungguh tak kalah ganteng dan bahkan lebih tampan dengan kumis tipis yang tercukur rapi. 

Kali ini aku lebih siap, jadi agak santai sehingga ketika mulai dipijat aku juga jauh lebih rileks, tapi CD tetap kupakai sampai akhirnya diminta untuk dilepaskan, persis sama dengan tempo hari. 

Ketika aku diminta berbalik, kulihat suamiku memberi kode dan aku ingat permintaannya, sementara kulihat gelembung di selangkangan Rudy, nama pria pemijat itu, mulai membesar melihatku telentang telanjang bulat di hadapannya. 

"Rud..". kataku agak tersendat, karena aku agak malu mengatakannya. 
"Masa saya sendiri sih yang telanjang begini.., yang mijat juga harus.. dong", kataku lagi sambil menatap wajahnya. 
"Kalau Mbak inginnya begitu.. Ya saya ikuti.. Kan memenuhi keinginan klien merupakan kewajiban", katanya dengan nada bergurau, dan ia melihat ke arah suamiku meminta persetujuan yang segera disambut dengan anggukan kepala suamiku. 
"Ya.. Ikuti saja kemauan istri saya Rud", kata suamiku menegaskan. 

Agak terbelalak aku ketika melihat Rudy melangkah keluar dari kamar mandi dimana ia menanggalkan pakaiannya. Kemaluannya belum ereksi penuh, tergantung di antara pahanya dengan rambut kemaluan yang lebat, ukurannya jauh lebih besar daripada milik suamiku, tubuhnya atletis, sungguh sosok yang mempesona. 

Ketika ia mulai duduk di sisiku dan melanjutkan pijatannya, kulirik kemaluannya mulai ereksi dan seiring dengan proses pemijatan yang berlangsung terkadang kemaluannya menyentuh tubuhku hingga menimbulkan beragam sensasi yang belum pernah kurasakan. 

"Hh.. Hh.. Ss..", aku mendesis ketika tangannya mulai memijat atau lebih tepatnya menyentuh vaginaku. 

Tangannya terus 'bekerja' dan jarinya tidak lagi memijat namun sudah berani memasuki vaginaku yang mulai basah dan berputar-putar di dalam oragn intimku itu hingga membuatku mulai menggelinjang. Dan karena posisinya yang duduk di sampingku, tanpa sadar tanganku memegang kemaluannya yang ternyata sudah tegang itu, dan.. Sungguh aku kagum, jari-jari tanganku yang mungil ini tidak dapat melingkari batang kemaluan itu secara penuh. 

Rudy lalu menundukan kepalanya dan.. Ia mulai menjilati vaginaku, dengan posisi miring, karena aku masih belum melepaskan cengkeramanku di kemaluannya itu. 

Entah dorongan dari mana, kutarik kemaluan itu ke arahku dan ia mengikutiku naik ke atas tubuhku dalam posisi berlawanan dan tahutahu kami sudah berada dalam posisi 69, dimana ia lebih leluasa lagi melanjutkan jilatan dan hisapannya di vaginaku. Terkadang lidahnya menyapu hingga hampir mencapai anusku, sementara aku 'berkutat' dengan mulutku menjilat dan mencoba memasukkan kepala kemaluan laki-laki yang baru bertemu kali ini ke dalam mulutku, namun hanya bisa kepalanya yang masuk karena ukurannya terasa sangat besar untukku.. 

Aku sungguh menjadi lupa diri, bahkan lupa kalau suamiku sedang menyaksikan dengan penuh perhatian, bahkan aku yang mengambil inisiatif membalik posisi sehingga aku berada di atas dan dengan leluasa menghisap dan menjilat kemaluan laki-laki lain itu, bahkan kujilati seluruh batang yang penuh urat perkasa itu, kujilat bijinya dan terkadang jilatanku agak 'kejauhan' hingga terkena anusnya, namun aku tak peduli, nafsu sungguh sudah menguasaiku, sementara Rudy juga tidak tinggal diam, wajahnya yang kukangkangi bergerak terus dan lidahnya aktif sekali 'menyerang' dari semua sudut sementara tangannya terkadang ikut membantu dengan menusukan jarinya ke dalam vaginaku, aku benar-benar 'banjir'. 

"Hh.. Aku nggak tahan", rintihku, lalu kubalik posisiku dengan masih pada posisi di atas, aku mulai mengarahkan kemaluan Rudy menuju vaginaku. 
"Zz.. Ss.. Hh..", seperti orang kepedasan aku bersuara dan sungguh seret vaginaku menerima benda bulat panjang yang keras itu namun akhirnya.. 

Sllep.., masuklah kepalanya dan hampir-hampir aku orgasme padahal baru kepalanya yang masuk.. Dengan menahan napas dan memejamkan mata, kutekan pantatku ke bawah dan.. Blless.. Masuklah kemaluan Rudy, laki-laki pertama selain suamiku yang memasuki vaginaku yang sudah sangat basah itu, campuran cairan kewanitaanku dan ludah Rudy ketika menjilatiku tadi. 

Aku mulai menggerakkan pantatku naik turun dan kemaluan itu semakin lancar saja masuk keluar vaginaku, dan aku tahu kalau aku takkan bertahan lama. Tiba-tiba kulihat suamiku mendekat, juga dalam keadaan sudah telanjang bulat dan kemaluannya yang sudah sangat tegang itu disodorkan ke mulutku yang langsung kusambut dengan lahap. 

"Ak.. Kk.. U..", sangat susah aku bersuara karena kemaluan suamiku masuk keluar mulutku dengan cepatnya, sementara aku juga masih terus bergerak teratur dengan kemaluan Rudy keluar masuk vaginaku. 
"Aahhh..", croot.., croott.., suamiku memuntahkan air maninya dalam mulutku yang tanpa berpikir lagi langsung kutelan, sementara aku juga tak mampu lagi menahan orgasme yang datang dan.. 
"Ah.. Ss.. Ahh..", sungguh dahsyat orgasme ini datang beruntun dan aku ambruk di atas dada Rudy sementara bibirku langsung dicium dan lidahnya memasuki rongga mulutku tanpa peduli lagi bahwa mungkin masih banyak air mani suamiku di bibir dan mulutku. 

Rudy tidak berhenti begitu saja namun membalik badanku hingga kini berada di bawah dan tanpa memberi kesempatan langsung bergerak memompa dengan keras namun teratur.., dan entah bagaimana, walau baru saja orgasme namun birahiku terasa naik lagi dan aku hanya bisa merintih penuh kenikmatan. 

"Ss.. Aa.. Hh.. Sszz", aku tak bisa menahan lagi orgasme yang tak kalah dahsyatnya dengan yang pertama, melandaku kembali dan kurasakan Rudy juga mempercepat gerakannya, kujepit pinggangnya dengan kakiku, sementara tanganku memeluknya seerat mungkin dan.. 

Crrot.. crott.. crrot.., air mani yang terasa sangat hangat menyiram dinding dalam vaginaku, tubuh kami masih bergetar beberapa saat sebelum ia berguling dari atas tubuhku, dan kami terbaring kelelahan, suamiku juga tampak sangat puas dan tersenyum melihatku kelelahan dan penuh kepuasan, lalu menghampiriku dan mencium bibirku dengan mesra. 

Aku duduk dengan suami di sampingku, Rudy masih berbaring. Kemaluannya tampak melemas, dengan lendir yang membasahi hingga ke bulu kemaluannya. 

Entah pikiran apa yang tersirat, tiba tiba saja aku menundukkan kepala dan kemaluan itu masuk ke dalam mulutku, kuhisap dan kujilat, lidahku bermain di lubang kemaluan itu, dan perlahan tapi pasti kemaluan itu mulai membesar kembali dalam mulutku. Hebat, pikirku. Suamiku takkan secepat ini dapat bangkit kembali. 

"Mhh..", laki-laki itu mulai mengerang dan aku semakin aktif menjilat dan menghisap, tak kupedulikan lendir yang terpaksa kutelan dan tanganku ikut membantu mengocok pangkal kemaluannya dan ternyata.. Aku menang.. 

Crot.. Crott.., memang tidak terlalu banyak, namun masih terhitung cukup air mani pemijat itu memasuki mulutku dan aku juga tak memberi kesempatan padanya hingga kutelan air mani yang dikeluarkannya itu sambil terus menghisap sampai akhirnya kemaluan itu benar benar mengecil dan 'tertidur' baru kulepaskan dari mulutku, lalu kupeluk suamiku yang masih berada di sampingku dan kucium bibirnya tanpa peduli bahwa masih ada sisa air mani laki-laki lain yang menempel dibibirku, namun ia tidak berkeberatan bahkan menyambut ciumanku dengan antusias. 

Malam itu setelah Rudy pulang dengan mengantongi uang pembayaran atas jasanya, kami berbincang-bincang dan kembali aku melayani suamiku yang masih belum terpuaskan sepenuhnya. Setelahnya, malam itu aku tidur sangat lelap, dan paginya bangun dengan tubuh yang pegal namun perasaanku penuh kepuasan. Kejadian semalam ternyata sungguh mengubah diriku.. Kalau yang mengerti, mungkin bisa menangkap maksudku bahwa aku telah membuka 'Kotak Pandora'. 

Selama beberapa minggu, kehidupan kami kembali normal, namun tiba tiba pada suatu malam aku merasa begitu bernafsu, walaupun baru saja selesai berhubungan intim dengan suamiku, dan entah dorongan apa yang membuatku hingga berani 'meminta'. 

"Mas.. Aku.. Ingin..", kalimatku hampir tak selesai. 
"Hm.. Ingin.. Apa sayang..?", tanya suamiku setengah terpejam masih menyisakan kelelahan setelah terpuaskan. 
"Ngg.. Masih ingin lagi.. Nih.., Mas.. Sih.. Gara.. Gara waktu itu.. Jadi.. Kadang kadang tingginya.. Bukan main nih.. Nafsuku..", kataku setengah merajuk sambil mulai meremas kemaluan suamiku yang belum menegang lagi. 
"Mama.. Mau.. Di panggilin lagi?", kini suamiku juga mulai bersemangat lagi, sambil memperbaiki sikap duduknya. 
"Ng.. Kalau Mas.. Nggak keberatan..", jawabku. Suamiku tersenyum.. 
"OK.. Kupanggil ya.. Tapi Mas nggak ikut main ya? Masih cape nih.. Mana besok ada rapat pagi, ntar nggak bisa fokus lagi", katanya. 
"Ya.. Udah lain kali aja..", jawabku. 
"Nggak apa-apa kok.. Mas senang kalau Mama puas, apalagi mau terus terang begini..", suamiku menjawab, berpakaian dan sambil menciumku segera beranjak menuju pesawat telepon. 
"Jangan surprise ya?" katanya. 

Tidak sampai dua jam, walau sudah larut (hampir jam 12.00 malam) bel rumah berbunyi dan ketika aku keluar, di ruang tamu sudah duduk 2 orang laki-laki muda yang sedang berbicara dengan suamiku. Kembali aku agak canggung, namun dengan luwesnya suamiku bisa mencairkan suasana dan setelah berbasa basi sebentar aku masuk kamar diikuti suamiku. 

"Apa apaan sih.. Kok 2 orang..?", tanyaku dengan agak kesal namun juga ingin tahu. 
"Nggak.. Apa apa.. Mas ingin Mama benar benar menikmati.. Mereka semua terjamin kok, lagian makin banyak makin seru kan..?", suamiku menjawab dengan senyum, namun matanya memandangku dengan sangat nakalnya. 
"Udah.. Mau ganti baju atau langsung kusuruh masuk saja..?", tanya suamiku lagi. 

Aku beranjak ke kamar mandi di dalam kamar, dan ketika keluar mengenakan daster, mereka sudah berada di dalam kamar dan salah seorang yang bernama Derry, bertubuh tinggi, berkulit kuning bersih dan berwajah seperti bintang sinetron, segera menghampiri dan menyambutku, sementara temannya yang bernama Ronald dengan postur sedikit lebih pendek kekar dan berpenampilan seperti ABRI memandangku dengan kagum karena memang aku sempat berdandan tadi ketika menunggu mereka. 

Derry segera memegang tanganku, merangkul, dan sekejap kemudian aku sudah berada dalam pelukannya, lalu dibimbingnya aku ke ranjang dan Ronald menyusul, lalu mereka berdua mulai mencumbuku, seakan tak peduli dengan kehadiran suamiku yang memperhatikan dengan seksama. 

Dengan lembut mereka melepaskan seluruh penutup tubuhku dan detik berikutnya bibir mereka sudah mulai menelusuri seluruh lekuk tubuhku. Bergantian mereka menjilatiku, kadang Derry mencium bibirku sementara Ronald menjilati payudara dan terus menelusur ke bawah, dan ketika lidahnya naik lagi Derry yang bergerak menjilatiku terus ke bawah sementara Ronald terus ke atas sampai kami saling berciuman. 

Sensasi demi sensasi kudapatkan dari kedua pemuda ini, yang dengan sangat kompak bekerja sama menjilatiku dari ujung kepala sampai ujung kaki.. 

Malam itu aku 'habis' digumuli oleh kedua lelaki muda perkasa itu dan entah kapan berakhirnya serta berapa kali aku mengalami orgasme, yang jelas aku sudah tertidur pulas tanpa tahu kapan mereka pergi. 

Waktu berjalan terus dan tak terasa sebulan lebih telah lewat sejak kali terakhir itu, kulihat anak-anak sedang bermain serta menonton TV dan bergurau dengan suamiku. Aku sempat tercenung.., salahkah aku bila mengikuti irama nafsu yang kini seringkali melanda..? Namun suamiku sendiri tampak semakin sayang dan kami menjadi semakin dekat dan terbuka, tidak ada lagi batasan antara kami untuk membicarakan sesuatu, bahkan fantasi sex yang paling liar pun dapat kami bicarakan dengan terbuka dan bahkan direalisasikan dan menyenangkan kami berdua. 

Ridwan suamiku sendiri tidak berkeberatan dan bahkan sangat senang dengan gejolak dan gelora birahiku sejak aku disentuh oleh laki-laki lain di hadapannya dan menjadi seperti air bah yang bobol melewati bendungan, dan hubungan sex kami memang menjadi sangat intens, boleh dikata kini tiada hari tanpa sex antara kami berdua, tentunya kalau aku sedang 'lampu merah' ya stop dulu, hanya itu saja. 

"Hai..", aku terkejut mendengar seruan suamiku di dekat telingaku. 
"Ngelamun apa Ma..?", tanyanya. 
"Ah.., Nggak..", aku menjawab sekenanya karena anak-anak memperhatikan kami. Baru setelah mereka tidur aku menceritakan kegundahanku pada suamiku yang lalu berupaya menghiburku. 
"Ma.. Kita ini kan terikat pada suatu ikatan pernikahan dengan dasar cinta yang sangat kuat.., apa yang kita lakukan menurutku.., sepanjang kita lakukan dengan sadar, tanpa paksaan.. ataupun keterpaksaan.. dan benar benar dapat dinikmati oleh kita berdua.. Mengapa tidak?", katanya lagi. 
"Tapi Mas.. Fifi cuma ingin tahu.. salah atau nggak sih.., kalau menikmati.. ya memang.., kalau terpaksa nggak.. dipaksa juga nggak.. Tapi apapun juga jangan sampai ada yang harus dikorbankan", jawabku. 
"OK.. gini deh.., besok kita cari jawabannya dan yakinlah.." suamiku mengakhiri percakapan malam itu dengan memberi kecupan mesra padaku. 

Pada sore hari esoknya, suamiku pulang cepat lalu mengajakku pergi, tentu saja anak-anak ingin ikut, namun dengan janji akhir minggu nanti akan diajak rekreasi, mereka akhirnya tenang dan mau tetap tinggal di rumah dengan pembantu tua yang sudah lama ikut kami. 

Lalu kami menuju daerah Blok M, Jakarta Selatan dan berbelok di suatu jalan dengan pohon-pohon yang masih rindang. Suamiku memarkir mobilnya di depan sebuah rumah besar dengan papan nama Dr.., (nama seorang seksolog yang sangat terkenal karena kerap muncul di berbagai media massa). 

Pada awalnya aku agak sungkan untuk ikut masuk, namun suamiku berhasil meyakinkanku dan setelah mendaftar yang ternyata suamiku sudah membuatkan janji sebelumnya, kami segera berada di dalam kamar praktek dokter psikolog yang selama ini hanya nama dan wajahnya saja yang kukenal lewat tulisan-tulisan dan komentarnya di acara TV. 

Dengan ramah beliau yang penampilannya persis seperti di TV menanyakan permasalahan kami dan aku hanya bisa diam tertunduk, suamikulah yang lalu berbicara dan menceritakan seluruh kehidupan kami dengan jelas namun singkat, maklum dia seorang pelaku bisnis, jadi gaya bicaranya jelas dan sistematis, beda denganku yang sering kurang fokus. Dengan senyum yang tak pernah lepas, dokter itu lalu menjawab.. 

"Hmm.. Sebenarnya hal yang kalian utarakan itu adalah hal yang umum, banyak sekali pasangan yang melakukannya, dan di negara-negara barat bahkan sudah jauh lebih terbuka, memang di sini kadang-kadang masih memegang adab.. (dengan bisik jenaka).. Apa-apa ditabukan tapi kalau nggak ada yang lihat dilakukan dengan semangat.." dan dengan cerdasnya beliau berbicara hingga dapat memecahkan kebekuan suasana, bahkan aku pun jadi berani untuk ikut bertanya juga. 

"Inti dari pasangan suami istri yang sehat adalah keterbukaan dan kalian telah memiliki hal tersebut, perihal perilaku sex, menurut saya sepanjang dikehendaki oleh kedua pihak, tidak akan menimbulkan akibat kesehatan, dan secara nurani dapat diterima oleh pasangan tersebut.. Ingat.. Secara nurani hanya oleh pasangan yang bersangkutan.. Bukannya oleh masyarakat, karena yang menjalaninya adalah kalian.. Sepanjang dapat menikmatinya.. Saya yakin tidak masalah", katanya menegaskan. 

"Namun..", lanjutnya, "Ada beberapa pasangan atau orang yang terikat penuh.. Pada adat, budaya dan mungkin juga ajaran agama.. Hingga tidak dapat berdamai dengan dirinya dalam hal ini. Nah.. Untuk yang seperti itu.. Jangan dilakukan.. Karena akan timbul akibat psikologis yang tidak sehat, banyak orang seperti itu di dunia ini, ingin.. Tapi.. terikat pada hal-hal tadi.., akibatnya menjadi tidak baik, saling menyalahkan dan seterusnya yang berujung pada keretakan". 

"Ada satu hal lagi pada pasangan dengan lifestyle seperti yang kalian jalani, kalau bertengkar janganlah menggunakan alasan hubungan sex yang telah dijalani atas kemauan bersama itu untuk mencaci maki, kalau itu dilanggar wah.. akibatnya berat.. paham?", tanyanya dan kami seperti anak SD saja hanya dapat mengangguk mengiyakan. 

Pertemuan dengan psikolog kondang itu sungguh melegakan hatiku dan suamiku juga tampak senang karena ternyata 'teori' yang selama ini disampaikan padaku sejalan. 

Kembali waktu berjalan dengan cepatnya. Hari itu kami sedang berada di sebuah bungalow di daerah Anyer, berlibur dengan anak-anak dan seperti umumnya bungalow, kami juga punya 'tetangga'. Di sebelah kiri kami ditempati sepasang suami istri dengan usia yang sebaya kami, dengan dua orang anak yang juga sebaya dengan anak kami, dan di sebelah kanan tinggal dua orang pemuda yang nampaknya sedang berlibur dan seharian cuma bermain jetski yang dibawanya sendiri dengan kendaraan khusus. 

Pada hari kedua kami sudah saling akrab dengan Mas Willy dan Mbak Ratih, tetangga di bungalow sebelah kiri yang terlihat sangat serasi. Mas Willy berkulit putih, tinggi atletis berusia sebaya Mas Ridwan, dan istrinya juga sangat cantik, dengan payudara yang jauh lebih besar daripada punyaku, kutaksir berukuran sekitar 38. Aku dapat melihat dengan jelas bagaimana payudaranya berguncang ketika ia berkejaran dengan anak-anaknya di pantai siang tadi. Sementara Firman dan Yudi, tetangga sebelah kananku, keduanya adalah mahasiswa dari Jakarta. Terlihat jelas mereka adalah anak orang kaya, dan yang paling mengherankanku adalah bahwa Mas Ridwan suamiku dan Mas Willy sangat cepat menjadi akrab seakan sudah bersahabat bertahun-tahun. 

"Tok.. Tok..", suara pintu depan yang diketuk membuatku bangkit dari tempat dudukku dan meletakkan novel yang sedang kubaca. 
"Malam.., Mbak jangan tidur sore-sore.. Kita bikin barbekyu dulu di halaman belakang..", Mas Willy yang berdiri di depan pintu sudah nyerocos menjelaskan maksud kedatangannya. 
"Ng.. Tapi kami sudah makan..", jawabku sambil melirik jam.. 

Wah.. Sudah jam 10 malam, memang sudah sepi, dan anak-anak sudah lelap kecapekan bermain seharian penuh. 

"Ah.. Pantang tidur sore-sore di sini", Mas Willy berkata seakan mengerti yang kupikirkan. Dan suamiku sudah berdiri di sampingku. Entah kapan keluar dia ini. 
"Ma.. Yuk.. Ah.. Nggak enak nolak undangan.. Kasihan.. Udah beli arang segerobag..", celetuknya lalu menarik tanganku mengikuti Mas Willy yang sudah melangkah menuju halaman belakang. 

Di sana kulihat Mbak Ratih serta kedua mahasiswa itu pun sudah lebih dahulu ada di sana, malah Mbak ratih tampak cuma mengenakan bikini saja dan dililit sehelai kain pantai, namun payudaranya yang besar itu seakan tidak muat dalam bikini yang kecil itu, dan jelas kulihat mata kedua mahasiswa tersebut seperti tertarik oleh besi sembrani, dan.. eh.., ternyata suamiku juga ketularan.. Matanya tanpa malu-malu melahap pemandangan tersebut, aku sih tidak marah hanya agak iri.. 

Barbekyu yang dihidangkan sungguh sedap, dan minuman anggur yang menyertainya membuat suasana semakin santai dan perbincangan juga semakin 'mengarah'. Kami semua lalu sepakat untuk berenang di kolam renang di bagian halaman belakang yang hampir berbatasan dengan pantai. Suasana agak gelap karena sinar lampu tidak mampu menjangkau kolam tersebut, namun sinar bulan masih cukup sebagai penerangan dan ketika aku hendak pamit untuk berganti pakaian renang, ternyata mereka semua dengan santainya melepas semua pakaian yang dikenakan dan masuk kolam dalam keadaan telanjang bulat. Sempat kulirik suamiku masih mencoba 'mengincar' dengan pandangannya ke payudara Mbak Ratih sebelum berendam di air kolam. 

"Ayo..", Mbak Ratih memanggilku karena melihatku masih tertegun. Karena suamiku juga sudah melepas pakaiannya maka apa boleh buat, aku pun melepas semua yang kukenakan lalu masuk kolam bergabung dengan yang lain. 

Pada awalnya suasana masih agak kaku, aku meringkuk di sisi suamiku yang mendekapku, sementara Mbak Ratih juga berada di sebelah Mas Willy, namun kedua pemuda itu, dasar ngocol segera saja mencairkan suasana dan kami pun bercanda dengan ramai, bahkan terkadang saat berenang kami saling bertubrukan dan seringkali entah sengaja atau tidak, saat itu digunakan oleh mereka untuk mengelus payudaraku, bahkan entah siapa yang menyelam.. tiba-tiba aku menjerit kaget ketika ada jari yang 'nyelonong' menyentuh vaginaku. 

Kondisi ini membuat kami semua semakin asyik bercengkarama dan tanpa terasa, tiba-tiba Yudi sudah berada di dekatku lalu memelukku dari belakang. Kurasakan kemaluannya tegang menyentuh bongkahan pantatku, sementara Mas Willy yang entah datang dari mana juga sudah berada di hadapanku lalu ikut memelukku. Tangannya tanpa ragu meremas payudaraku, dan aku yang sudah terhanyut dan sedikit mabuk oleh suasana, anggur dan lainnya juga 'membalas'-nya dengan memegang kemaluan suami Mbak Ratih itu sementara ketika kulirik.. Wah.., ternyata suamiku juga sudah 'nenen' di payudara Mbak Ratih yang besar itu. 

Memang sejak awal melihat Mbak Ratih aku sudah sering membayangkan bagaimana kalau seandainya suamiku bermain sex dengan wanita itu, dan bayangan itu bukannya membuatku cemburu tetapi malah membuatku terangsang, kini dengan melihatnya secara langsung birahiku menjadi semakin cepat naik. 

Mas Willy lalu berinisiatif mendorong kami ke pinggir lalu menaikkanku duduk di bibir kolam dan detik berikutnya, kepalanya sudah mendekam di antara pahaku sementara lidahnya mulai menjilati vaginaku sementara Yudi juga sudah naik ke tepi kolam lalu menghisap dan menjilati puting payudaraku. Tanganku menggapai-gapai mencari 'pegangan' dan ketika kutemukan kugenggam pegangan yang ternyata adalah kemaluan pemuda itu. Walau tidak terlalu besar tapi kemaluan Yudi sangat keras. 

Aku lalu memposisikan diriku rebah dengan kedua kaki menjuntai ke dalam kolam. Mas Willy masih menjilatiku dengan asyiknya hingga memberiku kenikmatan yang amat sangat karena lidahnya sungguh pandai menjilat dan menyapu, terkadang bahkan memasuki liang vaginaku, sementara Yudi 'kutuntun' untuk berjongkok di atasku sehingga aku bisa dengan bebas menghisap dan menjilati bijinya. 

Bahkan dengan nakalnya ia menggerakkan pantatnya sehingga anusnya terjilat olehku.. Ah.., aku tak peduli.., namun aku masih sempat melirik ke sebelah dan di sana ternyata 'lebih parah' lagi. Kulihat suamiku berdiri dengan kemaluannya di dalam mulut Mbak Ratih yang 'menduduki' Firman yang kemaluannya entah kapan sudah tertanam dalam vaginanya. 

Crrot.., "Ahh.. Argh..", Yudi yang tak tahan dengan hisapan dan jilatanku menumpahkan air maninya dalam mulutku yang karena posisi kepalaku tak memungkinkanku banyak bergerak membuatku harus menelan habis semua air mani anak muda itu. 

Yudi tergolek ke sampingku dan kemudian Mas Willy naik di atas tubuhku yang kusambut dengan membuka kedua pahaku lebar-lebar dan bless.. Kemaluannya sudah memasuki vaginaku dengan tidak terlalu sulit karena selain ukurannya memang juga tidak terlalu besar, vaginaku sendiri juga sudah sangat basah dengan lendirku bercampur air liurnya.. 

Mas Willy menggerakkan pantatnya dengan teratur sementara bibirnya menyatu dengan bibirku tanpa merasa terganggu dengan bekas air mani Yudi, dan tidak lama.. 

"Aahh..", crrot.., sampailah ia di puncak kenikmatan dengan mengejang dan menekankan kemaluannya sedalam mungkin di vaginaku. Aku memeluknya dan mencoba bergerak secepat mungkin untuk 'menyusul', namun kemaluannya keburu menyusut hingga.. Plop, terlepas dari vaginaku. 

Aku tidak berkomentar namun agak kecewa karena belum orgasme. Sungguh.. bagi wanita yang pernah merasakannya, pasti tahu betapa tidak enaknya dalam kedaan 'menggantung' begitu. Mataku nanar melihat ke sebelah dan pada saat itu, kulihat suamiku juga sedang memperhatikan diriku, sementara Mbak Ratih dengan mulut yang masih menitikkan cairan putih di sudut bibirnya sedang bergerak dengan liarnya di atas Firman, dan hampir berbarengan dengan dengusan Firman, mereka saling memeluk melepaskan puncak kenikmatan. 

Ketika aku bergerak duduk, suamiku sudah berada di sampingku. 

"Kamu belum ya.." bisiknya mesra lalu ia mulai mencium bibirku.. Turun ke payudaraku dan terus ke bawah. 

Aku berusaha mencegahnya karena tahu vaginaku masih penuh dengan air mani Mas Willy, namun tampaknya ia tidak peduli, turun ke kolam lalu berdiri di dalam air di antara kedua kakiku dan mulai menjilati vaginaku yang sesungguhnya masih basah kuyup itu. 

Campur aduk perasaanku, antara merasa tidak enak pada suamiku, namun juga ada kenikmatan lain yang sukar dilukiskan ketika ia melakukan itu dan akhirnya rasa nikmat itu menang, aku bersikap rileks dan menerima gelombang kenikmatan yang datang dari jilatan, sapuan dan hisapan suamiku pada klitorisku. Jarang aku bisa orgasme hanya dengan dijilat, namun kali ini ledakan itu datang cukup hebat dan.. 

"Hh.. Sss..", akhirnya aku menggapai kenikmatan yang tadi menggantung. Namun rupanya itu tak berlangsung lama karena rupanya menjilati vagina istrinya yang 'bekas' dipakai orang lain justru sangat menaikan birahi suamiku, karena ia lalu naik dari kolam dan lalu memasukkan kemaluan yang sudah sangat kukenal itu dan kami bersetubuh dengan sangat lembut, di bawah tatapan mata kawan-kawan yang lain. 

"Balik Ma.." bisik suamiku, aku mengerti lalu ia melepaskan kemaluannya dari vaginaku, aku diposisikan seperti yang diinginkannya dan kami lalu bersetubuh secara doggy style, ah semakin dalam dan nikmat saja hunjaman kemaluan suamiku. 

"Ss.. Ah..", aku agak kaget ketika ada perasaan asing yang datang, ternyata Mbak Ratih ikut menyusupkan kepalanya di antara pahaku dan menjilati kemaluan suamiku setiap tertarik dan lidahnya terkadang menyapu juga klitorisku.. Uh.., sungguh luar biasa. 

Jilatan Mbak Ratih makin tak beraturan karena rupanya ia juga sedang digarap oleh Mas willy yang sudah berdiri lagi dan memasukkan kemaluannya, sementara ketika kulihat kemaluan Firman yang juga sudah ikut bangun, aku memberinya isyarat dan ia menghampiriku dengan menyodorkan kemaluannya yang jauh lebih besar daripada kemaluan Mas Willy maupun Yudi ke mulutku. 

Lengkaplah sudah malam itu, kami melanjutkan permainan itu di bungalow Yudi dan Firman, karena di bungalow kami ada anak-anak yang sedang tidur hingga kami kuatir mereka akan terbangun menyaksikan orang tuanya sedang berpesta. 

Malam itu masih 2 kali Firman memuntahkan air maninya di mulutku dan Mas Willy juga sekali, sementara Mbak Ratih tampak kelelahan dan berhenti terlebih dahulu dan meringkuk di atas kursi ketiduran. 

Hingga saat ini aku masih menolak ketika ada yang mencoba memasukkan kemaluannya ke anusku. Belum.. aku belum siap, kalau hanya dijilat dan ditusuk pakai lidah aku masih mau, enak.. Tapi kalau lebih dari itu aku masih takut. 

Keesokan harinya anak-anak memuaskan hasratnya bermain, sebelum sorenya kami berpisah dan kembali ke kehidupan rutin kami. 

Kini sudah lebih dari satu setengah tahun sejak aku dipijat yang berakhir pada kehidupan seks yang penuh hasrat, penuh kenikmatan, penuh tantangan, dan baru kali ini aku menyadari bahwa ternyata kehidupan seks bisa begitu variatif tanpa harus mengorbankan pernikahan. 

Aku membuat kesepakatan pada diriku sendiri bahwa aku tidak akan mau berhubungan seks dengan orang lain tanpa didampingi suamiku, walau aku membebaskan dia untuk melakukannya kalau kebetulan ingin dengan wanita lain, asal dia menceritakan pengalamannya. Hal ini berawal pada permintaan beberapa teman suamiku yang datang dan berunding dengan kami dan meminta tolong agar Mas Ridwan suamiku mau 'gantian' berperan sebagai pemijat untuk istri mereka, dan hal itu tentunya susah ditolak kan? Namun hingga saat ini belum pernah suamiku bermain dengan wanita lain berduaan saja. 

"Ngapain.., nggak seru..", katanya. 
"Untuk kita kan permainan ini hanya sekedar refreshing.. Fun.. Dan rekreasi..", katanya lagi, menjelaskan ketika ia kutanya mengapa menolak beberapa 'tawaran' yang datang. 
"Bagiku.. Melihat Mama.. bermain seks hingga puas jauh lebih menyenangkan dan memuaskan ketimbang Mas yang main..", ia menjawab santai menjelaskan pendapatnya. 

Beruntungkah aku? Atau semua suami memang seperti itu..? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar