Rabu, 03 Juli 2013

Tari, Diet Nikmat Burung Muda



Tari

Menjadi wanita memang susah. Sepertinya lebih mudah menjadi laki-laki. Betapa tidak, wanita dituntut untuk selalu tampil prima. Wanita harus berdandan secantik mungkin untuk menyenangkan suami, sementara para lelaki sendiri suka egois dan terkadang tidak menghargai wanita. Bahkan pria yang penampilannya pas-pasan pun kadang menuntut istrinya harus yang cantik dan menarik. Padahal tampangnya sendiri enggak karu-karuan!! Banyak sekali contoh yang terjadi di masyarakat. Apalagi dalam kultur Jawa seperti lingkunganku yang menekankan kalau wanita itu harus bisa ‘macak, masak, dan manak (berdandan, memasak, dan melahirkan)’ agar dapat disayang suami. Ini benar-benar pepatah bikinan orang egois dan gila! Tapi itulah... wanita harus menerimanya.




Aku sendiri sebagai wanita yang sudah setengah umur harus mengalami keadaan serupa. Di usiaku yang menjelang 40 ini kondisi tubuhku sudah dapat dikatakan kurang menarik di mata lelaki. Aku kadang merasa was-was kalau-kalau suamiku, Mas Tono, berpaling ke wanita lain. Aku selalu merasa khawatir dan cemburu kalau suamiku yang saat ini usianya sudah 47 tahun tetapi masih kelihatan gagah dan menarik setiap mau berangkat kantor selalu berdandan necis. Aku curiga, jangan-jangan dia mempunyai WIL di luar sana karena aku sudah tidak kelihatan menarik lagi. Walaupun tinggi tubuhku cukup lumayan, yaitu sekitar 165 dan dadaku mempunyai ukuran yang besar, aku merasa kurang percaya diri dengan keadaanku ini. Tubuhku boleh dikatakan gendut, karena berat badanku hampir mendekati 74 kiloan. Garis-garis perutku pun mulai kendor karena aku sudah melahirkan dua orang anak yang saat ini sekolah di luar kota dan mereka seminggu sekali baru pulang ke rumah. Sehingga sekarang yang tinggal di rumah hanya aku dan suamiku.


Aku adalah seorang ibu rumah tangga biasa. Sebut saja namaku Tari. Seperti sudah kuceritakan di atas, usiaku saat ini 39 tahun. Wajahku memang masih kelihatan cantik karena memang sebelum disunting Mas Tono dulu aku adalah primadona di SMA yang di kotaku dikenal sebagai SMA “Hollywood”. Disebut sebagai SMA Hollywood karena di sekolah ini memang rata-rata anaknya cantik-cantik dan dari kalangan ‘the have’, termasuk diriku. Mas Tono waktu itu mulai menjadi pacarku saat masih kuliah di PTN yang menjadi kebanggaan di kotaku ini, Solo. Aku mau menjadi pacarnya karena memang waktu itu Mas Tono orangnya ganteng, tubuhnya atletis dan seorang mahasiswa. Sudah menjadi kebanggaan bagi anak-anak seusiaku dulu kalau mempunyai pacar yang mahasiswa. Ia kuliah dengan mengambil bidang Ekonomi.


Aku dilamar menjadi istrinya saat aku masih kuliah semester I di Akademi Sekretaris di kotaku ini. Saat itu usiaku baru menginjak 19 tahun. Waktu itu Mas Tono sudah bekerja di instansi pemerintah dengan jabatan yang sudah cukup lumayan. Aku pun memutuskan untuk berhenti kuliah dan menjadi ibu rumah tangga biasa. Dengan anak-anak yang sudah besar dan kost di luar kota menjadikanku kurang bergerak karena aku memang tidak bekerja dan itulah sebabnya tubuhku jadi membengkak seperti gajah bunting. Aku sengaja tidak mengambil pembantu karena aku ingin menghilangkan kejenuhanku dengan mengerjakan sendiri pekerjaan rumah tangga.


Rasanya aku sudah bosan mengikuti berbagai program diet. Karena sudah berjuta-juta uang kukeluarkan tetapi hasilnya nihil. Mungkin program itu kurang cocok bagiku atau memang produk yang diiklankan cuma bohong belaka, aku tidak tahu. Yang jelas aku sudah tidak mau lagi ikut-ikutan program pembentukan tubuh yang ‘neko-neko’. Biarlah yang akan terjadi terjadilah. Bagiku yang penting tetap sehat dan berdandan rapi melayani suami sudah cukup rasanya. Kalau memang takdir menentukan suamiku punya WIL biarlah, yang penting aku jangan sampai tahu, karena kadang-kadang pengetahuan itu menyakitkan.


Untuk mengisi waktu luangku sambil menanti kepulangan suamiku, aku biasanya ngobrol dengan tetangga setelah pekerjaan rutinku selesai. Tetanggaku yang juga seorang ibu rumah tangga biasa juga tidak punya pembantu sehingga kami sama-sama seperti senasib, tetapi ia sudah menjadi janda. Suaminya yang sudah meninggal kira-kira lima tahun lalu adalah seorang mantan kontraktor bangunan yang sukses sehingga warisan yang ditinggalkannya bisa menghidupinya tanpa harus bekerja lagi. Orangnya sudah berumur kira-kira 41 tahunan, jadi lebih tua dibandingkan diriku. Aku selalu memanggilnya mbak Tatiek karena memang ia lebih tua dibandingkan diriku. Satu hal yang kuherankan adalah bahwa tubuhnya tetap langsing dan kulitnya pun kencang, padahal ia tidak pernah ikut-ikutan yang namanya fitness dan ikut program diet yang mahal-mahal.


Untuk menghilangkan rasa penasaranku, suatu saat aku pernah iseng-iseng menanyainya tentang rahasianya untuk menjaga kelangsingan tubuhnya itu. Karena memang sudah sangat akrab, ia pun selalu terbuka padaku.


“Mbak Tatiek, rahasianya apa sih? Kok sampeyan kelihatannya awet muda, langsing dan tetap cantik... mbok saya ikut dibagi biar Mas Tono enggak kecantol wanita lain gitu lho.”


“Wah, ini rahasia lho, jeng...!” jawabnya saat kutanya.


“Rahasia ya rahasia, mbak... tapi mosok sama saya juga masih rahasia?” aku tetap gigih mengejarnya.


“Iya, tapi kalau jeng Tari pengin tahu, jeng Tari harus jaga rahasia ini baik-baik ya...” akhirnya ia menyerah pada kegigihanku, atau ia memang kasihan padaku.


Mbak Tatiek lalu mendekatkan mulutnya pada telingaku dan membisikiku sesuatu yang membuatku terbelalak kaget. Aku mulanya tidak percaya akan kata-kata yang dibisikkannya di telingaku kalau air kencing anak laki-laki bisa membuat tubuh menjadi langsing dan kulit kembali menjadi kencang. Ia bilang katanya air kencing anak laki-laki mengandung semacam rejuvenating formula untuk awet muda.


“Mbak Tatiek gendeng... dasar wong edan... otak jinah!!” aku mencubitnya sambil cekikikan.


“Lho terserah jeng Tari mau percaya percaya atau tidak, yang jelas aku sudah mempraktekkannya.” kata mbak Tatiek sambil ketawa terkial-kial.


“Oo... dasar wong edan Ojin (Otak Jinah maksudku).” aku masih tidak percaya pada omongannya. Kami memang sangat akrab sehingga saling mengatai dan memaki menjadi semacam ‘joke’ di antara kami.


“Lho kalau jeng Tari enggak percaya, besok jeng Tari datang ke rumah agak siang dikit... ya kira-kira jam 1 atau 1.30 an lah,” mbak Tatiek terus meyakinkan aku. “Besok akan kutunjukkan pada jeng Tari kalau apa yang kukatakan itu sungguh-sungguh.”


Karena penasaran, aku memutuskan untuk mengikuti permainannya. Esoknya setelah selesai membereskan pekerjaan rumah tangga, kira-kira jam 1 aku main ke rumahnya. Rumah mbak Tatiek kelihatan lengang. Setelah beberapa kali kupencet bel, mbak Tatiek keluar menyambutku hanya dengan tubuh berbalut handuk.


“Sorry lama ngebukain pintu, soalnya baru mandi buat persiapan hari ini... ayo masuk, jeng.” ia menyeretku masuk ke kamar belakang yang tidak dipakai dan disuruh bersembunyi di situ. “Jeng Tari tinggal di sini dulu ya... nanti kalau anak itu sudah datang, jeng Tari boleh melihat apa yang aku lakukan.”


Aku ternyata disuruh mengintip apa yang akan dilakukannya bersama anak itu. Aku jadi bergidik karena merasa seram. Seluruh bulu-bulu di tubuhku seperti berdiri karena merinding. Seumur-umur aku belum pernah menyaksikan hal seperti ini, dan baru kali ini aku akan menyaksikannya sendiri.


Benar saja, tak lama kemudian bel pintu kembali berbunyi. Aku tetap diam di tempatku bersembunyi. Jantungku mulai berdebar tidak menentu karena akan mengalami pengalaman baru yang sangat mendebarkan. Lalu kudengar langkah-langkah menjauh dan bunyi pintu dibuka. Kemudian sayup-sayup kudengar ada suara orang bercakap-cakap dan bunyi pintu ditutup lagi.


“Kamu mandi dulu sana, Rud... di kamar tante saja.” kudengar suara mbak Tatiek menyuruh si anak itu mandi. Rupanya nama anak itu Rudi. Dan benar saja tak lama kemudian kudengar ada suara gemericik air dari arah kejauhan. Lalu kudengar ada suara langkah mendekati kamar tempatku bersembunyi. Pintu dibuka dan masuklah mbak Tatiek ke kamar tempatku bersembunyi.


“Jeng Tari, sebentar lagi permainan akan dimulai, sebaiknya jeng Tari bersiap-siap.” ia memberitahuku dengan suara pelan seolah takut kedengaran orang lain.


Setelah mbak Tatiek meninggalkan kamar tempatku bersembunyi, aku segera mengatur napas dan mulai berjalan berjingkat-jingkat mendekati pintu kamar mbak Tatiek yang memang sengaja dibuka. Pintu kamarnya terbuka dan hanya ditutupi kain horden sehingga aku dapat mengintip ke dalam kamar dari balik horden tanpa takut ketahuan si anak lelaki itu.


Hatiku seperti mencelos melihat pemandangan yang terjadi di kamar mbak Tatiek. Ternyata anak yang tadi dipanggil ‘Rud’ oleh mbak Tatiek masih sangat belia. Kalau kutaksir, anak itu umurnya kira-kira antara 9 atau 10 tahunan, apalagi baju seragam SD-nya yang kelihatan jelas dari warna merah dan putih yang dikenakannya ikut memperkuat taksiranku.


Kemudian kulihat mbak Tatiek menyuruh anak itu melepaskan semua pakaiannya hingga anak itu telanjang bulat. Mbak Tatiek pun segera melepaskan pakaiannya satu per satu hingga sama-sama bugil. Aku sedikit geli melihat keadaan itu. Hampir saja aku tertawa, untung aku masih mampu menahan diri. Apa yang kulihat benar-benar lucu. Betapa tidak? Si wanita mempunyai rambut kemaluan yang sangat lebat, sementara si lelaki, anak kecil itu tampak masih polos tanpa ada satu rambut pun yang tumbuh di kemaluannya. Tititnya yang kecil masih ‘mungsret’ menggantung seperti cabai.


Tubuh mbak Tatiek yang telanjang bulat nampak sangat seksi. Aku yang melihat dari arah samping dapat melihat betapa susunya yang ukurannya hampir sama besarnya dengan punyaku masih tampak kencang. Tubuhnya yang hampir setinggi diriku sangat menunjang penampilannya. Pantatnya pun masih sangat kencang dan berbentuk indah. Tidak seperti pantatku yang besar dan lebar mirip pegangan setir truck tronton. Aku mengatakan mirip truck tronton, soalnya mas Tono saat menyetubuhiku dengan gaya favoritnya ‘doggy-style’ selalu memegangi kedua buah pantatku yang besar seperti layaknya seorang sopir truck tronton yang sedang mengendalikan arah kendaraannya. Aku benar-benar iri melihat bentuk tubuh mbak Tatiek yang menawan itu.


Pemandangan yang kulihat benar-benar mendebarkan jantungku. Aku dengan jelas dapat melihat betapa mbak Tatiek menyuruh Rudi berbaring di tempat tidur lalu mengambil baby oil dan mulai mengurut titit Rudi. Tangan mbak Tatiek yang telaten terus mengurut titit Rudi dengan baby oil hingga lama-lama titit Rudi mulai mengembang. Bentuknya masih lucu karena penutupnya belum dibuka alias belum disunat. Aku melihat mata Rudi mulai merem melek dan napasnya mulai memburu. Lalu mbak Tatiek melumuri tangan Rudi dengan baby oil dan menyuruhnya mengusap-usapkannya ke susu mbak Tatiek. Rudi masih tampak canggung saat memegang susu mbak Tatiek. Dari susu, tangan Rudi lalu dibimbing mbak Tatiek ke arah vaginanya yang membusung dan tertutup rambut kemaluan yang sangat lebat.


Kulihat mbak Tatiek memejamkan matanya saat tangan mungil Rudi menggerayangi daerah selangkangannya. Mulut mbak Tatiek mendesis-desis seperti orang kebanyakan makan sambal. Tak lama kemudian, kulihat titit Rudi sudah sangat keras dan kencang menunjuk ke arah langit-langit kamar seperti hendak membidik cecak yang lewat di atasnya. Mbak Tatiek segera melumuri lubang anusnya sendiri dengan baby oil. Kemudian kulihat mbak Tatiek mengambil posisi menungging lalu menyuruh Rudi untuk berlutut di belakangnya.


Dengan tangannya, mbak Tatiek membimbing titit Rudi yang sudah keras dan kencang dan diarahkannya ke lubang anusnya. Digesek-gesekannya titit Rudi ke lobang pintu belakang tubuh mbak Tatiek. Setelah agak licin, lalu Rudi disuruh mendorong pantatnya hingga tititnya perlahan-lahan mulai menerobos masuk ke dalam jepitan lubang anus mbak Tatiek. Mereka ternyata memulai persetubuhan dengan gaya anjing kawin ‘doggy-style’.


Kulihat Rudi meringis seperti menahan sesuatu. Kepalanya seolah tertarik ke belakang dan kedua bibirnya terkatup rapat seperti orang kesakitan.


“Terr...rushhh dorongg... Ruddhh... terusss...” tak henti-hentinya kudengar mbak Tatiek menjerit histeris seperti orang gila. Pantatnya semakin liar bergerak memutar seolah-olah seperti sedang menggiling sesuatu. Kulihat Rudi pun memaju mundurkan pantatnya yang kecil memompa lubang anus mbak Tatiek dengan cepat.


Mereka bergerak semakin cepat dan tak terkendali


“Sa..sa..ya... m-mau... pi..pishhh... buuuu...” Rudi pun ikut-ikutan menjerit. Lalu tubuhnya seperti tersentak dan berkelojotan seperti orang sedang main pantomim seperti yang biasa diperagakan para mahasiswa yang suka berdemo saat memperagakan ‘happening art’. Aku mulai merasakan betapa selangkanganku sendiri mulai basah karena terangsang melihat adegan itu.


Kedua tubuh telanjang yang seolah-olah menyatu karena terpaku oleh paku kecil itu terus bergerak liar hingga lama-lama berhenti. Napas keduanya seperti saling berlomba. Kulihat ada tetesan bening yang sedikit tumpah dan mengalir keluar lubang anus mbak Tatiek dan mengalir sepanjang paha mbak Tatiek ke kasur spring bednya. Setelah Rudi melepaskan tititnya dari lubang anusnya, mbak Tatiek segera menutupi lubang anusnya dengan jari-jarinya dan tetap dalam posisi menungging. Mulut mbak Tatiek nampak terbuka menandakan ia merasakan sesuatu kenikmatan yang amat sangat, sementara Rudi tampak berguling di sampingnya dan tangannya mulai berani mengelus-elus perut mbak Tatiek yang nampak rata tidak seperti perutku yang kedodoran. Titit Rudi secara pelahan mulai mengkerut dan kembali lagi seperti semula saat sebelum mengembang.


Rupanya tadi Rudi tidak mengeluarkan sperma saat orgasme. Ya... anak seumur dia katanya memang belum bisa mengeluarkan sperma. Ia hanya mengeluarkan air kencing dan menyemprotkan semua air kencingnya di dalam lubang anus mbak Tatiek. Hal itu nampak dari lelehan cairan encer dan bening yang meleleh di kedua paha mbak Tatiek saat Rudi mencabut tititnya dari lubang anus itu.


Ada kira-kira 15 menitan kulihat mbak Tatiek dalam posisi menungging sambil menutupi lubang anusnya dengan jari-jarinya. Kemudian kulihat mbak Tatiek setengah berlari masuk ke dalam kamar mandinya dan kudengar suara percikan air seperti orang sedang membersihkan diri.


“Ruud, sini dulu,” kudengar mbak Tatiek memanggil Rudi yang masih tiduran di ranjangnya.


“Ya, bu!” Dengan patuh Rudi mengikuti perintah mbak Tatiek. Kembali kudengar percikan suara air di kamar mandi mbak Tatiek. 


Kira-kira 10 menit berlalu. Aku masih terdiam di tempatku bersembunyi dan ingin melihat apa lagi yang akan terjadi. Lalu kulihat kedua tubuh yang masih sama-sama bugil itu keluar dari kamar mandi. Mbak Tatiek menyuruh Rudi berbaring di sisi tempat tidur dengan kaki menjuntai ke lantai. Kemudian mbak Tatiek berjongkok di lantai dengan wajah menghadap selangkangan Rudi.


Mbak Tatiek lalu mendekatkan wajahnya ke selangkangan Rudi dan mulai menciumi titit Rudi yang masih menguncup lunglai. Dengan lembut dan sabar mbak Tatiek terus menjilat dan kadang-kadang menyedot titit Rudi yang mulai bereaksi. Kulihat kepala Rudi bergoyang ke kanan dan ke kiri sambil mulutnya menggumam tak karuan. Tangan Rudi yang mungil menggapai-gapai ke arah rambut mbak Tatiek yang agak berombak.


Ada sekitar sepuluh menit mbak Tatiek memberikan servis pada titit Rudi dengan mengulum dan terkadang menggesek-gesek titit Rudi yang sudah kencang dan mengembang dengan susunya yang menggantung indah. Sekali-sekali ditekankannya susu mbak Tatiek ke selangkangan Rudi, yang berarti menjepit titit Rudi di tengah-tengah belahan susunya. 


Mbak Tatiek lalu menyuruh Rudi bangun dan disuruhnya Rudi menetek. Dengan patuh Rudi mendekatkan mulutnya ke arah dada mbak Tatiek yang sekarang gantian berbaring dengan kedua kaki menjuntai ke lantai. Seperti seorang bayi yang menetek emaknya, Rudi dengan bernapsu menyedot-nyedot kedua puting susu mbak Tatiek bergantian. Aku yang melihat ikut-ikutan jadi terangsang dibuatnya dan membayangkan seandainya tetekku yang sedang diisapnya.


Kemudian kepala Rudi didorong mbak Tatiek dan diarahkannya ke selangkangannya yang ditumbuhi bulu kemaluan yang lebat dan berwarna hitam pekat. Itulah yang mengherankan! Rambut kepala mbak Tatiek mulai sedikit ditumbuhi uban, tetapi rambut di selangkangannya warnanya hitam pekat dan tebal tanpa uban satu pun! Mungkin karena rambut di kepala sering ikut susah kalau yang punya kepala sedang pusing jadi bisa putih, sedangkan rambut selangkangan cuma dipakai buat senang-senang makanya jadi awet hitam kali! Entahlah... ngapain susah-susah ikut mikirin rambut selangkangan segala.


Lalu dengan agak ragu-ragu Rudi mulai menyeruakkan wajahnya ke gundukan bukit di selangkangan mbak Tatiek yang berbaring dengan kaki menjulur ke lantai. Sementara Rudi sudah setengah berjongkok. Kedua tangan mbak Tatiek menekan kepala Rudi kuat-kuat agar lebih ketat menekan selangkangannya.


“Jilat, Rudd... jilat... itu... nya... ohhhh...” Mbak Tatiek terus mendesis-desis sambil terus menekan kepala Rudi ke selangkangannya.


“Terush... Ruudd... oohhhh...” mbak Tatiek mengerang sambil mengangkat pantatnya seolah menyongsong wajah Rudi yang masih menempel ketat ke selangkangannya. Tubuh mbak Tatiek bergoyang ke sana-kemari sambil tubuhnya seperti terguncang-guncang. Ia rupanya mengalami orgasme karena bukit kemaluannya dijilati mulut mungil Rudi. Aku pun merasakan betapa celana dalamku semakin basah karena sangat terangsang, aku merasa seolah-olah vaginaku lah yang sedang dijilati oleh mulut mungil anak kecil.


Setelah mbak Tatiek mengambil napas, disuruhnya si Rudi menindihnya. Dengan dibantu tangan mbak Tatiek, titit Rudi yang sudah sangat kencang dicucukkan ke lubang kemaluan mbak Tatik. Setelah arahnya tepat, kedua paha mbak Tatiek yang menjepit pantat Rudi segera menekan pantat Rudi hingga tititnya mulai melesak ke dalam lubang kemaluan mbak Tatiek.


“Ugh... hhhhh...” kudengar suara keduanya melenguh secara bersamaan. Kedua tangan mbak Tatiek lalu memegang pantat Rudi dan membantunya memaju-mundurkannya. Rudi yang merasa lebih nyaman dengan keluar masuknya tititnya yang terjepit dalam lubang kemaluan mbak Tatiek sudah mulai bergerak sendiri secara otomatis. Pantat mungilnya terus bergerak maju mundur menghajar selangkangan mbak Tatiek. Sementara itu wajah Rudi yang hanya sampai ke dada mbak Tatiek tanpa dikomando mulutnya mulai melumat kedua puting payudara mbak Tatiek.


Keduanya dengan tubuh menyatu terus bergerak, yang satu maju mundur yang satunya lagi bergerak memutar seperti sedang mengayak. Erangan keduanya sudah mulai tak beraturan. Terdengar hanya seperti gumaman kucing lagi kawin. Dan tak lama kemudian mbak Tatiek mulai menjerit-jerit.


“Ayo, Rud... yang kuattt... terushhh... oohhhh...” Tubuh mbak Tatiek mulai berguncang dan pantatnya terangkat seperti melonjak. Kedua pahanya semakin kuat menjepit pantat Rudi. Tubuh Rudi pun mulai terhentak-hentak seolah sedang menahan sesuatu yang berat. Lalu terdengar suara sorrrrrrr....!! Ternyata Rudi pun mengalami orgasme dengan menyemburkan kencingnya ke dalam lubang kemaluan mbak Tatiek. Tubuhnya masih terhentak selama beberapa kali dan akhirnya terdiam ambruk di atas perut mbak Tatiek. 


Setelah Rudi mencabut tititnya dari jepitan lubang kemaluan mbak Tatiek, buru-buru tangan mbak Tatiek menutup lubang kemaluannya dan terus begitu selama beberapa menit. Sama seperti saat setelah Rudi kencing di lubang anus mbak Tatiek, mbak Tatiek pun tetap berbaring kira-kira 15 menitan. Lalu ia setengah berlari masuk ke kamar mandi dan terdengar suara gemericik air. Aku kembali berjingkat masuk ke kamar tempat persembunyianku semula.


Setelah Rudi pulang, aku berani keluar dari tempat persembunyianku dan menemui mbak Tatiek.


“Gimana sekarang, jeng Tari... percaya to dengan apa yang kukatakan?” tanyanya.


“I-iya, mbak...” jawabku sambil sedikit tersipu karena tadi telah melihat bagaimana ia bersetubuh dengan seorang anak kecil.


“Itulah khasiatnya air kencing anak kecil yang masih murni,” lalu ia melanjutkan, “Nah sekarang tinggal jeng Tari mau tetap gendut apa pengin langsing seperti diriku.”


“Ta-tapi piye carane to, mbak...?!” aku masih ragu-ragu.


“Ya... golek cara to ya!! ...ngomong kek sama suamimu kalau kamu ingin mengambil anak asuh buat mengisi waktu luangmu.” kata mbak Tatiek memberi jalan keluar.


Aku merasa bingung selama beberapa hari. Apalagi saat-saat aku sedang sendirian di rumah. Bayang-bayang saat mbak Tatiek bersenggama seolah bermain-main di depan mataku dan membuatku gila. Aku sebenarnya ingin sekali langsing seperti dia dan ingin mencoba bersenggama dengan anak kecil. Kata-kata mbak Tatiek agar aku mengambil anak asuh selalu terngiang-ngiang di telingaku.


Akhirnya dengan nekat aku membicarakan keinginanku untuk mengambil anak asuh seusia SD dengan membantu membiayai sekolahnya. Usulanku diterima Mas Tono karena ia maklum akan kesepianku.


“Ya itu sih baik, mah... papah tahu mamah suka kesepian karena anak-anak sudah pada besar dan sekolah di luar kota.” itu lah kata-kata yang berupa lampu hijau dari suamiku.


Akhirnya aku mengambil seorang anak asuh yang berumur 10 tahun bernama Eka. Ia adalah anak Yu Parmi, seorang janda miskin yang ditinggal mati suaminya karena sakit-sakitan. Setiap hari sepulang sekolah, Eka selalu menemaniku dan pulang ke rumahnya setelah sore. 


Akhirnya setelah Eka ikut bersamaku selama dua bulan, aku mulai mempraktekkan apa yang diajarkan mbak Tatiek tentang ‘diet nikmat’-nya. Aku berhasil menjerat Eka untuk menjadi obat pelangsingku! Hal itu diawali dengan keberangkatan suamiku untuk mengikuti penataran di luar kota. 


Suatu hari... Mas Tono, suamiku, berpamitan karena hendak mengikuti pelatihan ADUM di luar kota selama satu bulan. Ia harus dikarantina di suatu lokasi dan baru bisa pulang seminggu sekali. Sehingga aku harus berada di rumah sendirian selama mas Tono mengikuti pelatihan pra jabatan itu.


“Mah, mulai besok papah harus mengikuti pelatihan pra jabatan di Kota Y selama satu bulan. Tapi mamah nggak usah khawatir pasti papah seminggu sekali pulang atau kalau mamah mau setiap malam minggu mamah yang datang ke kota Y, nanti kita nginap di hotel sekalian nengok anak-anak.” begitu kata suamiku.


“Ya enggak apa-apa kok, pah!”


“Gini aja... biar mamah ada teman di rumah, itu si Eka suruh tidur di sini buat nemenin mamah!” 


“Iya deh, pah... nanti mamah minta ijin sama Yu Parmi biar si Eka tidur di sini.” Akhirnya kesempatan itu datang, desisku dalam batin.


Sore itu aku dengan diantar mas Tono menyambangi rumah Yu Parmi dan meminta ijin buat Eka agar tidur di rumahku selama mas Tono berada di kota Y. Saat itu pula aku meminta tolong agar Yu Parmi datang ke rumahku seminggu dua kali untuk bersih-bersih.


Malam itu mas Tono mencumbuku habis-habisan sebelum berangkat ke kota Y keesokan harinya. Aku sampai kewalahan melayani nafsu mas Tono yang menyetubuhiku sampai tiga kali malam itu. Berbagai gaya kami praktekkan hingga kami menggelepar kecapaian. Bahkan menjelang berangkat, mas Tono kembali menyergapku.


Aku sedang membereskan meja makan setelah kami sarapan. Mas Tono yang sudah mengenakan seragam dinasnya tiba-tiba menyergapku dari belakang. Tangan kekar mas Tono memeluk tubuhku yang gendut dan bibirnya menciumi leherku dengan ganasnya. Tubuhku didorong hingga mepet ke bak cucian. Kemudian disingkapkannya dasterku hingga ke pinggang lalu celana dalamku ditariknya hingga ke batas lutut.


“Mas, nanti telat lho... akhhh!!” desisku sambil mengingatkan kalau ia harus segera berangkat.


“Biarin deh, mam... telat dikit gak apa-apa.” mulutnya menjawab tetapi tangannya terus melepas sabuk celananya dan memelorotkannya sekaligus celana dalamnya. Aku merasakan betapa batang kemaluan mas Tono yang sudah keras menempel ketat di belahan pantatku yang tambun dan lebar.


Tangan mas Tono lalu bergerak meraba-raba perutku yang gendut sambil menekan-nekan batang kemaluannya hingga semakin ketat menempel di celah pantatku. Aku ikut menggerak-gerakkan pantatku agar mas Tono puas karena batang kemaluannya terjepit di antara perutnya dan belahan pantatku. Batang itu demikian keras dan hangat menempel di belahan pantatku.


Aku melenguh dan merasakan bahwa selangkanganku mulai basah karena terangsang saat tangan mas Tono menggesek-gesek celah hangat di selangkanganku. Apalagi saat jari-jaari mas Tono dengan lincahnya mulai bermain-main di daerah sensitifku ini.


Punggungku ditekan mas Tono hingga aku seperti menungging di atas bak tempat mencuci. Lalu mas Tono mulai mencucukkan batang kemaluannya ke celah sempit di selangkanganku yang sudah licin. Perlahan namun pasti batang kemaluan mas Tono mulai menerobos liang senggamaku. Aku mendesah menahan sensasi nikmat saat batang kemaluan mas Tono mulai menggesek dinding lubang kemaluanku.


Aku ikut menggoyangkan pinggulku saat mas Tono mulai mendorong pantatnya hingga seluruh batang kemaluannya terjepit erat di lubang kemaluanku. Tubuh kami seolah menyatu dengan batang kemaluan mas Tono sebagai pasak yang menyatukan tubuh kami. Aku terus menggoyangkan pantatku mengimbangi goyangan mas Tono. Aku merasa betapa buah dadaku yang besar terguncang-guncang seirama hentakan pantat mas Tono yang menghajar lubang kemaluanku melalui tusukan-tusukannya yang dilakukan dari belakang. Aku membayangkan seolah-olah mas Tono sedang menyetubuhi gajah bengkak! (Tubuhku memang gendut seperti gajah bengkak!!)


Mas Tono semakin liar mengayunkan pantatnya. Tangannya yang kekar mencengkeram kedua belah bongkahan pantatku dan mulutnya menggeram saat aku merasakan betapa ada semprotan-semprotan cairan hangat menyembur di dalam lubang kemaluanku. Aku tahu mas Tono sedang mencapai orgasme. Maka aku membantunya mengantarkan mas Tono ke puncak kenikmatan yang maksimal dengan menggerakkan pantatku semakin liar. Kami terus bergerak liar hingga mas Tono menekan pantatku seolah-olah menyuruhku berhenti bergerak.


“Su-sudah, mahhh! Arghhhh...” mas Tono dengan suara tertahan mencoba menghentikan gerakanku. Batang kemaluannya yang terjepit erat dalam genggaman liang kemaluanku serasa diperas dan dipelintir saat aku memutar pinggulku.


Beberapa saat kemudian napas mas Tono mulai kedengaran beraturan. Mulutnya membisikkan kata-kata mesra di teligaku yang membuatku sangat bahagia memiliki mas Tono sebagai suamiku.


“Kamu hebat, sayang... aku sangat puas dibuatnya.” mas Tono membisikkan kata-kata mesra ditelingaku setelah ia orgasme barusan.


“Itu buat bekal papah di penataran... kan seminggu lagi kita baru ketemu.” desisku manja sambil sedikit menggoyangkan pantatku. Batang kemaluan mas Tono yang semakin melemas mulai terdorong keluar dari jepitan lubang kemaluanku. Dan plop!! Akhirnya keluar sudah seluruh batang kemaluan mas Tono. Sisa-sisa air maninya menetes ke celana dinasnya.


“Tuh, pah... celanamu jadi kotor kan.”


“Biarin, mah... anggap saja itu sebagai prasasti.” kelakar mas Tono sambil memencet hidungku.


Jam 07.15 tepat mas Tono berangkat ke kantor dengan didahului cium pipi kanan dan kiri sebagai pamitan. Demikianlah seks kilat yang kami lakukan di pagi saat keberangkatan suamiku ke pelatihan di luar kota. 


Aku sebenarnya belum mencapai orgasme saat mas Tono selesai dengan kebutuhannya. Akan tetapi aku tidak tega untuk meminta penuntasan darinya karena ia harus segera berangkat. Aku pendam sedikit kekecewaan setelah ‘digantung’ oleh mas Tono dalam persetubuhan pagi tadi.


Malam ini adalah malam pertama aku ditinggal mas Tono untuk mengikuti pelatihan di instansinya. Aku yang masih belum mencapai orgasme sejak persetubuhan tadi pagi merasa sangat gelisah. Liang kemaluanku terasa berdenyut-denyut menuntut pemenuhan.


“Eka, ayo mandi dulu sebelum bobok.” aku memerintah Eka anak asuhku untuk mandi dulu sebelum tidur. “Nanti kamu bobok sama ibu ya!”


“Iya, bu...” jawabnya.


Aku lalu melepas seluruh pakaian yang melekat di tubuhku tanpa terkecuali, termasuk BH dan CD-ku, sehingga aku benar-benar bugil saat itu dan berbaring di atas kasurku yang empuk. Aku lalu menutupi tubuh bugilku hanya dengan selimut agar tidak kedinginan karena AC di kamarku.


“Ayo sini, Ka... bobok di sini dikeloni ibu.” perintahku pada Eka. “Lepas baju dan celanamu agar tidurnya enak.”


Eka menurut saja tanpa malu-malu.


“Dasar anak kecil!!” desisku dalam hati. Titit Eka yang masih kecil tampak menggantung mirip cabai merah. Ukurannya tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Mungkin sebesar jari manisku. Lalu Eka naik ke tempat tidurku dan berbaring di sampingku.


Kututupi tubuh telanjang Eka dengan selimutku, sehingga kami sama-sama telanjang di bawah selimut. Bulu romaku berdesir saat paha telanjang Eka menyentuh pahaku yang telanjang. Hasratku yang tadi belum tertuntaskan kembali bergejolak menuntut pemenuhan.


“Ka, kamu biasanya tidur sama siapa di rumah?” tanyaku.


“Sama si mbok, bu...”


“Ka, ibu kan sudah lama tidak punya anak kecil, Eka mau kan bobok sambil netek sama ibu?”


“I-iya, bu...”


Aku lalu merangkul tubuh telanjang Eka dan menyodorkan tetekku yang gembung kepadanya. Puting buah dadaku yang besar dan kecoklatan segera disedot mulut kecil Eka, anak asuhku.


Aku merasa betapa gejolak nafsuku semakin bergolak saat mulut kecil Eka menyedot-nyedot puting payudaraku. “Sekarang ganti yang ini, Ka...” desisku agak gemetar menahan nafsu sambil menyodorkan puting yang sebelah kanan. Karena agak kesulitan, kusuruh Eka agar naik ke atas tubuhku hingga ia tengkurap menindihku.


Tubuhku semakin meriang saat tubuh Eka yang telanjang menindihku sambil mulutnya terus menyedot-nyedot puting payudaraku. Perlahan namun pasti aku merasakan betapa titit Eka yang menempel ketat di atas gundukan kemaluanku mulai mengeras. Normal bukan?? Walau pun ia masih kecil, tetapi naluri khewaniah yang ada pada dirinya sudah mulai bekerja. Tititnya mengeras dan berdenyut-denyut di bawah sana.


Kulirik wajah Eka yang sedang asyik menyedot puting payudaraku. Kulihat warna rona kemerahan pertanda agak malu. “Enggak apa-apa, Ka... Ibu malah senang kalau kamu ternyata anak normal.” aku berusaha menenangkannya.


“Ee... i-iya, bu... habis Eka tidak pernah netek sama simbok.”


Tanganku mengelus-elus punggung Eka yang terus menyedot puting payudaraku. Bulu-bulu halus di tubuh Eka mulai merinding saat tanganku mengelus lembut punggung bawahnya. Tanganku lalu menekan pantatnya hingga tititnya yang sudah mengeras semakin ketat menekan gundukan bukit kemaluanku. 


“Lho, ini kenapa, Ka?” tanyaku menggoda sambil mengedut-ngedutkan kemaluanku.


Eka menjadi agak malu saat aku mengedut-ngedutkan gundukan bukit kemaluanku yang tertekan tititnya dengan ketat. “Eka mau yang lebih enak?” desisku perlahan.


“I-iya, bu!” jawabnya sambil menganggukkan kepalanya.


“Nah. Eka sekarang bobok terlentang biar ibu bikin Eka lebih enak ya,”


Eka menurut apa yang kukatakan. Dilepaskannya mulutnya dari puting payudaraku dan berbaring terlentang di sampingku. Aku lalu mulai menjilati kedua puting Eka secara bergantian. Lidahku terus turun ke bawah ke arah perutnya yang halus. Tubuhnya menggerinjal saat lidahku mulai menyusuri pusarnya dan terus ke bawah ke arah selangkangannya.


Tubuh Eka seolah tersentak saat lidahku dengan gemas mulai menjilati batang tititnya yang sudah sangat keras. Tubuhnya kian bergetar saat tititnya kukulum dan gerakkan kepalaku maju mundur sehingga tititnya bergerak keluar masuk di mulutku.


“Akhhh...” Eka mendengus tertahan seolah sedang menahan sesuatu. Aku mengerti pasti anak ini sebentar lagi akan mencapai orgasme. Aku lalu menghentikan aksiku. Aku lalu merangkak di samping Eka dan mengambil posisi menungging.


“Ayo, Ka... masukkan tititmu ke sini.” perintahku sambil menunjukkan lubang di mana Eka harus memasukkan tititnya. Lalu Eka berdiri di belakang pantatku dan mendekatkan tititnya ke arah lubang yang kutunjuk. Tanganku ikut membantu titit Eka membimbingnya mencucukkan ke lubang anusku yang sudah kubasahi dengan air ludahku.

“Ayo dorong, Ka...”


Eka lalu mendorong pantatnya hingga tititnya mulai menerobos kehangatan lubang anusku. Aku merasa kenikmatan mulai mengelitikku saat titit Eka menyeruak dinding anusku. “Tarikhhh... pelan-pelanhhh...” aku memerintahkan Eka untuk menarik mundur. “Doronghhhh...”


Aku memberi perintah selama beberapa kali hingga Eka mulai memahami apa yang harus dilakukannya. Secara naluriah Eka sudah mulai mampu bergerak sendiri untuk mencari kenikmatan yang lebih tinggi.


Pantat Eka terus bergerak maju mundur hingga tititnya semakin lancar keluar masuk dalam lubang anusku. Gerakan Eka semakin cepat dan mantap. Tiba-tiba tubuhnya bergetar hebat.


“Bu, Eka mau pipisssh...”


“Terus, Kaa... biar pipis di dalamhhhh...” aku terus mendesis dan mulai memutar pantatku agar Eka lebih cepat orgasme.


Beberapa detik kemudian aku merasakan betapa titit Eka menyemburkan air hangat di dalam lubang anusku. Ya itulah orgasme seorang anak kecil, yaitu mengeluarkan air kencing yang sangat banyak!!


Aku terus bergerak semakin liar karena aku sendiri merasa hampir orgasme. Aku terus bergerak dan tiba-tiba tubuhku seperti tersengat arus listrik. Perutku terasa kejang saat aku mencapai orgasme. Eka sendiri tubuhnya mulai meliuk dan ambruk di atas tubuhku yang sedang menungging. Kulirik kaca besar yang menghiasi kamar tidurku dan aku hampir tertawa karena membayangkan diri kami seperti bangkong (kodok yang besar) sedang kawin.
Kalau bangkong sedang kawin biasanya betinanya yang besar menggendong jantannya yang bertubuh kecil. Sama seperti keadaan diriku yang bertubuh gendut sedang menggendong tubuh anak kecil. 


Lalu sama seperti apa yang dilakukan mbak Tatiek, saat air kencing anak itu memenuhi rongga dalam perutku, aku bertahan 15 menit bahkan dengan lebih menunggingkan tubuhku agar air kencing Eka jangan sampai tumpah ke kasurku. Tanganku lalu menutup lubang duburku agar air kencing Eka tidak menetes di atas kasurku.


Saat aku ke kamar mandi dan mengeluarkan air kencing itu, kotoran yang seperti lemak ikut keluar disertai sedikit tinja berbaur menjadi satu. Baunya minta ampun deh!! Kalau pembaca enggak percaya silahkan baui sendiri... hehehe!


Aku kemudian mandi dengan shower air hangat yang ada di kamarku. Setelah aku selesai kemudian kupanggil Eka agar mandi lagi.


“Gimana tadi? Enak enggak?” tanyaku.


“Emm... e-enak, bu.”


“Eka mau yang lebih enak lagi enggak?”


“Ma-mau, buu!”


Masih dalam keadaan telanjang bulat, aku lalu duduk di tepi kasur. Kusuruh Eka menetekku lagi sambil berdiri. Tubuhnya kupeluk dan tanganku mulai meraba seluruh tubuh Eka yang kecil. Napas Eka mulai memburu saat tanganku mulai mengelus-elus tititnya.


Greng!! Titit Eka langsung tegak saat tanganku mulai meremas dan mengelus dengan perlahan. Kutekan kepala Eka hingga mulutnya mulai bergerak turun ke arah perutku yang tambun. Aku sangat menikmati sedotan-sedotan mulut anak kecil itu.


“Ayo ciumi yang sebelah sini, Ka.” aku memerintahnya untuk berjongkok di hadapanku dan mendorong kepalanya ke arah selangkanganku yang kubuka lebar-lebar. “Masukkan lidahmu di sini,” desisku sambil menguakkan labia mayoraku dengan kedua jariku.


“Akhhh...” aku mendesis menahan nikmat saat lidah Eka mulai mengais-ngais liang kemaluanku. Lidahnya yang kasar dan hangat menyentuh-nyentuh tonjolan klitorisku sehingga menimbulkan rasa nikmat yang luar biasa. Tubuhku mulai bergetar menahan nikmat.


“Terushhh, Ka... terushhh... ouchhhh...” aku semakin liar dan menekan kepala anak itu agar semakin ketat menekan selangkanganku. Tubuhku terlonjak-lonjak saat aku mencapai orgasme. Sungguh kenikmatan yang luar biasa.


Aku sangat menikmati orgasmeku ini. Beberapa saat kemudian setelah napasku mulai teratur, aku menyuruh Eka untuk berbaring. Aku menciumi puting Eka bergantian kanan dan kiri. Tangannya kubimbing ke arah payudaraku dan kusuruh ia meremasnya. Tubuh Eka mulai bergetar. Tititnya yang tegak berdiri kelihatan sangat lucu.


Lidahku terus bergerak menyusur setiap jengkal kulit di tubuh Eka. Tubuhnya semakin menggerinjal saat mulutku dengan lincah mulai menghisap batang tititnya. Tititnya terasa berkedut-kedut di dalam kuluman mulutku.


“Akhh... ohhh...” mulut Eka terus menceracau tak karuan. Matanya terpejam seolah-olah sedang menahan sesuatu.


Aku menghentikan aksiku dan mulai berjongkok di atas kemaluan Eka. Tititnya yang berdiri kencang kupegang dan kuarahkan ke lubang kemaluanku yang sudah sangat licin. Aku menurunkan pantatku perlahan-lahan hingga titit Eka mulai tertelan lubang kemaluanku.


Sleeppp!! Batang titit Eka yang kecil tertelan lubang kemaluanku dengan mudahnya. Aku merasakan betapa titit Eka berdenyut-denyut dalam jepitan lubang kemaluanku.


Aku mulai menggerakkan pantatku berputar dan maju mundur sehingga klitorisku bergesekan dengan titit Eka yang tertanam dalam liang kemaluanku. Aku merasakan bahwa kenikmatan mulai menjalar dalam diriku. Aku terus bergerak memutar mencari sensasi nikmat di liang kemaluanku.


Tubuhku mulai bergetar saat aku merasa ada sesuatu yang hendak meledak di dalam sana. Aku semakin liar bergerak. “Akhhh... okhhh...” aku menggelinjang dan tubuhku tersentak saat aku mencapai orgasmeku. Aku terus bergerak semakin liar hingga akhirnya tubuhku yang tambun ambruk di atas tubuh Eka.


Tubuh Eka seolah-olah hilang terbenam dalam kasurku karena tertindih tubuhku yang tambun. Keringat sudah membasahi tubuhku. Lubang anusku berkedut-kedut setelah aku mencapai orgasme ini.


Setelah napasku mulai beraturan, aku melepaskan batang titit Eka dari jepitan lubang kemaluanku. Aku lalu berbaring terlentang di samping tubuhnya. Kemudian kutarik tubuh Eka agar naik ke atas tubuhku. Tititnya yang masih kencang kubimbing ke lubang kemaluanku.


Pantat Eka kutarik dengan jepitan kedua pahaku sehingga tititnya melesak ke dalam lubang kemaluanku yang sudah sangat licin. Kini ia semakin pintar. Hal ini terbukti dengan gerakannya yang otomatis tanpa perlu kukomando lagi. Ia mulai mengayunkan pantatnya hingga tititnya bergerak keluar masuk dalam lubang kemaluanku.


Aku yang sudah capai tetap bergerak mengimbangi ayunan pantatnya. Kuputar pinggulku dengan pelan. Hal ini membuat mata anak itu mulai membeliak. Tubuhnya mulai menegang. Gerakan anak itu semakin cepat dan napasnya mulai memburu. Aku mengerti bahwa anak ini sudah mendekati puncak kenikmatannya.


Gerakan pantatku semakin cepat menyongsong ayunan pantatnya. Tubuh Eka mulai meliuk-liuk di atas perutku. Aku terus mempercepat putaran pantatku. Keringat kami semakin deras mengucur membasahi tubuh kami.


“Akhhh...” Eka menjerit panjang. Tititnya berkedut-kedut dalam jepitan lubang kemaluanku.


Surrrrrrrrrr.... Eka mengeluarkan air kencing sebagai tanda bahwa ia telah mencapai orgasmenya. Banyak sekali air kencing yang menyembur dalam lubang kemaluanku. Air kencing Eka menyemprot masuk ke dalam rahimku, aku secepatnya mengganjal pantatku dengan bantal agar air kencing itu tidak tumpah. 15 menit kemudian aku kencingkan di kamar mandi, tetapi yang keluar bukan hanya air kencingnya Eka saja, tapi juga lemak (karena air kencing itu kelihatan seperti berminyak-minyak) dan aromanya sangat bau sekali. Aku hampir muntah dibuatnya!!


Aku melakukannya selama berkali-kali dengan Eka hingga usianya menginjak 11 tahun. Bila anak itu sudah mulai mengeluarkan sperma, aku menggantinya dengan anak yang lain. Aku selalu mencari anak asuh yang lugu dan kuperkirakan tidak akan berani mengadukan apa yang terjadi kepada orang lain. Hanya satu kesulitanku, yaitu cara untuk merayu anak itu agar mau memenuhi keinginanku. Itu merupakan hal yang sangat sulit sampai dia bisa dipakai dan tidak mengadukan kepada siapa-siapa. Setiap kali anak itu kencing di anus atau di lubang vagina, aku memberinya upah sebanyak Rp.10.000,- . Khasiatnya benar-benar josss! Lebih joss daripada extra joss! Tubuhku yang berbobot 74 Kg, hanya dalam waktu enam bulan sudah mulai menyusut menjadi 55 Kg dan serasi dengan bentuk dan tinggi tubuhku. Kulitku pun mulai kencang seperti sedia kala aku menjadi tetap awet muda.


Ketika ini kutularkan kepada teman akrab lainnya, mulanya mereka tertawa geli. tapi setelah dicoba, ternyata sangat ampuh untuk kecantikan dan kulit serta keriput. Cara diet ini lebih ampuh dibandingkan makanan diet yang diiklankan di TV, dan jauh lebih nikmat pula! Terserah pembaca nantinya mau percaya atau tidak, tapi ini juga sebuah solusi buat perempuan setengah baya macam aku. Yang jelas aku dan beberapa temanku yang semula pada gembrot sekarang menjadi langsing kembali berkat “Program Diet Nikmat”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar