Senin, 08 Juli 2013

Mia, Akibat Gemar Burung Muda, Aku Disetubuhi Anakku


Mia

Kalau aku diam, orang akan mengatakan, ”Begitulah janda, tak bisa cari uang setelah ditinggal mati suaminya.” Kalau aku tidak keluar rumah, orang akan mengatakan, ”Selalu berkurung diri, pasti sudah kehilangan akal setelah dicerai suami.” Kalau aku keluar rumah dan tentu saja aku bersolek, orang berkata, ”Dasar janda, pasti keluar cari laki-laki, jelas saja dicerai oleh suaminya.” Apa saja yang kulakukan selalu saja salah di mata orang lain, terlebih para tetangga.

Namun aku tak peduli lagi. Apa pun kata tetangga, aku akan keluar rumah dan mencari uang untuk anak semata wayangku. Dia sudah SMP dan dia butuh biaya. Aku harus menyekolahkannya setinggi mungkin, agar kelak hidupnya bahagia.



Ketika aku keluar rumah dalam usiaku yang 37 tahun, banyak saja laki-laki iseng menggodaku. Mata mereka membelalak melihat tubuhku, terutama belahan dadaku. Atau mungkin perasaanku saja. Aku semakin sensitif setelah aku jadi janda. Tapi salahkan aku, kalau aku membutuhkan laki juga? Aku adalah perempuan normal dan kebutuhan seks-ku masih tinggi.

Aku sengaja tidak menyewakan lagi kios di pasar. Dulunya aku berjualan di sana, kemudian suamiku melarangku jualan, karena banyaknya laki-laki iseng menggodaku. Akhirnya kuputuskan untuk tidak berjualan lagi. Setelah suamiku menggila dengan perempuan lain, aku minta cerai dan aku ingin berjualan kembali. Aku mulai membenahi kios tempatku berjualan. Aku berjualan garmen (pakaian jadi). Aku mengikuti selera anak muda dan remaja yang suka pada mode-mode pakaian terbaru.


Setelah membuka kios, aku mendapatkan pelanggan. Seorang laki-laki berusia 19 tahun. Ganteng dan entah kenapa aku begitu cepat tertarik kepadanya. Wajahnya begitu baby face dan rapi. Aku mulai menggodanya. Aku lupa siapa diriku yang sudah berusia 37 tahun. Ah, senyumnya begitu memikat. Ketika dia masuk ke sebuah sudut yang hanya ditutupi oleh kain tirai untuk mencocokkan celana jeans yang dia beli, aku mengikutinya. Aku yakin dia sudah membuka celananya dan aku masuk ke dalam. Aku pura-pura terkejut. Dia tersipu malu.

"Bagaimana, pas?" tanyaku.

"Kurang besar sedikit, Mbak," katanya.

"Apanya yang kurang besar? Mungkin ’anu’ nya yang kegedean?" tanyaku mengarah. Dia tersenyum.

"Pasti pacarmu puas pacaran denganmu," kataku.

"Kenapa, mbak?" tanyanya lagi.

"Habis, besar dan panjang," kataku melirik kontolnya dan memekku sudah mulai berdenyut-denyut. Yah, sudah tujuh bulan aku tidak merasakan ada kontol yang masuk ke memek-ku lagi.

"Aku belum pernah punya pacar mbak. Apa mbak mau?" katanya merayu. Aku terkejut atas jawabannya yang to the point itu.

"Apa kamu sudah pintar?" kataku.

"Belum sih. Tapi mbak kan bisa mengajari aku nanti," katanya, seperti serius.

"Boleh juga," kataku pula to the point.

"Oh iya, nama tante Siapa?" tanyanya

"Nama Tante, Mia" jawabku


Hari pertama buka, aku sudah banyak laku. Mungkin penataan pakaian yang kuletakkan di kios berukuran 4 X 4 meter itu membuat para remaja terpikat. Inilah saatnya, pikirku pula. Aku tak boleh melepaskan kesempatan ini, bisik hatiku pula. Aku akan menjaga diriku tidak hamil dengan meminum jamu peluntur yang ampuh, Rumput Fatimah yang manjur itu.

Denny, begitu namanya dan katanya baru setahun lulus SMA dan tidak melanjutkan kuliah, karena kalah ujian UMPTN dan akan akan mencoba lagi tahun depan. Aku masuk ikut ke dalam kamar pas. Setelah pakaiannya pas, aku tak melepaskan kesempatan itu. Aku langsung memeluknya dan mencium bibirnya dan mengelus-elus kontolnya. Dia gelagapan membalas ciumanku. Aku mempermainkan lidahku di dalam mulutnya. Dengan cepat kulepaskan ciumanku, begitu mendengar ada mobil parkir di depan kiosku. Ah, ternyata mobil orang yang mau belanja ke kios lain.

Denny keluar dari kamar pas dan membayar celananya. Rasanya enggan aku menerimanya. Tapi mana tahu dia tidak suka padaku, maka sia-sialah sebuah celana. Kalau dia suka kepadaku, besok lusa, aku bisa memberinya lebih.

Kami cerita-cerita di kios dan aku memesan segelas juice orange agar obrolan sedikit lama dan aku bisa mengorek sedikit banyak tentang dirinya. Akhirnya kami berjanji untuk pulang sama-sama. Aku cepat menutup kiosku dan kami pulang naik bus. Di sebuah persimpangan kami turun dan memasuki sebuah hotel kecil yang bersih. Kami menyewa kamar yang termurah. Begitu pintu kukunci, aku langsung menyerbunya dan menciumi kembali bibirnya dan mempermainkan lidahku di dalam mulutnya. Tak kulupa kuelus-elus kontolnya dari balik celananya. Begitu cepat kontolnya bangkit dan berdiri. Denny harus mendapatkan kenikmatan yang pertama dariku. Dia harus merasakan bagaimana nikmatnya bersetubuh dengan seorang perempuan. Aku juga harus mendapatkan segalanya darinya.


Dengan cepat kubuka pakaianya dan pakaianku juga. Tak kusia-siakan kesempatan itu. Aku mulai beraksi dan menjilati sekujur tubuhnya yang atletis itu. Langsung saja kuhisap kontolnya. Aku menyaksikannya menggelepar-gelepar, seperti ikan yang tertangkap. Sebentar lagi dia akan sampai ke puncak nikmat. Aku tak ingin menyia-nyiakannya. Dengan cepat lidahku bermain di kepala dan batang kontolnya. Lalu aku merasakan spermanya keluar dari batangnya. Terasa penuh rongga mulutku. Banyak sekali spermanya. Gleeekkk... aku menelannya.


Yah, aku sendiri merasa heran, kenapa itu aku lakukan, sementara kepada suamiku sendiri, aku tak pernah melakukannya. Ternyata sperma itu, enak juga rasanya. Aku menjilati sisa sperma di batang kontolnya dan kami rebahan dengan senyum yang mengembang.

Dua jam lamanya kami istirahat di atas ranjang. Kami ke kamar mandi untuk buang air kecil. Aku menyabuni kontolnya sampai bersih. Dari kamar mandi ke ranjang, aku memeluknya. Aku sudah sangat ingin kontolnya memasuki memekku. Di atas ranjang aku kembali menciuminya. Aku minta dia mengisap-isap tetekku. Mulanya, dia agak kaku mengisapnya. Aku yakin sekali kalau dia belum pernah mengisap tetek pacarnya, apalagi bersetubuh dengan pacarnya. Berciuman saja dia masih kaku, apa lagi bersetubuh. Dia belum tahu bagaimana caranya memuaskan perempuan. Aku harus mendidiknya dalam beberapa kali lagi. Tapi kali ini, aku ingin sekali kontolnya bisa memasuki lubang memekku.


Setelah kontolnya mengeras, dengan cepat aku menaiki tubuhnya dan mengangkangi kedua kakinya, lalu memasukkan kontolnya ke dalam memekku. Dengan cepat aku menggoyangnya dari atas tubuhnya. Aku mencari-cari titik-titik sensitif di dalam memekku. Begitu ketemu, aku memusatkan gerakanku khusus untuk itu. Aku harus sampai ke puncak lebih dahulu. Benar saja. Denny sudah kembali merasakan sensasi nikmat dari goyanganku. Sebentar lagi dia akan sampai dan aku harus mendahuluinya jika tak ingin kehilangan kenikmatan.


Kujilati lehernya dan tetekku kugesek-gesekkan ke dadanya. Lidahnya yang dia julurkan aku isap-isap dengan lembut, sementara tanganku mengelus-elus kepalanya. Laki-laki mana yang tak senang kepalanya dielus-elus dengan lembut. Aku lebih cepat lagi menggoyang dan menggoyang. Kutekan kuat-kuat, hingga batangnya mentok di ujung paling dalam memekku. Aku memutar-mutar pantatku hingga aku merasakan ujung kontolnya menggesek-gesek ujung memekku yang terdalam. Dan... aku pun sampai ke puncak kenikmatan. Aku memeluknya kuat sekali dan terus menekan lebih dalam lagi kontolnya ke dalam memekku. Kugigit-gigit lehernya, membuat dia kelimpungan. Dan aku merasakan semburan lahar panas dari dalam batang kontolnya. Denny sampai ke puncaknya.


Sejak saat itu, kami selalu melakukan persetubuhan kami. Denny semakin hari, semakin pintar bersetubuh.

Aku bukan haus seks namanya, kalau aku puas hanya dengan Denny. Setelah aku muak dengannya, aku mencari mangsa lain. Paling setiap dua minggu sekali aku memberinya sebuah celana jeans model terbaru. Makan atau minum serta rokok sebungkus setiap kali kami pergi ke hotel. Untuk anak-anak pemula, biayanya tak perlu banyak. Yang penting rayuan kita dan pintar memujinya.

Terserah apa kata orang lain terhadapku. Aku butuh kontol dan seks. Aku butuh kenikmatan. Yag penting aku tidak hamil.


"Mau beli apa, Dik?" tanyaku kepada seoang pembeli yang berseragam SMP.

"Mau beli sepatu untuk Basket, Tante." katanya sembari melihat-lihat contoh sepatu yang kupajang. Seketika itu juga hatiku berkata. Alangkah gantengnya anak ini, masih kecil sudah begini gantengnya, bagaimana kalau sudah dewasa, bisik hatiku.

"Untuk anak ganteng seperti kamu, akan Tante berikan harga yang termurah." kataku merayu. Dia melirikku dengan senyumnya.

Ah, hatiku bergetar. Apakah aku sudah gila, aku harus mencintai laki-laki berusia 15 tahun, hanya dua tahun di atas usia anakku? Kudekati dia dan aku bantu memilihkan sepatu yang cocok untuknya. Tingginya sebahuku. Aku sengaja mendekatinya agar aku bisa mengukur tingginya. Namanya Andri.

"Kamu sendirian saja belanja? Kenapa enggak ditemani pacar?" kataku menggodanya.

"Belum punya pacar, tante." katanya malu-malu.

”Nanti kalau pakai sepatu baru, pasti ada perempuan yang suka kepadamu," kataku memuji.

"Siapa, Tante? Tante ya?" katanya dengan bijak, tapi matanya terus memilih sepatu.


"Kalau iya, apa kamu mau sama tante. Tante kan sudah tua? Tapi namanya cinta kan tidak membedakan umur, kan?" kataku pula bergenit-genit.

"Katanya cinta itu buta kok, Tante," katanya pula sok pintar. Sewaktu dia mau mengambil sepatu yang terletak agak di atas, aku sengaja membantunya mengambilkan dari belakang. Sengaja kugesekkan tetekku ke punggungnya dan menyentuhkan perutku ke pinggangnya. Ah, lagi-lagi memekku berdenyut kencang.

"Ah, anak ganteng. Andaikan kamu pacar tante, akan tante ajari kamu berciuman," kataku setengah berbisik, tapi aku sengaja dia mendengar ucapanku. Aku lihat dia tersenyum, walau dia sengaja menyembunyikan senyumnya.

Entah kenapa aku yakin sekali, mampu memperoleh anak ini sebagai teman kencanku. Aku tak mau berkencan dengan laki-laki tua yang egois. Aku mau anak muda yang bau kencur, manja dan masih baru belajar. Aku bangga mengajarinya pintar soal seks. Dia harus mendapatkan pelajaran seks pertama dariku. Itulah tekadku.

Aku buka tali sepatu dan aku masukkan ke kakinya. Dia duduk di kursi dan aku berjongkok di lantai. Dengan menunduk aku memperlihatkan buah dadaku dan selangkangan pahaku kepadanya. Aku tahu dia mulai melirik ke sela-sela pahaku dan sesekali matanya juga menatap tajam ke belahan dadakui. Anak laki-laki sekarang memang cepat sekali mengetahui soal seks. Apakah soal gizinya yang sudah cukup atau dia sudah mampu mengakses internet, hingga sudah bisa mengetahui banyak hal tentang seks? Entahlah. Aku tak perduli dan aku harus mendapatkannya.

"Kamu ganteng sekali, Andri. Mau ya jadi pacar tante?" kataku.

"Tante enggak punya suami?" tanyanya sembari mengikat tali sepatunya.Pertanyaan anak kecil kah ini? Atau pertanyaan orang dewasa.

"Tante sudah bercerai. Tante nggak mau dimadu, tante minta cerai," kataku bergenit-genit.


"Pacaran itu enak nggak, Tante?" tanyanya.

"Wah, tentu enak. Kalau tidak, mana mungkin orang pacaran," kataku sembari memasukkan satu lagi sepatu ke kakinya. Pembeli memang lagi sepi sore itu.

"Kalau tante jadi pacarku, kita ciuman?" katanya bertanya. Tapi tangannya terus membetuli sepatunya, seperti dia sedang bicara sesuatu yang lain. Orang lain tidak akan tahu apa yang sedang kami bicarakan.

"Tentu dong. Kalau kamu belum pernah ciuman, nanti tante ajari," kataku meyakinkannya.

Harga sepatu sudah jadi. Harganya pas sesuai harga beli. Aku tidak beruntung sedikitpun. Dia membayarnya dan menuliskan sesuatu di atas kertas. Ternyata dia menulis nomor phone cell-nya. Aku tersenyum.


Sorenya aku iseng menekan tuts HP-ku ke nomornya dan mengirimkan SMS padanya. "Hallo, Sayang. I Love u," tulisku.


Tak lama, SMS-ku terbalas. "I Love u 2" katanya. Dari SMS, dia mengatakan akan datang ke kiosku sebelum aku tutup, dia mau menciumku dan memintaku agar mengisap kontolnya seperti yang dia tonton di VCD porno.


Aku langsung menjawabnya, ”Ok, aku pasti menunggumu.”

Benar saja. Ketika aku mau tutup, dia sudah berada di depanku dengan pakaiannya yang lain dan sudah mandi bersih. Dia masuk ke dalam kios dan duduk di sebuah sudut. Nekat juga anak ini, pikirku. Apakah dia serius atau ini sebuah jebakan? Aku melihat ke sekitar, ternyata tak ada tanda-tanda dia membawa orang lain. Cepat kututup pintu kios dan melihat kondisi, meyakinkannya benar-benar aman. Setelah pintu kukunci, aku mematikan lampu dan langsung menyerbunya. Kuciumi bibirnya dan aku memeluknya sembari meraba-raba kontolnya. Aku merasa kontolnya sudah tegang dan keras. Andri meremas-remas tetekku dari balik pakaianku. Setelah puas meremas-remas tetekku dan tangannya dia masukkan ke dalam bra-ku, dia memelukku.

"Aku berdiri yang tante," katanya.

"Untuk apa, Sayang?" sahutku.

Dia tak menjawab pertanyaanku. Langsung saja dia berdiri dan aku masih duduk di kursi pendek, dia keluarkankan kontolnya dan ia rahkan ke mukaku. Cepat kutangkap kontolnya dan segera menghisap-hisap serta menjilatinya penuh nafsu.Dia memegangi kepalaku saat aku memaju mundurkan kontolnya di dalam mulutku.

Aku tak mau dia mengeluarkan spermanya di dalam mulutku, karena aku butuh kontolnya masuk ke dalam memekku. Jadi kubuka celana dalamku dan kuangkat rokku ke atas.

"Kamu duduk di kursi, Sayang," pintaku. Setelah dia duduk, aku menaikinya. Kedua telapak kakiku bertumpu ke sisi kursi dan aku jongkok mengarahkan memekku ke kontolnya. Perlahan kontolnya memasuki memekku yang sudah sangat basah. Aku segera menggoyangnya dan memutar-mutar pantatku hingga kontolnya berada pada ujung memekku yang paling dalam. Ternyata anak ini jauh lebih pintar dari Denny. Walau usia Denny sudah 19 tahun, tapi Andri memang pemuda yang kelihatan banyak menonton film porno. Dia memelukku kuat-kuat dengan gemas.

"Cepat, Tante, Andri sudah mau keluar," bisiknya takut didengar orang dari luar kios. Aku juga harus lebih dulu keluar dan mencapai puncak kenikmatanku. Kuputar dan kugoyang pantatku semakin cepat sampai akhirnya aku merasakan suatu getaran halus dari dalam diriku. Aku sampai ke puncak nikmatku. Kutekan kuat-kuat tubuhku sampai Andri merasa terbebani oleh tubuhku. Lalu dia juga menyemprotkan spermanya ke dalam memekku. Kami berpelukan erat.

Andri seorang anak laki-laki yang masih sangat remaja. Orang-orang selalu berkata, kalau bersetubuh dengan anak remaja tingting, kita harus sabar dan harus pandai meuji-mujinya. Pujian, adalah kesukaan mereka dan pujian adalah keinginan setiap laki-laki remaja.

"Kapan lagi, Tante?" katanya sambil meremas-remas tetekku.

"Kapan saja, Sayang. Tapi kalau bisa, kita harus di hotel biar bebas," kataku. Dia menyanggupi.


Sejak saat itu, kami mulai melakukannya, bukan di hotel saja, tapi lebih sering di villa orangtua Andri. Ternyata Andri anak orang yang maha kaya. Hampir setiap malam SMS-nya terkirim untukku. Kata-katanya sangat mesra, layaknya dua remaja sedang bercinta. Inilah petaka buatku. Dalam kekhilafanku, anakku membaca semua SMS itu, ketika tak sengaja HP-ku tertinggal di rumah.


Begitu aku pulang dari kios, Anto, anakku, langsung memberondongku dengan sejuta pertanyaan. ”Siapa Andri itu?”

Darahku langsung berdesir. Aku berusaha berbohong. Aku mengatakan kalau Andri adalah pelangganku. Tapi Anto meminta aku jujur. Aku menekankan kalau Andri adalah pelangganku. Tapi Anto menunjukkan selembar kertas, isi SMS Andri kepadaku yang sudah dia salin kembali. Aku tertunduk tak bisa menjawab.

"Malam ini Mama juga mau ngentot nggak sama Anto?" katanya. Aku memberikan penjelasan, kalau dia masih SMP dan belum boleh melakukannya. Lagian, dia juga anakku!

"Andri juga kan masih SMP, Ma?" katanya tegas.

”Tapi dia bukan anakku,” kataku tegas.


Anto terus memaksa, dia mengancam akan menceritakan semua ini kepada neneknya (ibuku). Dia memang sangat dekat dan dimanja oleh ibuku. Mati aku, bisikku. Aku diam saja. Tetap berusaha menolak bersetubuh dengannya.

Besoknya, Anto tidak pulang ke rumah. Kuhubungi HP-nya, tidak aktif. Aku sangat kesal. Aku juga takut kalau-kalau Anto pergi entah kemana. Aku hubungi teman-temannya, mereka juga mengatakan tidak tahu Anto pergi kemana. Menurut salah seorang temannya, Anto sudah membawa beberapa setel pakaian dalam ranselnya.

Aku menghubungi ibuku. Beliau juga terkejut dan malah aku dimarahi kalau sampai cucunya tak ditemukan. Aku mengatakan hanya terjadi pertengkaran kecil saja dengan Anto. Aku berbohong kepada ibuku.

Esoknya aku tidak buka kios dan aku ke sekolahnya, ternyata Anto tidak masuk sekolah. Dua hari dia tidak masuk sekolah dan aku sudah kesusahan. Apakah dia pergi ke rumah ayahnya? Kalau itu yang terjadi, aku bakal kehilangan dirinya untuk selama-lamanya, apalagi kalau Anto sempat bercerita kepda ayahnya tentang pacarku yang bernama Andri. Hak mengasuh anak akan jatuh ke tangan suamiku.

Tidak ingin itu terjadi, segera aku kirimkan SMS kepada Anto. "Sayang, pulanglah. Mama sangat rindu. Apa pun yang Anto minta, akan mama kabulkan."


Dadaku berdetak keras menunggu jawabannya. Aku berharap Anto mau pulang ke rumah, karena dia adalah milikku satu-satunya. Tiba-tiba HP-ku bergetar. Segara kubuka. Dari Anto. "OK, Sayang. Aku sedang menuju pulang," katanya.


Seeerrrr... darahku terasa kembali mengalir. Cepat aku membenahi diriku. Aku tak mau kelihatan kusut. Aku menunggu Anto. Detik-detik terasa sangat lambat sekali dan membosankan. Bagaimana Anto yang sudah tiga hari tidak bertemu denganku. Apakah dia sehat?


Kembali darahku berdesir begitu melihat Anto sudah berada di ambang pintu rumah. Kusongsong dia dan kupeluk tubuhnya dengan penuh kasih sayang. Dia cepat masuk ke dalam rumah dan menutup pintu lalu menguncinya. Di seretnya aku ke dalam kamarnya.

"Ada apa, Sayang?" kataku. Anto tak menjawab. Dia membuka semua pakaiannya dan bugil.

"Mama buka juga," katanya seperti memerintah. Aku terkesima. Sampai akhirnya Anto yang mendatangiku dan membuka semua pakaianku. "Sesuai janji dalam SMS," katanya.


Aku terdiam pasrah, kubiarkan dia membuka seluruh pakaianku sampai aku telanjang bulat. Kubiarkan dia melihat seluruh tubuhku. Ingin rasanya aku mencekik dan membunuhnya karena dia telah memperlakukan ibunya seperti ini. Tapi mana bisa, kehilangan dia dua hari saja sudah membuat aku kelimpungan!

Anto memelukku dan mengisap tetekku. Lalu dia meraba memekku dan memasukkan jarinya ke celah-celah memekku. Mulanya aku biasa saja, tapi lama kelamaan aku menjadi bergetar juga. Semua yang dia lakukan, persis seperti apa yang dilakukan oleh Andri. Aku baru sadar, kalau dia sudah membaca semua SMS Andri. Semua yang dilakukannya kepadaku, Andri tulis di dalam SMS yang dia kirimkan. Anto mengikuti isi SMS Andri itu rupanya. Dasar aku perempuan yang haus akan seks, rabaan Anto anakku itu membuatku birahi juga pada akhirnya. Aku birahi dengan anak kandungku sendiri.

Didorongnya aku ke ranjang. Lalu dikangkangkannya kedua pahaku dan ia mulia menjilati lubang memekku dengan rakus. Lagi-lagi aku mengingat isi SMS Andri padaku yang puas menjilati memekku. Aku jadi lupa kalau yang sekarang sedang melakukan itu kepadaku adalah Anto, anakku sendiri. Aku mengimbanginya dengan mengelus-elus kepalanya. Perutku sudah pula dijilatinya dan kini mulutnya sudah menjilati dan menghisap-hisap lagi tetekku. Aku menggelinjang. Anak yang hampir 13 tahun itu begitu rakus dan begitu beraninya memperlakukan aku seperti kekasihnya sendiri.

Sambil aku memberikan respon, aku bertanya kepadanya. "Apakah sebelumnya kamu sudah pernah melakukan yang seperti ini, Sayang?" kataku.

"Sudah!" jawabnya singkat dan terus menjilati tetekku.

"Sama siapa, Sayang?" aku jadi gelisah dan resah sembari menikmati juga jilatan dan hisapannya.

"Sama Bibi," katanya. Ah, bajingan! Ternyata anakku sudah melakukannya dengan adik perempuanku yang juga baru saja bercerai.

"Dimana, Sayang?"

"Di rumah nenek."

"Kapan, Nak?"

"Bulan lalu,"

"Berapa kali, Nak?"

"Enam kali," katanya tanpa ragu. Pantas Anto sudah ketagihan seks, karena dia sudah merasakan nikmatnya seks dalam usia yang sangat muda sekali. Sama seperti Andri yang sudah ketagihan seks denganku.

Kuraba kontol Anto yang sudah mengeras. Dia sudah menindih tubuhku dan mencari-cari lubang memekku. Aku menuntunnya dan memasukkan kontolnya ke lubangku. Begitu cepatnya kontol itu memasuki lubangku dan Anto segera mengocoknya lembut disana. Kontol Anto sama besarnya dengan kontol Andri.

Ketika ujung pentilku digigit-gigitnya, aku menggelinjang. Aku mulai merasakan nikmatnya. Kami berpelukan dan saling menggoyang. Anto jauh lebih pintar dari Andri, apalagi jika dibandingkan dengan Denny yang sudah 19 tahun itu. Aku mengangkat kedua kakiku tinggi-tinggi agar kontol Anto kebih leluasa keluar-masuk.

"Ma, mulai sekarang, mama nggak boleh lagi sama Andri. Anto yang akan menggantikan Andri." katanya sembari terus mengocokkan kontolnya ke memekku.

"Iya, Sayang," aku menyahut pendek.

"Daripada mama berikan dia celana, kan lebih bagus mama berikan kepada Anto, anak mama sendiri," katanya lagi.

"Iya, Mama janji, Sayang." kataku.

Kami terus saling memuaskan dan saling menggoyang. Sejak saat itu, kami terus melakukan persetubuhan dan aku tidak mau lagi menggoda laki-laki lain yang merugikan usahaku.

Anto harus tetap menjadi milikku, bukan milik ayahnya. Lahir batin Anto adalah milikku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar