Minggu, 30 Juni 2013

Lisa, Aku Disetubuhi Pembantu dan Mantan Pacarku


Lisa


Di dalam ruangan itu terlihat sunyi beberapa dari mereka tidak sanggup melihat dua orang suami istri terbujur kaku, sedangkan di sampingnya terdapat anak yang masih berusia 11 tahun yang sedang menangisi ke dua orang tuanya, karena merasa kasihan aku meminta izin suamiku untuk menemuinya, setelah mendapat izin aku lalu menghampiri anak tersebut berharap dapat menenangkan hati anak tersebut,

“Al..” panggilku pelan sambil duduk di sampingnya, “sudah jangan nagis lagi, biarkan kedua orang tuamu beristirahat”

Anak itu tetap menangis, beberapa detik dia memandangku dan tidak lama kemudian dia langsung memelukku dengan air mata yang bergelinang,
“tante, hiks...hiks... Aldi ga mau sendirian, Aldi mau mama, papa...” dengan penuh rasa kasih sayang aku mengelus punggungnya berharap dapat meringankan bebannya, “tante... bangunin mama,”katanya sambil memukul pundakku, aku semakin tak kuasa mendengar tangisnya, sehingga air matakupun ikut jatuh,
“Aldi, jangan sedih lagi ya? Hhmm... kan masih ada tante sama om,” aku melihat ke belakang ke arah suamiku sambil memberikan kode, suami ku mengangguk bertanda dia setuju dengan usulku, “mulai sekarang Aldi boleh tinggal bersama tante dan om, gi mana?” tawarku sambil memeluk erat kepalahnya, Sebelum lebih jauh mohon izinkan aku untuk memperkenalkan diri, namaku Lisa usia 25 tahun aku menikah di usia muda karena kedua orang tuaku yang menginginkannya, kehidupan keluargaku sangaatlah baik, baik itu dari segi ekonomi maupun dari segi hubungan intim, tetapi seperti pepata yang mengatakan tidak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan hidupku walaupun aku memiliki suami yang sangat mencintaiku tetapi selama 4 tahun kami menikah kami belum juga dikaruniai seorang anak sehingga kehidupan keluarga kami terasa ada yang kurang, tetapi untungnya aku memiki seorang suami yang tidak perna mengeluh karena tidak bisanya aku memberikan anak untuknya untuk membalas budi baik kakakku, aku dan suamiku memutuskan untuk merawat anaknya Aldi karena kami pikir apa salah menganggap Aldi sebagai anak sendiri dari pada aku dan suamiku harus mengangkat anak dari orang lain.

Sudah satu minggu Aldi tinggal bersama kami, perlahan ia mulai terbiasa dengan kehidupannya yang baru, aku dan suamiku juga meresa sangat senang sekali karena semenjak kehadirannya kehidupan kami menjadi lebih berwarna, suamiku semakin bersemangat saat bekerja dan sedangkan aku kini memiliki kesibukan baru yaitu merawat Aldi,

“Bi.... tolong ambilin tasnya Aldi dong di kamar saya,” kataku memanggil bi Mar

Hari ini adalah hari pertama Aldi bersekolah sehingga aku sangat bersemangat sekali, setelah semuanya sudah beres aku meminta pak Rojak untuk mengantarkan Aldi ke sekolahnya yang baru, beberapa saat Aldi terseyum ke arahku sebelum dia berangkat ke sekolah. Seperti pada umumnya ibu rumah tangga, aku berencana menyiapkan makanan yang special untuk Aldi sehingga aku memutuskan untuk memasak sesuatu di dapur, tetapi saat aku melangkah ke dapur tiba-tiba kakiku terasa kaku saat melihat kehadiran pak Isa yang sedang melakukan hubungan intim dengan mba Ani, mereka yang tidak menyadari kehadiranku masih asyik dengan permainan mereka,

“Hmm... APA-APAAN INI?” bentakku ke pada mereka, mendengar suaraku mereka terlihat tanpak kaget melihat ke hadiranku, “kalian benar-benar tidak bermoral, memalukan sekali!”

Mereka tanpak terdiam sambil merapikan kembali pakaian mereka masing-masing, beberapa saat aku melihat penis pak Isa yang terlihat masih sangat tegang, sebenarnya aku sangat terkejut melihat ukuran penis pak Isa yang besar dan berurat, berbeda sekali dengan suamiku,

“maafin kami Bu,” kini Ani membuka mulutnya, sedangkan pak Isa masih terdiam,

“Maaf... kamu benar-benar wanita murahan, kamu tahu kan pak Isa itu sudah punya istri kenapa kamu masih juga menggoda pak Isa, kamu itu cantik kenapa tidak mencari yang sebaya denganmu?” emosiku semakin memuncak saat mengingat bi Mar istri dari pak Isa, “saya tidak menyangka ternyata anda yang sangat saya hormati ternyata tidak lebih dari binatang, betapa teganya anda menghianati istri anda sendiri,” beberapa kali aku menggelengkan kepalahku, sambil menunjuk ke arahnya,

“maaf Bu ini semua salah saya, jangan salahkan Ani” kata pak Mar yang membela Ani,
“mulai sekarang kalian saya PECAT, dan jangan perna menyentuh ataupun menginjak rumah ini, KELUAR KALIAN SEMUA!!” bentakku

Mendengar perkataanku Ani terlihat pucat tidak menyangkah kalau kelakuan bisa membuatnya kehilangan pekerjaan, sedangkan pak Isa terlihat tenang-tenang saja malahan pak Isa tanpak terseyum sinis,

“he..he... Ibu yakin dengan keputusan Ibu,” pak Isa tertawa mendengar perkataanku, perlahan pak Isa mendekatiku, “jangan perna main-main dengan saya Bu,” ancamnya dengan sangat sigap pak Isa menangkap kedua tanganku,

“apa-apaan ini lepaskan saya, atau saya akan berteriak,” aku mencoba mengancam balik mereka yang sedang mencoba mengikat kedua tanganku,

“teriak saja Bu, tidak akan ada orang yang mendengar,” timpal Ani sambil membantu pak Isa mengikat kedua tanganku,

Apa yang di katakan Ani ada benarnya juga, tetapi walaupun begitu aku tidak mau menyerah begitu saja dengan susah paya aku berusaha melepaskan diri tapi sayangnya tenagaku kalah besar dari mereka berdua, tanpa bisa berbuat apa-apa aku hanya dapat mengikuti mereka saat membawaku ke dalam kamar pak Isa. Sesampai di kamar aku di tidurkan di atas kasur yang tipis, sedangkan Ani mengambil sebuah Hp dan ternyata Hp itu di gunakan untuk merekamku, sehingga kehawatiranku semakin menjadi-jadi.

“kalian biadab, tidak tau terimakasih ANJING kalian!” air mataku tidak dapat kubendung lagi saat jari-jemari pak Isa mulai merabahi pahaku yang putih,

“ja-jangan, mau apa kalian lepaskan saya ku mohon jangan ganggu saya,” kataku di sela-sela isak tangis,

“siapa suruh ikut campur urusan saya, he...he... maaf bu ternyata hari ini adalah hari keberuntungan saya, dan hari yang sil bagi Ibu,” semakin lama aku merasa tangannya semakin dalam memasuki dasterku,

“tidak di sangkah impian saya akhirnya terkabul juga,”” sambungnya sambil meremasi paha bagian dalamku,

“makanya Bu jangan suka ikut campur urusan orang,” kini giliran Ani yang menceramahiku,

“ya, saya ngaku salah tolong lepasin saya,” kini aku hanya dapat memohon agar mereka sedikit iba melihatku, tetapi sayangnya apa yang kuharapkan tidak terjadi, pak Isa tanpa semakin buas memainkan diriku

Aku hanya dapat melihat pasrah saat dasterku terlepas dari tubuhku, kedua payudaraku yang memang sudah tidak tertutupi apa-apa lagi dapat dia nikmati, jari-jarinya yang kasar mulai memainkan selangkanganku,

“sslluupss...sslluuppss... hhmm.... ayo Bu puaskan saya?” pinta pak Isa, sambil mengulum payudaraku beberapa kali lidahnya menyapu putting susuku yang mulai mengeras,

“ko' memeknya basah bu, he...he...” memang harus diakui, tubuhku tidak dapat membohonginya walaupun bibirku berkata tidak,

“wa...wa... Ibukan sudah punya suami ko' masih juga menggoda laki orang lain, ga malu ya Bu,” Ani melotottiku seolah-olah ingin membalas perkataanku tadi, “dasar wanita munafik, sekarang Ibu tau kan kenapa saya menyukai pak Isa,”bentak Ani kepadaku, sehingga membuat hatiku terasa amat sakit mendengarnya,

“aahhkk... pak, hhmm.... pak sudah jangan di terusin...” kataku dengan kaki yang tidak dapat diam saat jarinya menyelusup kedalam vaginaku yang sudah banjir, perlahan kurasakan jari telunjuknya menyelusuri belahan vaginaku,

“oo... enak ya? he...he...” pa Isa tertawa melihatku yang sudah semakin terangsang, leherku terasa basah saat lidah pak Isa menjilati leherku yang jenjang,

Dengan sangat kasarnya pak Isa menarik celana dalamku, sehingga vaginaku yang tidak di tumbuhi rambut sehelaipun terlihat olehnya, aku memang sangat rajin mencukur rambut vaginaku agar terlihat lebih bersi dan seksi.

Ani berjongkok di sela-sela kakiku, kamera Hp di arahkan persis di depan vaginaku yang kini sudah tidak ditutupi oleh sehelai kain, tanpa memikirkan perasaanku pak Isa membuka bibir vaginaku sehingga bagian dalam vaginaku dapat di rekam jelas oleh Ani, beberapa kali jari telunjuk pak Isa menggesek clitorisku,

“ohk pak plisss.. jangan...? saya malu...” aku merasa sangat malu sekali di perlakukan seperti itu, baru kali ini aku bertelanjang di depan orang lain bukan suamiku sendiri, 

“Ha...ha... malu kenapa Bu? Anjing aja tidak malu ga pake baju masa ibu malu si...” katanya yang semakin merendahkan derajatku, setelah puas mempertonton-kan vaginaku di depan kamera, pak Isa bertukar posisi dengan Ani untuk memegangi kakiku sedangkan pak Isa berjongkok tepat di bawa vaginaku,

Dengan sangat lembut pak Isa menciumi pahaku kiri dan kanan secara bergantian, semakin lama jilatannya semakin ke atas menyentuh pinggiran vaginaku,

“aahkk... sudah pak, rasanya sangat geli hhmm...” aku berusaha sekuat tenaga mengatupkan kedua kakiku tetapi usahaku sia-sia saja, dengan sangat rakus pak Isa menjilati vaginaku yang berwarna pink, sedangkan Ani tanpa puas melihat ke adaanku yang tak berdaya,

“nikmatin aja Bu, he..he.. saya dulu sama seperti ibu selalu menolak tapi ujung-ujungnya malah ketagihan” kata Ani tanpa melepaskan pegangannya terhadap kakiku,

Semakin lama aku semakin tidak tahan, tiba-tiba aku merasa tubuhku seperti di aliri listrik dengan tegangan yang tinggi, kalau seandainya Ani tidak memegang kakiku dengan sangat erat mungkin saat ini wajah pak Isa sudah menerima tendanganku, mataku terbelalak saat orgasme melandah tubuhku dengan sangat hebat, cairan vaginaku meleleh keluar dari dalam vaginaku, sehingga tubuhku terasa lemas,

“ha...ha... bagaimana Bu, mau yang lebih enak....” pak Isa tertawa puas, aku hanya dapat menggelengkan kepalaku karena aku sudah tidak mampu lagi untuk mengeluarkan suara dari mulutku, perlahan pak Isa berdiri sambil memposisikan penisnya tepat di depan vaginaku,

“aahkk... sakit...” aku memikik saat kepala penisnya menerobos liang vaginaku, “uuhk... hhmm... pelan-pelan pak...” pintaku sambil menarik napas menahan rasa sakit yang amat sangat di vaginaku karena ukuran penis pak Isa jauh lebih besar dari penis suamiku,

“tahan Bu, bentar lagi juga enak ko' “ kata Ani yang kini melepaskan ikatan di tanganku, setelah ikatanku terlepas Ani kembali merekam adegan panas yang kulakukan,

Dengan sangat cepat pak Isa menyodok vaginaku sehingga terdengar suara “plokkss....ploskkss...” saat penisnya mentok ke dalam vaginaku yang mungil,

“aahhkk... aahhkk... aaahh... oooo...”semakin cepat sodokannya suaraku semakin lantang terdengar,

“oh yeeaa... enak Bu, hhmm... ternyata memek Ibu masih sempit sekali walaupun sudah perna menikah,” katanya memujiku, tetapi mendengar pujiannya aku tidak merasa bangga melainkan aku meresa jijik terhadap diriku sendiri,

Aku merasa vaginaku seperti di masuki benda yang sangat besar yang mencoba mengorek isi dalam vaginaku, rasanya memang sangat sakit sekali tetapi di sisi lain aku merasa sangat menikamati perkosaan rehadap diriku, selama ini aku belum perna merasakan hal seperti ini dari suamiku sendiri,

“ayo sayang, bilang kalau kontol saya enak...” dengan sangat kasar pak Isa meremasi kedua payudaraku,

“ti-tidak.... ahk... hhmm...” aku di buat merem melek olehnya,

“ha..ha.. kamu mau jujur atau tidak, kalau tidak hhmm... saya akan adukan semua ini kepada suamimu, ha...ha...” katanya mengancamku dengan tawa yang sangat menjijikan,

“ja-jangan pak,” aku memohon ke padanya, karena takut dengan ancamannya akhirnya aku menyerah juga “iya, aahhkk... aku suka...” kataku dengan suara yang hampir tidak terdengar,

“APA... SAYA TIDAAK MENDENGAR?” pak Isa berteriak dengan sangat kencang sehingga gendang telingaku terasa mau pecah mendengar teriakannya,

“IYA PAK, ENAK SEKALI SAYA SUKA SAMA KONTOL BAPAK....aahhk...uuhhkk!!” dengan sekuat tenaga aku berusaha tegar dan berharap semuanya cepat berlalu,

Setelah berapa menit kemudian tubuhku kembali merasa tersengat oleh aliran listrik saat aku kembali mengalami orgasme yang ke dua kalinya,

Dengan sangat kasarnya pak Isa menarik tubuhku sehingga aku berposisi menungging, pantatku yang bulat dan padat menghadap dirinya, 

“hhmm... indah sekali pantatmu sayang” katanya sambil meremasi bongkahan pantatku,

“pak, saya mohon cepat lakukan,”

“ha..ha.. kenapa Bu, sudah ga tahan” berkali-kali pantatku menerima pukulan darinya, sebenarnya aku tidak menyangka dengan kata-kataku tadi bisa membuatku semakin renda di mata mereka, sebenarnya aku hanya bermaksud agar semua permainan ini segera berakhir tapi sayangnya pak Isa tidak menginginkan itu,

“tenang Bu, santai saja dulu?”

Pak Isa sangat pintar memainkan tubuhku, dengan sangat lembut jari kasarnya menyelusuri belahan pantatku dari atas hingga ke bawah belahan vagianaku, gerakan itu di lakukan berkali-kali sehingga pantatku semakin terlihat membusung ke belakang,

“ohhkk... pak, hhhmm....” ku pejamkan mataku saat jarinya mulai menerobos lubang anusku, dengan gerakan yang sangat lembut jarinya keluar masuk dari dalam anusku, “ahhkk....ooo... ssstt...uuuuu... pak” ternyata rintihanku membuat pak Isa semakin mempercepat gerakan jarinya,

pak Isa dengan rakusnya kembali menjilati vaginaku dari belakang sedangkan jari-jarinya masih aktif mengocok anusku. Pada saat aku sangat terangsang tiba-tiba kami mendengar suara ketukan yang kuyakini itu adalah pak Rojak yang baru pulang dari mengantar Aldi,

“Pak Rojak tolongin saya...” kataku berharap ia bisa membantuku untuk lepas dari pelecehan yang ku alami, dengan santainya Ani membukakan pintu tanpa rasa takut kalau pak Rojak mengadukan kejadian ini ke pada suamiku, pak Rojak tanpak kaget saat melihat keadaanku yang sedang di gagahi oleh pak Isa,

“pak, tolong ku mohon,” kataku memelas,

“Wa...wa.... apa-apaan ini, “ beberapa kali pak Rojak menggelengkan kepalahnya dengan mata yang tak henti-hentinya memandangi tubuh mulusku,

“Udah pak, jangan sok mau jadi pahlawan kalau bapak mau embat aja, dia sudah menjadi budaknya saya,” pak Isa mulai membujuk pak Rojak dan aku hanya bisa berharap pak Rojak tidak memperdulikan tawaran pak Isa,

“kenapa bengong? sini ikutan!” ajaknya lagi

“jangan pak saya mohon tolongin saya,” aku mengiba ke pada pak Rojak, tetapi pak Isa tidak mau kalah kedua jarinya membuka bibir vaginaku,

“bapak liat ni, memeknya sudah basah banget... wanita ini munafik” pak Rojak terdiam seperti ada yang sedang di piirkannya,

“memeknya masih sempit lo, apa lagi anusnya kayaknya masih perawan,” bujuk pak Isa berharap pak Rojak mau bergabung dengannya untuk menikmati tubuhku,

Akhirnya pak Rojak tidak tahan melihat vaginaku yang becek terpampang di depannya,

“hhmm... oke lah tapi boolnya buat saya ya, ” tubuhku semakin terasa lemas, kini aku sudah tidak tau harus meminta tolong ke pada siapa lagi, perlahan pak Rojak mendekatiku,

“sekarang Ibu dudukin kontol saya, cepat...” perintah pa Isa sambil tidur telentang dengan penis yang mengancung ke atas, dengan sangat pelan aku menuduki penis pak Isa,

“eennnggkk.... “ aku menggigit bibir bawahku saat kepala penis pak Isa kembali menembus vaginaku, perlahan penis itu amblas ke dalam vaginaku, dengan sangat erat pak Isa memeluk pinggangku agar tidak dapat bergerak,

Setelah melepas semua pakaian yang ada di tubuhnya, pak Rojak mendekatiku dengan penis berada di depan anusku beberapa kali pak rojak menamparkan penisnya ke pantatku,

“pak sakit... aahhkk... aahkk... ja-jangan pak saya belum pernah” aku berusaha melepaskan diri saat pak Rojak mulai berusaha memasuki anusku, sempat beberapa kali ia gagal meembus anusku yang memang masih perawan,

“ha...ha... ayo dong Pak, masak kalah sama cewek si...” kata pak Isa mmemanas-manasi pak Rojak agar segera membobol anusku, pak rojak yang mendengar perkataan pak Isa menjadi lebih beringas dari sebelumnya,

“AAAAAA....” aku berteriak sekencang-kencangnya saat penis pa Rojak berhasil menerobos anusku, tanpa memberikan aku nafas ia menekan penisnya semakin dalam, “aahkk.... oohhkk... pak, hhmm...” aku merintih ke sakitan saat pak Rojak mulai memaju mundurkan penisnya di dalam anusku,

“gi mana pak? Enak kan?” tanya pak Isa yang kini ikutan memaju mundurkan penisnya di dalam vaginaku,

“eehhkknngg... mantab pak, enak banget he....he... hhmm....” semakin lama kedua pria tersebut semakin mempercepat tempo permainan kami, 

Sudah beberapa menit berlalu kedua orang pria ini belum juga menunjukan kalau mereka ingin ejakulasi, sedangkan diriku sedah beberapa kali mengalami orgasme yang hebat sehingga tubuhku terasa terguncang oleh orgasmeku sendiri. Setelah beberapa menit aku mengalami orgasme tiba-tiba pak Isa menunjukan bahwa dia juga ingin mencapai klimaks. Dengan sekuat tenaga pak Isa semakin menenggelamkan penisnya ke dalam vaginaku dalam hitungan beberapa detik kurasakan cairan hangat membasahi rahimku,

“aahkk... enak.... hhmm...” gumamnya saat menyemburkan sperma terakhirnya, setelah puas menodaiku pak Isa melepas penisnya di dalam vaginaku begitu juga dengan pak Rojak yang melepaskan penisnya di dalam anusku,

“buka mulutmu cepetan,” perintah pak Rojak sambil menarik wajahku agar menghadap ke arah penisnya yang terlihat berdeyut-deyut, aku sangat kaget sekali saat pak Rojak memuntahkan spermanya ke arah wajahku, sehingga wajahku ternodai oleh sperma pak Rojak,

Kini aku benar-benar sudah tidak memiliki tenaga sedikitpun, untuk mengangkat tubuhku saja terasa sangat berat sekali, sedangkan mereka tanpa puas memandangku yang sedang berpose mengangkang di depan mereka karena kedua kakiku kembali dipegangi Ani, sperma yang tadi di muntahkan pak Isa terasa mengalir keluar dari dalam vaginaku,

******** 
Aku duduk di atas sofa sambil melihat anak angkatku Aldi yang sedang di temani suamiku belajar, wajah mereka terlihat sangat cerah sekali bertanda bahwa mereka sangat bahagia, entah kenapa tiba-tiba di pikiranku terlintas kembali apa yang terjadi tadi pagi yang menimpa diriku, semakin aku berusaha melupakannya rasanya ingatan itu semakin menghantuiku, aku tidak bisa membayangkan kalau sampai suamiku mengetahui kalau aku di perkosa oleh ketiga pembantuku sendiri,

“hhmm... gi mana Aldi sudah ngerti belom” kataku sambil mengucek rambutnya yang sedang sibuk menghitung soal yang di berikan suamiku, “ya sudah kalau begitu mama bikinin minuman dulu ya, buat kalian,” kataku yang di sambut dengan teriakan mereka berdua,

Baru satu langkah aku keluar dari kamar tiba-tiba pergelangan tanganku terasa sakit saat pak Rojak menarik tanganku,

“bapak apaan sih!?” bentakku dengan suara yang sangat pelan,

“ssstt... jangan berisik...” kata pak Rojak dengan jari telunjuk di bibirnya, “nanti suami dan anak mu dengar, hhmm... bapak cuman mau ini Bu,” katanya lagi sambil mencubit payudaraku, dengan sigap aku mundur ke belakang,

“jangan main-main pak,” beberapa kali aku memandang pintu kamarku yang tidak tertutup rapat, tetapi pak Rojak tidak kehabisan akal dia balik mengancamku dengan mengatakan akan membongkar semua rahasiaku ke pada suamiku, sehingga nyaliku menjadi ciut,

“oke, hhmm... kalau begitu bapak ikut saya” kataku dengan suara yang bergetar, karena sudah tidak tahu lagi harus melakukan apa, dia terseyum puas melihatku tak berdaya dengan permintaanya,

“maaf Bu, saya inginnya di sini bukan di tempat lain,” katanya dengan suara yang cukup jelas, setelah berkata seperti itu pak Rojak langsung memelukku dengan erat sehingga aku sulit bernafas,

“hhmm... bauh tubuh ibu benar-benar menggoda saya,” perlahanku rasakan lidahnya menjulur ke leherku

“pak ku mohon, jangan di sini” pintaku ke padanya,

Pak Rojak yang mengerti kekhawatiranku langsung membalik tubuhku menghadap daun pintu kamarku yang sedikit terbuka,

“Ibu bisa bayangkan kalau sampai orang yang sedang di dalam kamar Ibu mengetahui apa yang sedang Ibu lakukan,” ancamnya sambil menarik rambutku sehingga aku harus menutup mulutku dengan telapak tanganku agar suara terikanku tidak terdengar oleh suami dan anakku,

“Pak ku mohon jangan di sini,” aku hanya bisa menurut saja saat pak Rojak menyuruhku untuk menungging dengan tangan yang menyentuh lantai, sedangkan wajahku menghadap ke celah pintu kamarku yang terbuka,

“tahan ya Bu,” katanya sambil menyingkap dasterku, sehingga celana dalamku yang berwarna hitam terpampang di depan matanya, dengan sangat kasar pak Rojak meremas kedua buah pantatku yang padat sehingga aku tak tahan untuk tidak mendesah,

“aahkk.. pak hhmm.. ja-jangan di sini pak,” pak Rojak diam saja tidak mendengar kata-kataku melainkan pak Rojak semakin membuatku terangsang dengan mengelus belahan vaginaku dari belakang,

“kalau kamu tidak mau ketahuan jangan bicara,” bentak pak Rojak sambil memukul pantatku

“ta-tapi pak, oohhkk... aku ga kuat,” kataku dengan suara yang sangat pelan, “ku mohon pak mengertilah,”

Pak Rojak seolah-olah tidak mau tahu, kini dengan rakusnya pak Rojak menjilati vaginaku yang masih tertutup celana dalamku, sehingga aku merasa celana dalamku tampak semakin basah oleh air liurnya. Setelah puas menciumi vaginaku pak Rojak memintaku untuk membuka celana dalamku sendiri masih dengan posisi menungging. Sangat sulit bagiku untuk melepaskan celana dalamku dengan posisi menungging belum lagi aku harus bekonsentrasi agar suaraku tidak keluar dengan keras walaupun pada akhirnya aku berhasil menurunkan celana dalamku sampai ke lutut,

“hhuuu... mantab....” katanya sambil merabahi vaginaku dari belakang, “kamu mau tahukan gimana rasanya ngentot di depan suamimu sendiri,” katanya lagi sambil menunjuk ke arah suamiku yang sedang mengajari anaku Aldi,

“pak, ja-jangan...” aku sangat takut sekali kalau suamiku melihat ke arahku, tiba-tiba aku di kejutkan dengan jari telunjuk pak Rojak yang langsung memasuki vaginaku sehingga aku terpekik cukup keras,

“sayang... ada apa?” kata suamiku dari dalam, saat mendengar suaraku.

“aahkk... tidak pa, cuman hhmm.. tadi ada tikus lewat,” jawabku asal-asalan agar suamiku tidak curiga ke padaku, tetapi untungnya suamiku tidak melihat ke arahku, dalam ke adaan terjepit seperti ini pak Rojak masih asyik mempermainkan vaginaku dari belakang,

“ada tikus??” katanya lagi seolah-olah tidak percaya, “apa perlu papa yang usir,” mendengar tawarannya nafasku teras berhenti tetapi untungnya aku masih banyak akal,

“aahhgg... ga usah hhmm.. pa...” kataku terputus-putus menahan rasa nikmat yang di berikan pak Rojak kepadaku, untungnya suamiku tidak curiga dengan suaraku,

“asyikan Bu, ngobrol dengan suami sambil di mainin memeknya,” aku memandangnya dengan wajah yang memerah karena nafsuku sudah di puncak,

“ko' diam cepat ajak suami Ibu ngobrol,” mendengar perkataanya aku langsung melotot ke arahnya, 

“Ibu mau kalau suami Ibu tau apa yang sekarang Ibu lakuin,” mendengar ancamannya aku kembali terdiam,

Dengan sangat terpaksa aku kembali mengajak suamiku mengobrol, walaupun di dalam hati aku merasa was-was takut kalau suamiku menyadari suaraku yang berubah menjadi desahan,

“paaa... ma-mau minum apa?” tanyaku yang kini sedang diperkosa oleh pak Rojak, tanpa kusadari pak Rojak sudah memposisikan penisnya di depan ibir vaginaku sehingga beberapa kali aku terpanjat saat pak rojak menghantamkan penisnya dengan sangat keras ke dalam vaginaku,

“terserah mama saja... papa sama Aldi ikut aja,”

“iya ma, apa aja asalkan enak,” sambung Aldi,

Waktu demi waktu telah berlalu sehingga sampai akhirnya sikapku berubah menjadi sedikit liar dan mulai menyukai cara pak Rojak memperkosaku walaupun pada awalnya hatiku terasa miris sekali di perlakukan seperti ini,

“aahk.... pak hhmm.. enak,” aku melenggu panjang saat orgasme melandahku, kini perkosaan yang ku alami berganti dengan perselingkuhanku dengan pembantuku, 

“ohhk... memek istri majikan ternyata enak sekali, ahhkk...” katanya yang terus-terusan menggoyang penisnya di dalam vaginaku, 

“pak... aahhkk... eehkk... aku, hhmm... ingin keluarrr, uuhhkk...” kali ini suaraku terdengar sangat manja

Beberapa menit kemudian kami mengerang bersamaan saat kenikmatan melanda kami berdua, setelah merasa puas aku dan pak Rojak kembali merapikan pakaian kami masing-masing, sebelum pak Rojak pergi meninggalkanku sempat terlihat seyumannya yang tersungging di bibirnya. Setelah membuatkan minuman aku kembali ke kamarku menemui anak dan suamiku, mereka terlihat tanpak senang sekali melihatku hadir dengan membawa minuman dan makanan kecil,

“ini di minum dulu, nanti baru di lanjutin lagi,” kataku sambil meletakan cangkir dan piring di atas meja kecil yang di gunakan Aldi untuk belajar,

“makasi mama...” kata Aldi yang langsung saja menyambar minuman yang baru ku bikin, entah kenapa setiap kali melihat Aldi hatiku terasa menjadi damai, dan semua masalah seperti terlupakan,

Aku merasa sedikit aneh, saat suamiku memandangku dengan tatapan mencurigakan sehingga aku memberanikan diri untuk bertanya ke padanya,
“ada pa, ko memandang mama seperti itu” kataku sambil mengupas jeruk untuk Aldi yang sedang menulis,

suamiku mendekatkan mulutnya ke telingaku, “hhmm.. sayang ko' kamu bau hhmm... gitulah...” mendengar pertanyaannya jantungku terasa berhenti,

“bau, bau apa pa?” tanyaku untuk memastikan apa maksud dari pertanyaan suamiku,

“kamu tadi ko' lama ma,” kami terdiam beberapa saat,

“mama abis dari kamar mandi ya, hhmmm... papa jadi curiga ni,” katanya sambil tertawa memandangku, mendengar perkataanya aku menjadi sedikit lega,

“Iya ni pa, abis kangen si...” kataku manja sambil mencubit penis suamiku,

Setelah yakin Aldi tertidur pulas, suamiku mengjakku untuk melayaninya semalaman suntuk. Tubuhku memang terasa lelah karena seharian harus mengalami orgasme, tetapi di sisi lain aku sangat senang karena suamiku tidak mencurigai aku karena bau tubuhku seperti bau orang yang habis bercinta


“Auu… Aldi, ampun….” aku mengelinjang kegelian saat tiba-tiba Aldi menggelitik pinggangku, rasa ngantuk yang kurasakan kini sudah sirna, “ya… ha…ha… kamu nakal ya, nanti mama balas lo…” aku berusaha berdiri sambil menangkapnya, tetapi usahaku gagal karena Aldi begitu lincah menahan seranganku

“masa segini aja si ma….” Katanya sambil berusaha menangkap kedua tanganku yang dari tadi berusaha menggelitikinya. Sebenarnya aku tidak menyangka kalau ternyata tenagaku kalah besar darinya sehingga dengan mudanya Aldi mengikat ke dua tanganku,

“he…he… sekarang mama mau lari ke mana lagi ayo…” ancamnya sambil memainkan ke dua jarinya di depan mataku,

“Sayang ampun, iya mama ngaku kalah…” kataku mengiba ke padanya,

Ternyata Aldi sangat senang melihatku yang sudah tidak berdaya perlahan jari-jarinya mulai menggelitik perutku sehingga aku kembali kegelian, gerakanku yang liar membuat baju tidurku ke singkap sampai perutku yang putih mulus terlihat olehnya. Tanpa kusadari aku mulai terangsang dengan permainan yang dilakukan Aldi terhadap tubuhku karena aku merasa bagian selangkangan menjadi sedikit basah, sengaja atau tidak jari-jari Aldi menyentuh bagian tubuhku yang sensitif

“Aldi… eennngg…” aku semakin terangsang saat jari-jari Aldi berpindah menggelitiki pahaku, sehingga sekali-kali kurasakan jarinya menyentuh bagian tenga celana tidurku,

“Aldi… aahk… cukup sayang, sudah jam berapa ni?” aku berusaha menghentikan tindakan Aldi yang menurutku sedikit berlebihan, Aldi diam menghentikan aktivitasnya beberapa kali Aldi terseyum ke arahku,

“Ya uda deh ma… Aldi siap-siap dulu ya ma… tapi mama jangan bobo lagi ya…” katanya sambil membukakan ikatan tanganku, dia terseyum lalu pergi meninggalkan aku sendiri yang masih tergeletak lemas

Aku masih terbaring di atas kasur, perlahan kuarahkan jariku menyelusup ke dalam celana tidurku yang tipis. Kurasakan bagian tenga celana dalamku sangat basah detak jantungku terasa semakin cepat beberapa kali aku berusaha menyadarkan diriku, dengan sangat lembut jariku menggosok vaginaku dari luar celana dalam.

“Ahkk… Al… eehhmm…” pikiranku mulai di rasuki setan, bayangan Aldi yang sedang memainkan vaginaku membuat nafasku sesak, tanpa ragu-ragu jariku menyibak celana dalamku ke samping, dengan gerakan yang lembut jari telunjukku menerobos lubang vaginaku yang semakin merekah,

“EEhhkk… Al enak… terus Al… tusuk terus…” kataku yang di susul dengan gerakan jariku yang semakin cepat mengobok vaginaku, setelah beberapa menit kurasakan otot-otot vaginaku menjadi tegang sedangkan darahku terasa mendidih, dan vaginaku juga mulai terasa panas saat orgasme melanda tubuhku.

Setelah memuaskan diriku sendiri, aku pun segera bangkit ke kamar mandi di kamarku. Aku baru saja membuka semua pakaianku dan baru saja mau menyalakan shower ketika pintu kamar mandi diketuk, lalu terdengar suara Aldi.

“Ma...Ma!” panggilnya.

Aku segera membuka pintu kamar mandi dan bertanya sambil mengintip dari celah pintu, “Ya Di? kenapa?”

“Di kamar mandi sana airnya macet, boleh Aldi mandi di sini?” tanyanya.

“Oohh...nanti ya Di, mama mandi dulu, gak lama kok” kataku.

“Eh iya Ma” kulihat pandangan matanya ingin melihat lebih selain bahu telanjangku yang terlihat olehnya.

Baru saja hendak berbalik dan menutup pintu, tiba-tiba seekor kecoak melintas di bawah dekat kakiku. Aku sangat jijik dan geli dengan serangga satu ini sehingga aku menjerit dan melompat ke belakang.

“Aawwww....tolong!” teriaku.

Aldi yang masih di situ buru-buru masuk, ia melihat kecoa itu dan buru-buru melepas sandalnya untuk memukul binatang itu. Namun si kecoa ternyata terlalu lincah dan keburu kabur keluar dari kamar mandi ke kamarku. Aldi mencari-carinya dengan sandal siap di tangan.

“Duh kabur kecoanya Ma, ga dapet, moga-moga keluar dari kamar deh” katanya kembali ke kamar mandi, namun matanya menatap nanar ke arah tubuhku.

Aku baru sadar kalau aku tidak memakai apapun dan Aldi telah menyaksikan ketelanjanganku. Wajahku terasa panas dan terlihat merah padam melihat tatapannya.Reflek aku melipat kedua tanganku ke dada, rasa panik kembali melandaku. Sebelum aku bisa berbuat sesuatu, Aldi sudah berjongkok dan menyergapku lagi

“Aldi, kamu mau apa?” aku meronta panik berusaha melepaskan diri, entah ia mendapat tenaga dari mana untuk menarik kedua lenganku yang melindungi dadaku.

Aldi nampak menelan ludah dan berkata, “Ma...Aldi sangat ingin sekali sama mama” katanya dengan suara terputus dan parau.

Tanpa membuang waktu lagi, Aldi menangkup kedua payudaraku dengan kedua tangan dan meremasinya lembut. Jarinya yang nakal memilin kedua putingku yang berwarna kemerahan sungguh menggiurkan, bagaikan buah ceri.

“Ma tetek Mama bagus… bolehkah Aldi ngisep?” tanyanya sambil mengelus sepasang puting tersebut.

Antara menolak dan menerima, aku menikmati elusannya, detak jantungku sedikit mereda karena kecoa itu sudah enyah kini cepat lagi karena elusan anak ini.

“Hisaplah kalau Aldi mau!” entah mengapa aku malah mengangguk seraya mengelus rambut bocah itu, mungkin karena ada rasa ingin berterima kasih karena ia telah mengusir binatang menjijikkan itu, tapi kenapa seperti ini?

Tanpa banyak bicara lagi, Aldi menurunkan wajahnya dan menghisap puting payudaraku.

“Apakah ini yang selalu dia fantasikan selama ini tentang diriku, ibu angkatnya?” tanyaku kepada diriku sendiri dalam hati saat aku mulai menurunkan mukaku,

“Akhh…” desahku saat anak itu mulai menghisap putingku sehingga badanku menggeliat seperti kesetrum

Kunikmati emutannya pada puting payudaraku, kurasakan badan Aldi sedikit gemetaran saat melakukannya, mungkin tegang karena baru pertama kali. Setelah beberapa lama ia melepaskan pagutannya dari payudaraku dan berkata

“Ma, Aldi suka memek kaya punya mama, bagus buluan lebat, boleh pegang ga ma?” tanyanya.

Aku terdiam sesaat menatap wajah polosnya “boleh, asal mama juga boleh pegang punya kamu” jawabku,

“ayo mama buka dulu baju kamu”

Aku melihat ekspresi senang di wajahnya bercampur tegang ketika aku melucuti pakaiannya. Mataku terpaku melihat penisnya yang sudah menegang ketika kupeloroti kolornya. Benda itu memang tidak sebesar milik pria dewasa, namun keras dan pasti akan tumbuh besar dan perkasa seiring usianya. Dengan tergopoh-gopoh saking gembiranya, ia segera memegang vaginaku, jari-jarinya perlahan menembus sela-sela rambut kemaluanku dan mengelus belahan vaginaku yang terasa basah dan hangat. Uuuhh...bagaimana mungkin bocah sekecil ini sudah mampu mempermainkan gairahku? Apakah ia sudah pernah sebelumnya? Tubuhku kembali menggeliat,

“Akhh…” desahku saat jarinya mengelus belahan vaginaku, jari itu semakin masuk meraih tonjolan daging yang berada tepat pada bagian atas bibir vaginaku. Tubuhku makin menggeliat dibuatnya

“Akhh…Diii” desahku serasa menggetarkan jiwa sambil mengocoki penis anak itu yang makin keras.
“Ma...Aldi sayang sama mama, pengen bisa ginian terus” ceracau Aldi

Sungguh aku nyaris tidak percaya aku melakukan hal nista ini dengan anak angkatku sendiri yang masih di bawah umur dan gilanya aku sungguh menikmatinya

“Kamu udah pernah ginian sebelumnya Di?” tanyaku lagi dengan suara lirih

“Pernah Ma...dulu sama Mbak Sarmi, pembantu di rumah, dia yang ajarin Aldi” jawabnya polos.

Aku terhenyak tidak bisa berkata apapun, anak sekecil Aldi ternyata pernah melakukan hubungan seks.

“Mbak Sarmi yang isepin burung Aldi, terus masukin burung Aldi ke memeknya, rasanya agak nyeri tapi enak. Aldi muncratin cairan kaya pipis tapi bukan, enak banget. Apa mama juga pengen Aldi gituin kaya Mbak Sarmi?” tanya anak itu dengan nada polos dan wajah tidak bersalah.

“Eeerr...iya mau Di, mama mau” ya Tuhan, gilakah aku, mengapa aku menjawab seperti ini? sepertinya akal sehatku sudah hilang atau apa?

Tanpa bicara lagi, aku duduk di kloset agar tidak ketinggian bagi tubuhnya yang masih pendek. Segera kami mulai saling menjelajahi tubuh masing-masing. Aldi meremas-remas buah dadaku dengan gemas, sementara mulut kami tidak henti saling berpagutan dan lidah kami saling belit dan saling menggelitik dengan nikmatnya. Saat ia mencium leherku, aku segera menggeliat nikmat. Lalu ciumannya terarah semakin ke bawah, menyelusuri bahu dan dadaku, sampai di pangkal payudaraku yang sebelah kanan. Sejenak ia menatapnya, lalu tanpa buang waktu lagi segera dikulumnya putingku, sementara sebelah tangannya meremasi buah dadaku yang lain.

“Akhhh… okhhh…” erangku tak henti-hentinya.

“Sekarang, Di... masukkan sekarang!” aku sudah tidak peduli lagi dengan norma-norma apapun, aku tidak bisa lagi mengendalikan diriku dan sangat ingin merasakan batang penis anak angkatku ini di dalam vaginaku. Tanganku terus mengelus dan sedikit meremas batang penis Aldi yang sudah keras. Aku turun dari kloset membaringkan tubuhnya di lantai kamar mandi, badanku menggeliat ketika merasakan elusannya. Aku segera menelungkupi tubuhnya sambil mengarahkan batang penisnya ke dalam vaginaku.

“Aww…!!!“ erang Aldi tertahan, “enak ma, terus ma!” katanya sambil memegang payudaraku merasakan himpitan vaginaku pada penisnya yang mulai masuk sebagian

“Mama masukin sekarang Di” kataku dengan nada merangsang.

Dengan sekuat tenaga, aku menurunkan tubuhku sehingga penisnya tertekan hingga masuk ke vaginaku, bles…!!! terasa batang penis Aldi mulai masuk seiring dengan pekik tertahanku. Dinding vaginaku dengan ketat menggesek batang penis anak angkatku itu. Sekali lagi kuhempaskan tubuhku kuat-kuat dan slebb…!!! batang penisnya masuk seluruhnya. Kali ini aku bukan hanya memekik lirih,

“Akkhhh…” tapi badanku juga menggelinjang kuat.

Selanjutnya naluriku yang mulai bekerja, tanpa diperintah, aku segera menaik-turunkan tubuhku sehingga batang penis Aldi terpompa dalam lubang vaginaku. Sementara itu, tangan anak ini juga tidak berhenti meremasi kedua buah dadaku, dan mulutku mengulum bibirnya dengan lidah yang saling membelit. Ketika Aldi mengalihkan kulumannya pada puting susuku, aku mendesah nikmat,

“Akhh… enak, Di. Kontol kamu enak banget” kataku tanpa malu

Aku semakin memacu pompaanku pada penisnya. Mungkin karena kurang pengalaman menyetubuhi perempuan, Aldi tidak dapat bertahan terlalu lama,

“Ma...Aldi mau keluar nih, memek mama enak banget sih!” erangnya

Seharusnya aku menahan diri, tapi aku justru semakin mempercepat pompaanku pada penisnya. Tak lama kemudian pompaanku semakin tidak terkendali.

“Akhh… A-Aldi … okh!” ceracau anak dan, crutt… crutt… kurasakan air mani muncrat di dalam vaginaku.

Seiring dengan itu, aku justru memutar-mutar pantatnya dengan cepat, wajahku tertengadah dengan bibir kugigit.

“Okhhh…” lalu dengan diiringi keluhan panjang, akupun memeluk tubuh mungilnya erat-erat.

Kami mencapai puncak kenikmatan secara hampir bersama-sama di atas marmer kamar mandi yang basah. Sejenak kami terdiam kaku dalam posisi tersebut, lalu akhirnya aku bangkit melepaskan penisnya yang mulai mengecil dan berlutut di sampingnya.

“Waw... enak banget Ma, baru kali ini Aldi merasakan kenikmatan seperti itu. Ini yang namanya ngecrot ya ma?” sahutnya terengah-engah.

Aku hanya terdiam tanpa mampu menjawab.

“Dulu sama Mbak Sarmi ga seenak ini Ma” celotehnya kepadaku.

“lagian Mama cantik sekali, Aldi sudah suka sejak awal” lanjutnya sambil merabai pahaku

“Aldi...kamu ini, kita gak bisa kaya gini terus!” kataku sambil menepis tangannya

Aku sebenarnya hanya jaga gengsi, dalam hati aku masih ingin menikmati kenikmatan terlarang ini. Aku melihat ke arah selangkangannya, wow...penisnya mulai bangun lagi.

“Ma lihat...kontol Aldi bangun lagi!” sahut Aldi menggenggam benda itu dan menunjukkannya padaku.

“Terus kenapa?” tanyaku sedikit judes.
Sebagai jawabannya Aldi langsung mendorong tubuhku sehingga terbaring di lantai kamar mandi dan menindihku

“Aldi....sudah...hentikan...mama gak mau lagi....aahhh....aahh!” protesku berubah menjadi lenguhan nikmat saat jari-jari anak itu meraih vaginaku dan mulai mengobok-oboknya,

“Akhh…Aldi nakal ya, gak mau dengerin mama!” desahku.

Kurasakan kewanitaanku kembali mengalirkan lendir yang membuatnya kembali basah akibat kocokan jari-jarinya.

“Aldi entot mama lagi ya!” pintanya dengan nada memelas.

“Di...kamu...aaahhh....aaahhh!!” aku hanya bisa mendesah, aku benar-benar tidak bisa menolaknya

Kuraih batang penisnya dan kubimbing ke arah liang vaginaku. Kulihat ia tersenyum dan mulai mendorong pinggulnya sehingga penisnya melesak masuk.

“Ahhh....” erangku sambil menggigit tangan saat batang penisnya mempenetrasiku,

“pelan aja Di. Jangan terburu nafsu supaya ga terlalu cepet.” gila tanpa sadar aku sedang mengajari bocah ini menyetubuhi ibu angkatnya sendiri.

“Hemmm…iya ma” hanya itu jawabnya padaku, lalu tanpa banyak bicara lagi ia segera mengayunkan pantatnya, memompa vaginaku.

Kali ini ia bisa bertahan lebih lama dari sebelumnya, mungkin karena sebelumnya ia sudah memuncratkan air maninya, maka tidak segera muncrat kembali, selain itu ia juga menuruti nasehatku agar mengatur tempo genjotannya sehingga tidak buru-buru keluar.

Rintihan dan erangan kami bersahut-sahutan di kamar mandi ini “akh… okh… bang… akh…”

“Ehm... uh...seret banget memek mama” Aldi semakin mempercepat pompaannya 

Semakin cepat dan semakin cepat ia menggenjot, semakin aku ikut bergoyang mengimbanginya, sampai akhirnya,

“Maaaa…” serunya dan matanya terbalik ke atas dengan kepala tertengadah, kurasakan tangannya mencengkram betisku, ia akan orgasme lagi

“Okhhh…” erang Aldi dengan tubuh mengejang kaku lalu menindih tubuhku, kepalanya jatuh di antara kedua bukit payudaraku.

Aku yang tidak bisa bergerak karena ditindih olehnya dan masih lemas terpaksa harus berdiam diri. Kurasakan mulutnya yang mengulum puting susuku, mengemut, dan mengelusnya dengan ujung lidah diselingi dengan gigitan pelan. Sesaat kemudian kurasakan dekapannya mengendor, penisnya masih tetap menancap di vaginaku. Ia kembali bangkit dan berlutut di antara pahanya, agaknya ia masih belum puas. Tanpa minta ijin dulu seperti sebelumnya, ia segera memacu kembali vaginaku.

Untuk beberapa lama masih berdiam diri dengan lemasnya, hanya pasrah menikmati genjotannya dan tangannya yang liar menggerayangi tubuhku. Kembali terulang paduan rintih nikmat dan erang kami, “Akh… okh… okh… akh…”

“Ehm... ugh...” aku makin bersemangat menggoyang pinggulku saat kenikmatan itu mulai terasa.

Tak lama kemudian akhirnya kembali kurasakan rasa geli yang nikmat menjalar dari vaginaku.

“Di…mama… aaahh…” kataku terputus-putus karena desakan nafsu.

Tapi meskipun aku dak mengatakan dengan jelas apa yang kumaksud, tampaknya Aldi bisa menangkap maksudku, itu terlihat dari jawabannya.

“Aldi juga ma… mau… okh…ngecrot lagi” katanya sambil mengguncangkan pantatnya keras-keras.

Tak lama kemudian aku tidak lagi mampu menahan gempuran batang penisnya. Kedua paha jenjangku melingkari pinggulnya erat-erat,

“Terush..Di....mama udah mau juga!!” erangku tidak karuan, “Aaahh....aahh...aakkhhh!!”

Seiring dengan itu, aku terbangun merasakan air masuk ke hidungku. Aku melihat sekeliling, ternyata aku tertidur di bathtub dan bermimpi main gila dengan anak angkatku sendiri. Nafasku ngos-ngosan, kenapa mimpiku harus seperti itu? apakah itu merupakan perwujudan dari fantasi liarku? Tidak...aku tidak mungkin melakukan hal seperti itu dengan anak angkatku sendiri, tidak jangan sampai...ini hanya mimpi. Aku segera menyelesaikan mandiku dan berpakaian, namun terus terang mimpi itu masih terngiang-ngiang di ingatanku ketika aku sarapan, Segera aku mencuci piring dan mengerjakan yang lain untuk mengalihkan pikiran tidak senonoh itu.

###

Hari ini rumahku terlihat sepi karena bi Mar, pak Isa dan Ani meminta izin untuk pulang kampung sedangkan pak Rojak mengantar anak dan suamiku, sehingga aku hanya sendirian di rumah. Karena tidak ada pekerjaan akhirnya aku memutuskan untuk menyirami tanaman yang biasanya di lakukan oleh pak Isa, bagiku menyiram tanaman adalah hal yang sangat menyenangkan, sekaligus untuk menghibur hatiku yang kini sedang di timpa banyak masalah yang harus kuhadapi.

“Lisa….” saking asyiknya menyirami tanaman sehingga mebuatku tidak sadar kalau aku kehadiran seorang tamu memanggilku,

“Ferdi…” kataku tersentak kaget saat menyadari siapa yang datang, aku tidak menyangkah kalau akan kembali bertemu dengan mantan pacarku yang dulu sangat aku cintai, walaupun akhirnya aku tidak dapat bersamanya karena kedua orang tuaku menjodohkan aku dengan suamiku yang sekarang,

“Iya, aku Ferdi kamu masih ingat…” katanya lagi meyakinkan diriku, entah kenapa tiba-tiba aku reflek memeluknya dengan sangat erat, rasa rindu yang amat sangat membuatku lupa dengan setatusku yang sekarang

“gimana kabar kamu?” katanya yang membalas pelukanku,

“baik mas… mas sendiri gimana?” tanyaku sambil memandangnya wajahnya yang tetap seeperti dulu selalu ceria

“eehkk… hhmm… kita ngobrolnya di dalam aja mas…” entah kenapa aku merassa malu sekali karena tingkahku yang tiba-tiba langsung memeluknya, sehingga aku memutuskan untuk melepaskan pelukanku

Di dalam ruangan itu aku hanya berdua saja dengan mantan pacarku, kami bercerita dan bercanda gurai layaknya seorang kekasih yang sudah lama tidak bertemu, ternyata Ferdi masih seperti dulu sangat menyenangkaan dan perhatian. Semakin lama obrolan kami menjadi semakin serius sehingga akhirnya aku menceritakan bagaimana kehidupanku yang sekarang di mana aku yang sampai sekarang belum memiliki anak dan sampai akhirnya aku diperkosa dan di ancam oleh pembantuku sendiri, Ferdi terlihat sangat marah saat mendengar cerita dariku, dia tidak menyangka di balik seyumanku yang manis terdapat luka yang sangat dalam,

“Maafin aku mas, karena dulu pernah meninggalkanmu,” aku sudah tidak sanggup lagi untuk menahan air mataku, Ferdi yang mengerti betapa beratnya beban yang harus kupikul langsung memelukku penuh dengan rasa kasih sayang sama seperti saat aku menceritakan bahwa aku sudah di jodohkan oleh kedua orang tuaku dari dulu sampai sekarang dia selalu bisa mengerti keadaanku

“Lis, kamu yang sabar ya, aku yakin kamu pasti bisa melewati semua ini…” dengan sangat lembut Ferdi menghapus air mataku yang meleleh dari kelopak mataku

Ternyata perhatian Ferdi membuat beban yang ku rasakan sedikit menghilang, tatapannya yang penuh dengan rasa kasih sayang membuatku luluh, cinta yang selama ini menghilang kembali tumbuh subur, perlahan Ferdi mendekatkan wajahnya sampai akhirnya dia mencium bibirku yang tipis, ku rasakan jari-jarinya merabahi pahaku yang terlapis celana jins yang kupakai,

“hhmm… sslluuppss…sslluuppss…” aku membalas ciumannya dengan lembut, sedangkan tangannya berusaha membuka kaos yang ku pakai sampai akhirnya melewati kepalaku sehingga bagian atasku hanya tertutup Bh yang berwarna biru langit, dengan sangat pelan Fedi merebahkan tubuhku di atas sofa,

“Ternyata kamu masih seperti dulu, cantik bagaikan bidadari…”pujinya sambil menciumi bagian atas payudaraku

Kupejamkan mataku saat dia melepas kaitan Bh yang kupakai dan melemparnya jauh-jauh seolah-olah dia tidak ingin melihatku memakai benda tersebut. Aku semakin dibuat merinding saat lidahnya mulai mengulum putting susuku, sekali-kali dia mengigit putting susuku secara bbergantian,

“Ahk… Fer… eehhmm….” Aku kini sudah benar-benar terangsang, dia kembali memandangku dengan seyuman yang sangat manis sehingga mebuatku merasa aman dan merelakan semuanya untuknya dan melupakan setatusku sebagai istri orang, Kini dia kembali menjilati sekujur tubuhku, aku sempat tersentak saat lidahnya membasahi perutku sedangkan kedua telapak tangannya di gunakan untuk memilin putting susuku, aku kembali diam saat Ferdi mebuka resliting celana jins yang kupakai. Perlahan tangannya menarik celanaku seolah-olah ingin menikmati tubuhku dengan perlahan-lahan. Aku sedikit membantunya dengan mengangkat pinggulku agar celana jins yang kupakai dapat lolos dari kakiku. Dia tampak takjub memandang tubuhku yang kini hanya terbalut kain berbentuk segitiga menutupi vaginaku, dia kembali mencium bibirku dengan sangat lembut sedangkan jari-jarinya menyelusup masuk ke dalam celana dalamku. Kurasakan jari-jarinya mulai menggesek vaginaku yang basah oleh cairan cintaku sendiri,

“ahhkk… Fer, hhhmm… entotin aku…” kataku sambil memandangi wajahnya yang tanpak sangat bernafsu ingin meniduriku,

“iya sayang…” bisiknya di telingaku, “kamar kamu di mana?” katanya lagi, tanpa menunggu jawaban dariku Ferdi langsung menggendongku,

Di dalam kamar aku tiduran telentang sedangnkan Ferdi berdiri menatapku yang tergolek pasrah, sambil terseyum Ferdi melepaskan satu-persatu pakaian yang melekat di tubuhnya sampai akhirnya aku dapat melihat penisnya yang kira-kira berukuran 17 cm dan berdiameter 3-4. Dia melangkah mendekatiku, dengan sekali sentakan celana dalam yang ku pakai terlepas dari tubuhku sehingga untuk kedua kalinya aku memperlihatkan vaginaku ke pada orang lain yang bukan suamiku, aku hanya menurut saja saat Ferdi mengangkat ke dua kakiku ke atas pundaknya, perlahan ku rasakan penisnya menggesek bibir vaginaku, dengan tempo yang sangat pelan Ferdi mendorong masuk penisnya ke dalam vaginaku

“Ahk… Fer, enak… uuhhkk…” aku mulai merintih ke enakan saat Ferdi mulai menghentakan penisnya di dalam vaginaku,

“memekmu sempit sekali sayang, aahhkkk…ahhkk…” katanya yang memuji vaginaku

Semakin lama Ferdi semakin cepat menggenjot vaginaku, kira-kira 10 menit berlalu untuk pertama kalinya aku merasa otot-otot vaginaku mencengkrang kuat penis Ferdi di dalam vaginaku. Seluruh tubuhku terasa di aliri listrik saat kenikmatan melandah tubuhku,

“aaahhkk… Fer aku ga kuat…” teriakku saat aku mencapai orgasme pertamaku, Ferdi kembali terseyum memandangku, kini tubuhku di balik menghadap ke samping dengan penis yang masih tertancap di dalam vaginaku,

“sayang kita mulai lagi ya…” aku hanya mengangguk karena tubuhku terasa lemas, dengan gerakan yang sangat cepat Ferdi kembali menghujamkan penisnya di dalam vaginaku,

Kira –kita 15 menit menggunakan gaya ini, perlahan kurasakan penisnya berdenyut-denyut di dalam vaginaku, begitu juga dengan diriku tubuhku terasa bergetar saat orgasme ke duaku mulai mencapai puncaknya

“sayang, aku mau keluar…” katanya sambil membalik tubuhku, kembali ke posisi semula,

“iya aku juga Fer, aahhkk… aahhhkk… cepat Fer…” tiba-tiba kurasakan lahar panas membasahi vaginaku, dan disusul dengan cairan cintaku yang mengalir deras,

“oohhkk…. Eenak sayang, hhmm…” katanya sambil menikmati semburan terakhirnya,

Setelah puas mereguk kenikmatan bersamaku, Ferdi berdiri mengambil tisu membesihkan penisnya yang kotor karena cairan vaginaku. Berkali-kali dia terseyum memandangku sedangkan aku tergolek lemas dengan posisi mengangkang. Kurasakan cairan sperma dan cairan cintaku mengalir bersamaan keluar dari dalam vaginaku,

Entah kenapa tiba-tiba aku seperti tersadar dari mimpi indahku, aku merasa sangat menyesal dengan apa yang kulakukan barusan padahal aku sudah berjanji dengan diriku sendiri tidak akan kembali melakukan tindakan bodoh, hatiku terasa sakit saat bayangan suamiku terlintas di dalam pikiranku sehingga air mataku mengalir mebasahi pipiku.

“Kamu kenapa Lis?” Ferdi mendekatiku sambil membantuku duduk, dengan sangat lembut Ferdi memelukku,

“kamu menyesal?” Mendengar pertanyaannya aku hanya diam saja,

“ya sudahlah… semuanya kan sudah terjadi tidak ada yang perlu disesali… “

“Iya Fer, ini semua salahku…” kataku sambil menutupi mukaku dengan telapak tanganku,

“tidak ada yang salah kok” katanya sambil kembali merabai vaginaku yang basah, aku kembali tidak dapat menolak keinginannya.

Perlahan tubuhku kembali di rebahkan di atas kasur yang biasa tempatku melayani suamiku, tetapi kali ini menjadi saksi bisu perselingkuhanku terhadap Ferdi mantan kekasiku,

“Maafkan aku suamiku karena aku telah menodai cinta kita yang selama ini kita bangun dengan sebuah kepercayaan yang tak dapat kujaga dengan baik.” 

###### 

Malam semakin larut tetapi mataku tetap juga tidak mau tertutup, perasaan bersalah selalu menghantuiku membuatku merasa tidak tenang, kini aku hanya dapat menangisi diriku yang semakin jauh tenggelam ke dalam jurang hitam, hujan yang mengguyur rumahku menjadi saksi bisu betapa menderitanya hidupku.

Tok….Tok….Took….

“Iya sebentar….” Mendengar ketukan pintu membuat hatiku sedikit berbunga-bunga, aku melangkah mendekati pintu dengan seyuman yang terlukis di bibirku, “papa ko pulangnya….” Suaraku terhenti, seyumanku berubah seketika saat menyadari ke datangan pak Rojak di depan kamarku,

“Ada apa mama… he… he…” dia tertawa sambil memandang tubuhku yang terbalut daster tipis, sehingga tubuh bagian dalamku terlihat jelas karena aku hanya mengenakan celana dalam yang tembus pandang, “malam ini tuan tidak pulang karena katanya ada urusan mendadak, jadi malam ini kita bisa bersenang-senang” tubuhku terasa lemas seolah-olah tulang-tulangku remuk seketika,

Belum sempat aku berkata lagi pak Rojak sudah memeluk tubuhku dengan sangat erat, sehingga sulit bagiku untuk melarikan diri darinya,

“pak cukup, jangan pak…” air mata yang tadi telah terhapus kini kembali membanjiri mataku, kurasakan telapak tangan pak Rojak meremasi bongkahan pantatku dengan sangat kasarnya, sedangkan bibirnya berusaha melumat bibirku yang tipis, tanpa bisa menolak aku hanya dapat pasrah menerima perlakuan darinya,

“sslluuppss…. Hhmm… eehhmm…” lidah pak Rojak menjulur masuk ke dalam mulutku, beberapa kali lidah kami bertemu saling membelit tanpa bisa kutolak,

Setelah pintu tertutup pak Rojak berjalan melewatiku yang berdiri kaku di depannya, dengan santai pak Rojak duduk di atas kasurku sambil memandang tubuhku tanpa berkedip,

“Tolong lampunya di nyalakan, biar tubuh sexsimu semakin terlihat…” katanya santai, tanganku gemetaran saat dengan terpaksanya aku menyelakan lampu, dalam sekejap lampu kamarku menyinari tubuhku yang terbalut daster tipis,

“Bagus-baguss…. Tubuh Ibu benar-benar sempurna, coba sekarang Ibu lepaskan dasternya saya ingin melihat lebih jelas lagi.” Aku masih terdiam sambil menggelengkan kepalahku, tubuhku sudah terasa lelah, air mataku juga sudah tidak mau lagi keluar,

“kenapa diam Bu…. Jangan main-main Bu kalau tidak Ibu tau sendiri akibatnya…”

“i-iya pak…” kataku terbata-bata, dengan sangat terpaksa aku menurunkan tali dasterku sampai akhirnya daster yang ku pakai jatuh ke lantai, payudaraku yang tidak tertutup apa-apa lagi tergantung bebas, sedangkan bagian bawahku masih di lapisi kain segitiga,

“Pak, eehhm… ja-jangan sekarang… badan saya masih terasa capek, saya janji lain kali saya akan melayani bapak…” kataku harap-harap cemas,

“Terus…. Urusannya dengan saya apa Bu?” lagi-lagi pak Rojak menampilkan wajah yang menjijikan…

“Tetenya ga keliatan Bu… tangannya bisa di buka?” katanya lagi sambil menunjuk bagian dadaku yang tetrtutup oleh telapak tanganku,

“cepat Bu, sebelum kesabaran saya habis” nada suaranya tidak terlalu tinggi tapi aku sangat mengerti dengan ancamaannya itu,

“I-iya pak…” tanpa bisa berbuat apa-apa aku meneruti ke mauannya, pak Rojak tertawa saat melihat putingku mengeras, pak Rojak tau betul kenapa putingku mengeras memang harus kuakui akhir-akhir ini aku mulai menyukai cara mereka memperkosaku tidak mungkin lebih tepatnya mempermainkanku,

“Ha…ha… bagus-bagus, tanpaknya memek Ibu sudah ga tahaan ya, tapi saabar sebentar ya Bu…” katanya sambil mendekatiku, dari belakang pak Rojak memeluk tubuh bugil kurasakan tangan kanannya menempel di bagian payudara kananku sedangkan tangan kirinya merabahi vaginaku yang basah,

“Ahhkk… pak, eehhmm…” aku hanya dapat merinti sebisa mungkin menahan suaraku agar tidak terdengar keluar,

“Ha…ha… bagaimana Bu enak kan…” tanpa memperdulikan erangaanku jari pak Rojak menyelusuri belahan vaginaku,

“E-enak pak, eehhmm…” aku terpaksa menjawab karena aku tahu apa akibatnya kalau aku melawannya, aku sedikit merenggangkan kakiku saat jaat jari telunjuknya memaksa masuk ke dalam lubang vaginaku,

“jangan malu bu katakan dengan keras saya tidak mendengar,” kini dua jari bersarang ke dalam vaginaku, tanpa hentinya pak Rojak mengobok lubang vaginaku,

“I-IYA PAK… ahkk… ENAK SEKALI… eehhmm…” dia terseyum memandangku,

Tanpa bisa menolak pak Rojak menyuruhku untuk berposisi menungging di atas kasur sambil menggoyang pantatku, beberapa kali pak Rojak menampar pantatku seehing terasa panas,

“ayo bu di goyang terus, he….he… mumpung malam ini suamimu tidak ada di rumah” dengan lancangnya pak Rojak membuka bibir vaginaku, lidahnya yang kaasar terjulur menjilat permukaan vaginaku dari belakang sambil meremas buah pantatku,

“eehkk… hhmm… uuhhkk… aaahhkkk…” vaginaku terasa semakin basah oleh air liur, pantatku terasa bergetar dengan mata terpejam aku menyambut orgasme pertamaku, dengan sangat rakusnya pak Rojak menjilati lendir vaginaku,

Setelah memberiku istirahat sebentar pakk Rojak kembali menyuruhku berubah posisi, kini aku berjongkok di depannya penis pak Rojak yang sudah sangat keras mengancung di depanku, aku yang mengerti keinginannya lasung melahap habis penis pak Rojak,

“oohhkk… terus Bu, eehhm… bibirmu sexsi sekali…. Oouuu… ya begitu Bu enak…” mulut pak Rojak tidak mau diam saat lidahku menjilati permukaan penisnya, sekali-kali aku menggiit kecil kulit penisnya yang kekar, dengan gerakan yang sangat cepat aku mengulum penis pak Rojak dan pada sampai akhirnya pak Rojak mengerang bertanda dia sudah tak tahan lagi dengan bergegaas aku menarik mulutku dari penisnya, tanpa bisa menghindar sperma pak Rojak membasahi wajahku yang putih mulus tanpa noda sedikitpun,

“Uuhhkk… hmm….” Katanya yang masih sempat menamparkan penisnya ke wajahku, tetapi sedikitpun aku tidak berniat untuk menghidar dari tamparan penisnya,

“ternyata Ibu wanita yang baik, buktinya Ibu bisa memuaskan saya dengan hanya menggunakan mulut, luar biasa… semestinya Ibu bangga…” katanya panjang lebar, sambil membelai rambutku yang hitam,

“Sudahla pak saya tidak butuh pujian….” Kataku yang menyesali perkataan pak Rojak, selama ini aku selalu berharap suamiku la yang memujiku, tetapi ternyata sekarang malahan pak Rojak yang memujiku,

“Ya… ya… saya tau, kamu hanya membutuhkan kontol saya, hhmm… dasar wanita murahan…” mendengar perkataanya hati semakin terasa sakit, belum sempat aku menjawab pak Rojak telah menarik tubuhku di atas kasur,

“Pak, jangan… “ kataku sambil berusaha merapatkan ke dua kakiku, tetapi pak Rojak tidak tinggal diam dengan sangat kasar pak Rojak menarik kedua kakiku sehingga berposisi mengangkang, tanpa berkata lagi pak Rojak menempelkan penisnya di depan bibir vaginaku,

“oohhkk… saya heran kenapa memekmu masih saja sempit…” dengan sangat keras pak Rojak menghentakan penisnnya ke dalam vaginaku sehingga teraasa sakit,

“eehkknngg…. Pak sakit…aauuu… perih pak… pelan-pelan,” pintaku sambil mengangkangkan kedua kakiku agar tidak terlalu sakit, dengan tempo yang sangat pelan pak Rojak menggenjot vagianku,

“kalau sekarang gi mana Bu masih sakit…” katanya yang terus memompa vaginaku, payudaraku yang bebas bergoyang turun naik mengikuti irama…

“Me…mendingan pak… eehhkk… hhhmm… pak.. aauu….” Jawabku di sela-sela nafas yang memburu, melihat kedua payudaraku menganggur pak Rojak langsung melumat habis putting susuku dengan bibirnya yang tebal,

“aauu… pak… penisnya aahhkk…” kataku manja saat pak Rojak denggan sengaja menghantamkan penisnya dengan keras ke dalam vaginaku

Melihat reaksi tubuhku pak Rojak semakin bersemangat memompa vaginaku, setelah beberapa menit aku kembali mengerang saat orgasme melanda tubuhku. Pak Rojak yang merasa belum puas, membalik tubuhku berposisi aku di atas dan pak Rojak di bawah, kini giliran aku yang mengontrol tempo permainan dengan sangat cepat aku menggerakan pinggulku ke kiri dan ke kanan, ke atas dan ke bawa,

“ouu.. pak aku sudah mau sampai eehhmm….” Gerakanku semakin cepat bertanda aku sudah mau keluar,

“bareng Bu… bareng…” katanya sambil ikut menggerakan penisnya di dalam vaginaku, dalam hitungan detik vaginaku terasa panas karena cairan cintaku bertabrakan dengan sperma pak Rojak yang kental,

Tubuhku tergeletak tak berdaya di atas kasur, sempat terlihat bayangan pak Rojak yang keluar dari dalam kamarku. Sungguh gila ketika kurengungkan semuanya, istri macam apa aku ini? aku menikmati diperkosa para pembantuku dan juga berselingkuh dengan mantan kekasihku dulu. Apakah aku harus mengaku pada suamiku atau terus menyimpan semuanya sehingga menjadi bebanku. Aku letih, aku belum mau memikirkan lebih jauh lagi. Kupejamkan mataku berharap semua yang telah terjadi pada hari ini dapat terlupakan saat matahari kembali terlihat


Tidak ada komentar:

Posting Komentar