Minggu, 09 Maret 2014

Nia, Petualanganku Dengan kekasih Gelapku


Nia

Namaku Nia, umurku 20 tahun . Aku seorang mahasiswi dan telah semester 6. Secara fisik aku cukup menarik, dengan wajah yang cantik dan ukuran tubuh yang ideal. Tinggi 165, berat 50 kg dan ukuran Bra 36B.Saat ini aku sedang menjalin hubungan dengan cowok yang juga satu kampus denganku, Randi namanya. Tapi yang akan ku ceritakan bukanlah bagaimana hubunganku dengan Randi, tapi pria lain yang datang mengisi hariku. Yang membuat aku mengkhianati cintaku pada Randi. 

Beberapa bulan yang lalu..

Hari itu sangat panas, matakuliah yang berat ini akhirnya selesai juga. Aku ingin segera kembali dan menenangkan pikiranku. Sedikit mencari hiburan dengan menonton DVD rental yang belum sempat aku tonton. Segera ku berjalan ke arah halte depan kampus sendirian. Biasanya aku tidak pulang sendiri, tapi diboncengi pacarku Randi. Tapi hari ini dia ada kuliah tambahan yang lain sehingga mau tidak mau aku terpaksa pulang sendiri naik bis. 

“tutut.. tutut..” sebuah pesan pendek masuk ke handphoneku saat menunggu bis di halte. Ku lihat siapa yang mengirim, aku berharap dari Randi, berharap kalau dia bisa mengantarku. Tapi ternyata itu dari nomor yang tidak ku kenal.

“Hai Nia, sendirian aja?” isi sms itu. Sontak ku kaget isi sms itu. Dia tahu aku sendiri berarti dia ada di sekelilingku. Ku sapukan padanganku di sekeliling, berharap mengetahui siapa orang itu. Tapi keadaan halte yang cukup ramai membuatku tidak bisa menebak orangnya. Dari anak muda sampai orang tua ada di sana. Aku hanya berharap dia bukanlah seorang stalker yang punya maksud jahat kepadaku. Tidak ku acuhkan sms itu dan memasukkannya kembali ke dalam tas.

Esoknya nomor itu kembali mengirim pesan padaku, tepat saat aku sedang ada kelas dan dosenku sedang mengajar.

“Hai Nia, udah makan? Jangan telat yah makannya, ntar kamu sakit.” Kali ini aku penasaran dan mengirim balik pesan padanya.

“Ini siapa?” balasku singkat. Lama ku tunggu ternyata tidak juga ada balasannya. Sempat terpikir kalau ini dari seorang pengagum rahasiaku, membuat aku tersenyum-senyum sendiri. Ternyata benar, beberapa saat kemudian sms darinya masuk.

“Aku penggemarmu, aku suka kamu” isi pesan pendeknya. Membuat aku tersenyum dan hampir tertawa membaca smsnya. To the point amat dianya.

“Niaaa!! Kenapa kamu senyum-senyum gitu?” suara berat itu mengagetkanku.

“Kalau tidak memperhatikan lebih baik kamu keluar saja.” Duh, aku kena sembur dosenku. Sungguh malu rasanya. Sial, gara-gara sms ini.

“Maaf, pak..” kataku mohon ampun pada pak Surya. Untung saja aku masih diperbolehkan mengikuti kelasnya.

Setelah itu, orang misterius ini semakin sering saja mengirim sms padaku. Aku juga mulai membalas tiap smsnya walau hanya sekedarnya. Sampai saat ini aku belum memberi tahu Randi masalah ini. Karena ku menganggap wajar saja kalau ada cowok disana yang mengagumiku. Makin lama aku makin penasaran siapa orang ini. Sebelumnya dia tidak pernah memberi tahuku siapa dia. Setelah aku desak barulah dia mau mengatakannya. Namanya Tio, mahasiswa jurusan teknik mesin yang satu angkatan juga denganku. Teknik mesin? Berarti itu jurusan yang sama dengan pacarku Randi. Apakah dia tahu aku dan Randi memiliki hubungan? Aku masih belum tahu itu. Dan aku juga tidak berminat mencari tahunya saat ini.

Tiap hari, baik pagi maupun sore dia selalu menanyai kabarku. Bahkan sepertinya dia lebih perhatian dari pada pacarku sendiri. Aku juga mulai tertarik mengikuti obrolannya, selera humornya yang tinggi membuat aku tersenyum dan tertawa sendiri saat membacanya. Kami mulai makin mengenal satu sama lain, tapi lebih banyak dia yang tanya-tanya tentang diriku. Yah, tetap ku balas juga walau sekedarnya. Makin lama aku semakin nyaman saja ber-sms dengannya. Ngobrol dan curhat ini itu, tentang apa yang aku dan dia alami hari ini. Membuat aku jadi punya sedikit perasaan padanya. Tapi aku tidak mau seperti malah memberinya harapan, karena aku sudah punya Randi, pacarku.

Mengenai Randi pacarku, dia sebenarnya merupakan anak dari teman ayahku. Ayahku dan Pak Brata, ayahnya Randi, merupakan rekan bisnis. Mereka juga sudah berteman sejak lama. Hingga akhirnya mereka menjodohkan kami. Awalnya memang aku sedikit keberatan, tapi sikap Randi yang baik dan perhatian membuatku luluh juga, lagian saat itu aku sedang jomblo. Dia juga cukup ganteng, terlebih dia akan mewarisi perusahaan ayahnya kelak yang membuat dia cukup punya modal untuk berumah tangga. Orang tua kami merencanakan untuk segera menikahkan kami setelah kami lulus, karena memang tidak perlu menunggu apa-apa lagi. Randi sudah siap menggantikan pekerjaan ayahnya sedangkan aku lebih baik menjadi istri yang baik saja di rumah, tidak perlu berkarir segala kata mereka.

Ada perasaan tidak enak juga sebenarnya meladeni sms dari Tio ini. Aku takut ketahuan oleh Randi yang bisa membuatnya cemburu. Randi memang bukanlah tipe cowok yang posesif terhadapku, tapi aku tidak mau juga berhubungan dengan pria lain terlalu akrab sementara aku sudah dijodohkan.

“Aku tahu, kalau kamu sudah punya pacar” isi smsnya, membalas smsku sebelumnya yang mengatakan kalau aku sudah punya pacar, bahkan telah dijodohkan.

“Aku mau bertemu denganmu, aku ingin mengatakan sesuatu. Aku tunggu besok di halte tempat pertama kali aku meng-sms kamu” balasnya lagi. Aku cukup terkejut karenanya. Aku tidak mengira akhirnya dia mengajakku ketemuan. Tidak segera ku balas smsnya. Aku masih ragu apakah aku harus menemuinya atau tidak. 

Esoknya setelah selesai kuliah, akhirnya aku beranikan juga untuk mengetahui rupa Tio ini. Hari ini sungguh gelap dan sepertinya akan turun hujan, sepertinya angin yang kencang merubah haluan hatiku untuk mau bertemu dengannya. Entah kenapa aku jadi berdebar begini, bukan berdebar karena takut fisiknya tidak sesuai dengan dugaanku. Tapi berdebar karena aku akan menemui seorang yang selama ini bisa membuat ku terhibur walau hanya dengan kata-kata sebuah pesan pendek. Seseorang di sana, di halte tersebut berdiri sendiri. Itu kah Tio? Hatiku makin berdebar tidak karuan. Segera ku temui pria itu.

“Hai,” sapanya padaku.

“Hai juga, Tio ya?” tanyaku pada pria ini.

“Iya, siapa lagi coba.. haha” katanya sambil tertawa, membuatku jadi ikut tertawa. Ternyata wajahnya cukup lumayan, tidak terlalu jauh dari yang ku bayangkan. Tubuhnya cukup tinggi dan tegap, cukup ideal untuk jadi idaman para cewek. Hujan akhirnya turun dengan derasnya seperti mengurung kami berdua di sini. Sesaat kami hanya terdiam tanpa bicara sedikitpun. Karena kalau ingin bicarapun sepertinya suara kami akan teredam derasnya suara hujan ini.

“Tio.. hujan nih…” teriakku dalam derasnya suara hujan.

“Iya hujan, jangan ngadu ke aku. Aku bukan pawang hujan” balasnya bercanda sambil berteriak. Aku tertawa mendengar candaannya itu. Ternyata tidak hanya di sms saja dia bisa membuatku tertawa, di kenyataanpun demikian. 

“Katanya kamu mau ngomong sesuatu, mau ngomong apa?” tanyaku padanya. Dia tampaknya ingin ngomong sesuatu, tapi dia sepertinya masih menahannya.

“Ngomong apaan??” desakku akhirnya.

“Nia.. aku mau kamu jadi milkku.. aku suka kamu, aku cinta kamu.” Katanya terang-terangan. Suara hujan yang deras tidak dapat menyamarkan pernyataannya itu. Aku terkejut mendengarnya. Padahal dia tahukan kalau aku sudah ada yang punya, tapi kenapa?

“Maaf Nia, aku tidak kuasa menahannya. Aku begitu suka kamu, aku cinta kamu” katanya lagi.

“Tapi kamu tahu kan aku sudah ada yang punya?” tanyaku padanya.

“Aku juga,”

“Aku juga sudah ada yang punya, tapi aku tak memungkiri aku juga menyukaimu” jawabnya. Sebuah jawaban yang makin membuatku terkejut. Dia ternyata juga sudah punya pacar. Tapi kenapa? Apa dia mau mengkhianati pacarnya demi aku?

“Kamu mau kan Nia, jadi milikku?” tanyanya sambil menggenggam tanganku. Tidak ku pungkiri dia memang berhasil membuatku sedikit demi sedikit mempunyai perasaan terhadapnya. Itu semua karena perhatiannya yang begitu besar terhadapku, walau hanya dari sms.

“Gak,” kataku menepis tangannya.

“Mana mungkin Tio, aku sudah ada yang punya, kamu juga. Mana mungkin kamu bisa seenaknya mengkhianati pacarmu” tolakku keras padanya. Aku risih dengan keadaan ini, ku putuskan meninggalkannya di halte itu. Tidak ku pedulikan hujan yang turun dengan derasnya. Ku biarkan pakaianku menjadi basah kuyub. Aku berharap dia tidak mengejarku.

Setelah hari itu, dia masih saja mengirim sms padaku walau tidak pernah ku balas lagi. Beberapa kali dia berusaha menemuiku saat aku sedang sendiri, tapi aku berusaha tidak terlalu mengacuhkannya. Hari demi hari berlalu, entah kenapa sosoknya selalu hadir dalam kepalaku. Mungkinkah aku juga punya rasa terhadapnya? Sialan kamu Tio, sialan. Kau membuatku menjadi begini. Kau membuatku menyukaimu. Padahal kamu tahu aku sudah ada yang punya. Kenapa Tio?

Ku ambil handphoneku yang terletak di sisiku, lalu mengetik sebuah pesan pendek.

“Temui aku di tempat kemarin, aku ingin tahu seberapa besar nyalimu” isi smsku padanya.

“Tentu, kau akan lihat seberapa besar cintaku” balasnya tidak lama kemudian.

Esoknya aku menuju tempat yang kami janjikan. Dia lagi-lagi sudah menunggu di sana. Lagi, dengan dada berdebar ku temui dirinya. Hari ini aku ingin memperjelas tentang hubungan kami.

“Udah lama?” tanyaku padanya.

“Gak juga” 

“Tio, kamu yakin dengan apa yang kamu sampaikan padaku waktu itu?” tanyaku padanya, yang tentunya maksudku adalah kata-katanya bahwa dia menyukaiku, mencintaiku.

“Tentu, apa kamu ragu?” tanyanya. Bukan masalah apakah dia benar-benar mencintaiku apa tidak, aku sudah yakin itu. Tapi apa kami harus mengkhianati pasangan kami masing-masing. Tidak ku pungkiri kalau aku juga sudah jatuh hati padanya. Bahkan bersamanya jauh terasa nyaman dibandingkan dengan Randi pacarku sendiri. 

“Terus, apa yang bisa kamu berikan untuk meyakinkanku?” tanyaku padanya. Sebenarnya aku hanya ingin mengujinya saja, aku ingin tahu apa yang akan dia jawab.

“Lautan, bahkan gunung kalau perlu.. hehe” jawabnya bercanda. Ternyata dia malah bercanda. Aku tidak tahu bercandaannya itu karena dia tidak tahu jawaban, ingin menggombal atau ingin membuatku tertawa, yang jelas itu tidak lucu.

“Jangan sok romantis deh..” kataku dengan wajah sebal. Sesaat kemudian wajahnya mendadak menjadi serius, dengan melihat ke arah jalanan yang cukup ramai dia mulai bicara.

“Ya, aku mencintaimu Nia, memang aku tidak tahu apa yang bisa aku berikan. Aku bukan orang yang bisa menjanjikan apa-apa. Tapi percayalah, aku sungguh mencintaimu. Aku tidak kuasa membendung perasaan ini,” katanya. Kata-katanya membuat aku terdiam, dia menjadi sangat serius dengan jawaban yang keluar dari mulutnya.

“Ini terakhir kali aku akan menanyakannya, apa kamu mau jadi milikku?” pertanyaan itu lagi. Sebuah pertanyaan yang terasa sangat berat untuk ku jawab. Aku memang menyukaimu Tio, tapi aku sudah punya pacar, kamu juga sudah ada yang punya. Aku menyukai Randi, kini aku menyukai kalian berdua. Tapi aku tidak ingin membohongi hatiku lagi, bahwa aku juga suka dia. Aku anggukkan kepalaku sambil tersenyum padanya.

Akhirnya ku jawab pertanyaannya, ku terima dirinya, menjadikannya sebagai kekasih gelapku. Menjadikan aku sebagai kekasih gelapnya. Hubungan yang tidak boleh diketahui siapapun, terlebih oleh pasangan kami.


**


Part 2 Kekasih gelap

Kami akhirnya menjadi sepasang kekasih sejak saat itu. Kami melalui hari-hari indah secara sembunyi-sembunyi. Berusaha serapi mungkin agar hubungan kami tidak diketahui pacar kami masing-masing. Biasanya kami bertemu saat kami pulang kuliah, janjian di suatu tempat dan jam tertentu. Berusaha mencari alasan agar sesaat menghindari pacar kami. Memang situasi ini tidak akan bisa bertahan selamanya. Suatu saat kami harus mengakhirinya juga, apakah itu kami akan memproklamatorkan kebersamaan kami membuat semua orang tau atau kami harus berpisah dan kembali ke pasangan kami masing-masing, kedua pilihan tersebut sama-sama memerlukan pengorbanan yang besar. Tapi setidaknya kini aku tidak harus membohongi perasaanku padanya. Sebuah perasaan ingin menyerahkan segalanya untuknya, fisik dan hatiku.

Malam minggu itu aku dan dirinya berduaan di sebuah kamar hotel. Ya.. aku akhirnya akan menyerahkan kewanitaanku juga padanya. Memang ini bukan akan jadi yang pertama bagiku, aku pernah melakukannya dengan Randi sebelumnya. Dialah yang jadi pertama merasakan kenikmatan itu. Toh, menurutku dia juga akan menjadi suamiku kelak karena kami sudah dijodohkan. Tapi kini, aku bersama pria lain, pria lain yang juga aku cintai segenap hatiku.

“Kamu yakin Nia?” tanya Tio padaku. Aku hanya membalasnya dengan senyumanku. Meyakinkannya bahwa aku juga benar-benar mencintainya. Bersedia menyerahkan segalanya untuknya. Dadaku berdebar dengan kencangnya saat itu. Mengetahui bahwa sebentar lagi aku akan menyerahkan kewanitaanku padanya. Ku dorong tubuhnya ke ranjang hingga dia jatuh terlentang di atasnya. Aku yang masih berdiri perlahan membuka pakaian yang aku kenakan. Ku buka kancing kemejaku satu per satu sambil menatap ke arahnya. Mencoba membangkitkan gairahnya dengan tingkahku. Akhirnya kancing bajuku terbuka seluruhnya, memperlihatkan belahan dadaku yang masih tertutup bra warna hitam yang terlihat sangat kontras dengan kulit payudaraku yang putih. Aku juga membuka ikat rambutku, membiarkannya terurai. Membuat aku makin terlihat seksi di matanya.

“Kamu cantik Nia..” katanya sambil tersenyum melihatku.

“Cuma untuk kamu sayang..” jawabku menggodanya sambil mengedipkan mataku. Aku kemudian melanjutkan membuka celana jeans panjangku. Juga ku turunkan perlahan, yang sedikit demi sedikit memperlihatkan celana dalamku yang juga berwarna hitam. 

“Suka?” godaku padanya. Memang dalam urusan seks aku lebih suka membuat pasanganku terangsang dengan godaanku. Aku juga tidak malu-malu mengekspresikan yang ku rasakan. 

“Suka sayang.. duh, makin gak tahan nih..” 

“Yee.. tahan dong.. hihi” aku yang masih memakai dalaman dan kemeja yang masih menggantung di badanku naik ke atas badannya yang terbaring di ranjang. Lalu dengan mesra ku berbisik di telinganya.

“Aku milikmu yang.. mau diapaain aja malam ini aku pasrah” desahku. Mendengar kata-kataku barusan akhirnya membuat birahinya bangkit. Dia balikkan tubuhku dan menindihku. Kini aku yang berada di bawahnya. Dia lancarkan ciuman bertubi-tubi di wajahku, mulut dan leherku. Aku terima permainan lidahnya di mulutku. Liur kami bercampur dan lidah kami saling membelit dan menari disana.

Dia kemudian bangkit dan melepaskan ciumannya, dia yang sepertinya sudah birahi tinggi dengan terburu-buru membuka pakaiannya.

“Hihi.. sabar dong.. udah gak tahan ya? Huu..” kataku sambil mencubit pahanya. Dia tidak menjawab kata-kataku. Tidak lama kemudian dia sudah bertelanjang di hadapanku, dengan penis yang berdiri tegak siap mereguh kenikmatan dariku. Dia kembali menindih diriku, menciumiku lagi sambil tangannya kini mulai berusaha melepaskan pakaian yang masih tersisa di tubuhku. Kamipun sama-sama telanjang polos tidak lama kemudian. Dadaku berdebar, nafasku berat, sepertinya dia juga demikian. 

“Bentar yang..” aku kemudian bangkit dan membaringkan tubuhnya. Walau penasaran apa yang akan ku lakukan namun dia menurutiku. Aku genggam penisnya dan mulai ku kocok dengan lembut.

“Oughh.. nngghh.. enak say” erangnya kenikmatan.

“Enak ya??” aku kemudian mulai menjilati penisnya, memberi kenikmatan pada penisnya dengan sapuan lidahku pada batang penisnya. Dari buah zakarnya hingga kepala penisnya. Aku lalu memasukkan penisnya ke dalam mulutku. Mengocok penisnya dengan lembut di dalam mulutku. Terlihat ekspresi kenikmatan yang semakin menjadi-jadi darinya. Aku lepaskan penisnya, aku tidak ingin dia keluar sekarang.

Aku sudah benar-benar tidak tahan sekarang. Kini aku mengambil posisi mengangkang di atas penisnya. Ku turunkan tubuhku hingga perlahan penisnya masuk seutuhnya ke dalam vaginaku. Ku goyangkan tubuhku perlahan di atas penisnya. Sambil menikmati goyanganku tangannya mulai meraba-raba tubuhku. Paha, pinggul dan buah dadaku menjadi santapan liar tangannya. 

Semakin lama goyanganku semakin cepat, remasan tangannya juga semakin liar dan kuat. Ku turunkan tubuhku hingga payudaraku menempel ke dadanya yang bidang. Sensasi itu sepertinya akan datang, vaginaku terasa semakin berdenyut karenanya.

“Sayang aku mau sampai..” erangku padanya.

“Barengan sayang.. ougghh” dia juga akan sampai sepertinya. Tanganku memeluk erat lehernya, sedangkan kakiku bersilang mengunci kakinya. Aku seperti tidak ingin melepaskan tubuhnya dari tubuhku. Menekan penisnya sedalam mungkin ke dalam vaginaku hingga mentok.

“Oughh… aaaaahhhhhh…” kami sama-sama mencapai klimaks.

“Croot… crooott” akhirnya spermanya muntah dengan banyaknya di dalam vaginaku, bersamaan dengan aku yang juga meraih klimaks. Terasa sangat penuh dan hangat di dalam sana, rahimku terasa sangat banjir oleh spermanya. Aku masih membiarkan posisi kami seperti ini, menikmati sisa-sisa orgasme kami. Membiarkan penisnya tetap tertancap di vaginaku menahan spermanya agar tidak keluar tumpah dari vaginaku. 

“Aku cinta kamu sayang.. aku tidak ingin kehilanganmu, aku takut kehilanganmu.” Bisiknya lirih.

“Aku juga” balasku sambil mengecup keningnya. Kami masih membiarkan posisi kami seperti ini untuk beberapa saat. Menikmati saat-saat intim berdua. Melupakan bahwa di luar sana kami mempunyai pasangan. Kini kami malah saling membagi kenikmatan berdua, mengkhianati pasangan kami.

Penisnya lama-kelamaan terasa menegang kembali di dalam vaginaku. Aku tolehkan kepalaku manatap dirinya.

“Yang, udah tegang lagi tuh.. mengganjal nih, mesum sih kamunya” Kataku tersenyum padanya.

“Kamu sih, siapa juga yang bisa nahan, hehe.. mau dilanjutin lagi?” tanyanya.

“Mau dong.. rugi kalau nggak.. hihihi” kataku nakal. Dia baringkan tubuhku sehingga kini aku kembali di bawahnya. Dengan penis yang masih tertanam di vaginaku, dia kecup dan jilati putting payudaraku. Menikmati kemulusan kulit payudaraku dengan lidahnya. Aku hanya mengerang geli karena perlakuannya itu sambil meremas kepala dan punggungnya.

“Duh.. geli yang.. udah ah..” 

“Tahan dong, lagi enak nih..” katanya sambil meneruskan menikmati payudaraku.

“Dasar kamunya.. mesum, hihi..” kataku sambil tertawa. Puas menikmati payudaraku, dia kemudian mulai menggoyangkan pinggulnya sambil kami berciuman. Erangan kami teredam karena ciuman panas kami. Kami terus memacu birahi kami hingga akhirnya aku tidak tahan lagi. Ku jepit kakiku melingkari pinggangnya.

“Ouggh.. nggghhhhh…….” Aku orgasme, tapi kali ini aku orgasme sendirian. 

“Maaf yah yang, aku sampai sendirian..” kataku dengan nafas masih terengah.

“Sayang belum keluar? Mau coba gaya lain?” tanyaku dengan senyum menggoda.

“Hmm.. boleh tuh.” Dia lalu melepaskan penisnya yang masih tegang itu. Atas inisiatifku sendiri, aku mengambil posisi menungging membelakanginya. 

“Ayuk.. katanya udah gak tahan..” godaku lagi. Sebenarnya aku sudah sangat letih sekali. Tapi dianya belum keluar, aku ingin membuatnya merasa puas juga. Dengan tersenyum dia mengambil posisi di belakangku. Mengarahkan penisnya ke vaginaku dari belakang. Kini kami bersetubuh dengan posisi doggy. Penisnya keluar-masuk mengorek vaginaku. Terdengar suara hentakan selangkangannya yang beradu dengan kulit pantatku. Kadang sambil mengayunkan penisnya, tangannya meremas buah dadaku dari belakang.

Setelah cukup lama, penisnya terasa mulai berdenyut. Erangannya pun juga makin menjadi-jadi, sepertinya dia akan segera ejakulasi.

“Mau sampai yang..” erangnya.

“Tahan yang, barengan.. ngghhhh” kataku yang juga akan segera sampai.

“Ougghhh.. yang, a..aaaku sampaaaaaaaai… ngggmmmmhhh.. “ erangku kenikmatan. 

“Crooot.. crooot” penisnya kembali menumpahkan spermanya ke dalam vaginaku. Aku juga mengalami klimaks bersamaan dengannya. Tubuhku benar-benar terasa remuk sekarang. Langsung ku hempaskan badanku ke ranjang dengan nafas terengah-engah. Dia juga menjatuhkan tubuhnya ke sampingku

“Hoshh.. hossh..” hanya suara nafas kami yang terdengar. Aku menatap ke arahnya. Kami sama-sama saling pandang dan tersenyum, lalu akhirnya tertawa bersama kemudian.

Kamipun akhirnya sama-sama tertidur masih dalam keadaan telanjang malam itu. Malam ini aku telah menjadi miliknya, menyerahkan segalanya untuknya. Malam ini aku juga mengkhianati Randi pacarku, berhubungan dengan pria lain yang tidak lain adalah teman pacarku sendiri.

Paginya aku terjaga dengan tubuh yang tertutup selimut putih. Tidak ku temukan Tio disisiku. Sempat ku berfikir dia meninggalkanku begitu saja di sini. Tapi aku mendengar suara gemericik air dari kamar mandi. Aku lega dugaanku salah, lagian kenapa aku harus berperasangka buruk seperti itu. Dia pernah mengatakan kalau dia tidak akan meninggalkanku bukan?

Dengan masih bertelanjang aku turun dari ranjang dan menemuinya yang sedang mandi. Ku buka pintu yang tidak terkunci itu.

“Ye.. enak ya mandi gak ngajak-ngajak?” kataku saat melihatnya sedang asik menyabuni badannya.

“Eh, udah bangun yang? Sorry deh, gak tega bangunin kamu. Enak betul sih kamu tidurnya, capek ya?” tanyanya menggodaku.

“Huuu.. emang siapa yang bikin aku capek semalam? dasar” kataku, mendengar itu dia hanya tertawa saja.

“Jadi, mau ikut mandi gak nih? Tapi ntar capek lagi loh.. hehe” tanyanya.

“Hmm.. okeh deh, siapa takut” kataku menantang dan masuk ke dalam kamar mandi. Aku ambil selang shower darinya dengan gaya centil dan mulai membasahi tubuhku. Matanya tidak berhenti menatapku yang kini basah-basahan di hadapannya, butiran-butiran air yang melekat ditubuhku makin membuat kesan seksi padaku.

“Liat apaan? Gak puas apa semalam..? hihi” godaku padanya sambil terus membasuh tubuhku. Dia yang tadi sedang menyabuni badannya juga menghentikan aktifitasnya. Sepertinya dia jadi tidak konsentrasi mandi.

“Sini deh aku sabunin..” tawarku, mengambil sabun dari tangannya lalu membuat busa di tanganku. Kemudian perlahan ku sabuni badannya ke bagian-bagian yang belum sempat dia sabuni, tepatnya bagian bawah tubuhnya termasuk penisnya. Akupun bersimpuh di hadapannya dan mulai menyabuni kakinya terlebih dahulu. Terang saja keadaan itu membuat penisnya kembali tegang, melihat cewek cantik bertelanjang di bawahnya menyabuni dirinya, tapi ku biarkan saja sambil tersenyum dalam hati. Setelah seluruh kakinya ku sabuni kini aku mulai menyabuni daerah selangkangannya, bagian yang tentunya dinanti-nantikan olehnya. Ku sabuni batang penisnya, buah zakarnya hingga bagian pantatnya. Membuat dirinya makin belingsatan kenikmatan karena elusan dan kocokan tanganku pada batang penisnya.

“Udah tuh.” Kataku padanya setelah seluruh selangkangannya aku sabuni.

“Duh, cepat amat sabuninnya.. hehe” 

“Hah? Terus? Mau apa?” godaku.

“Gantian deh, sini aku yang sabunin” usulnya mengambil sabun itu dariku. Kini dia yang menyabuniku, seluruh tubuhku tidak luput dari gosokan tangannya. Dari pada menggosok, lebih tepatnya dia mengelus-ngelus tubuhku. Dia bahkan berlama-lama bermain di sekitar buah dada maupun selangkanganku. Meremas buah dadaku dengan lembut dengan sesekali kasar. Memberiku sebuah sensasi kenikmatan. Perlakuannya terhadapku membuat birahiku bangkit kembali, vaginaku terasa sudah becek sekarang. Aku ingin dia lagi, aku ingin penisnya lagi di tubuhku.

Dia yang sepertinya mengerti apa yang ku pikirkan memasukkan jarinya ke vaginaku. Memainkan jarinya di sana seperti mengorek-ngorek vaginaku. Betul-betul nikmat permainan jarinya.

“Ngghh… yang, enak.. terusin, jangan berhenti” erangku. Mendengar hal tersebut dia jadi makin semangat mengaduk vaginaku dengan jarinya. Vaginaku makin basah dibuatnya, permainan jarinya saja sudah sangat nikmat bagiku. Tidak lama aku yang tidak tahan akhirnya mencapai klimaksku.

“Oughh.. nghhmmmm” Aku sampai, sangat nikmat sekali.

“Tuh kan.. keluar sendiri..” katanya menggodaku.

“Kamu sih, dimainin kaya gitu mana bisa tahan lama,” kataku membela diri.

“Ya udah, masukin deh kalau kamu emang gak tahan.. hihi” tawarku padanya. Tidak perlu disuruh dua kali dia segera memutar badanku dan menempelkan tubuhku ke dinding. Dia masuki penisnya dari belakang dengan posisi kami berdiri seperti ini. Akhirnya kami bersetubuh lagi pagi itu hingga dia tumpahkan kembali spermanya dalam vaginaku.

“Sayang, aku keluar di dalam terus itu dari kemarin. Apa gak papa? Ntar kamu bisa hamil kan?” tanyanya agak khawatir. Kami saat itu sedang bersantai di atas ranjang, dengan aku berada dalam pelukannya dan masih dengan sama-sama telanjang bulat.

“Emang kalau hamil gimana? Kamu gak mau punya anak dariku?” godaku bercanda. 

“Eh, bu-bukan gitu.. tapi kan..”

“Iya-iya, gak usah panik gitu dong kamunya, tenang aja deh.. aku udah minum obat anti hamil kok.. udah tenang kan kamunya?” kataku menjawab kegusarannya.

“Oh.. gitu, sorry yah, bukan maksudku..”

“Ssst…” ku tempelkan telunjukku di bibirnya menghentikan omongannya.

“Iya, aku tahu kok. Kita cuma diam-diam ngelakuin ini, apa kata orang kalau aku sampai hamil karena kamu. Bisa jadi masalah besar nanti.” Kataku.

Sepertinya kami sempat terlupa bahwa status kami yang hanya menjalin hubungan diam-diam ini. Sebuah status yang tidak boleh orang lain tahu. Apalagi kalau aku sampai hamil olehnya. 

“Tapi kamu jahat yah.. kenapa sih kamu gak hadir dari dulu. Kenapa malah hadir sekarang sih? Kemana aja kamu selama ini?” tanyaku kini menatap padanya. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya tidak ingin ku tanyakan. Sebuah pertanyaan yang tentunya tidak bisa dijawabnya. Aku hanya menyayangkan kenapa ini harus terjadi. Kenapa kami harus mengkhianati pasangan kami oleh perasaan kami sekarang.

“Maaf.. sayang maaf, seharusnya aku datang dari dulu” katanya memeluk erat tubuhku. Sebuah pelukan hangat yang membuat aku nyaman berada di sisinya. Aku sungguh tidak ingin dia pergi dari sisiku. Tapi aku sadar tidak mungkin ini bisa bertahan lama, sebuah kenyataan yang membuat hatiku perih. Seharusnya Tio tidak pernah hadir dalam kehidupanku, atau seharusnya aku tidak pernah di jodohkan dengan Randi. Tapi aku tidak kuasa menahan arus takdir. Semoga ada jawaban di ujung jalan yang kami lalui ini nantinya. Ku harap waktu akan memberi kami jalan keluar.


**


Part 3 Keraguan

Aku akhirnya tahu awal mula Tio mengenalku. Ketika itu saat pesta ulang tahun Randi. Dia yang memang temannya Randi tentu saja hadir dalam pesta ulang tahun Randi. Saat itu dia melihat seorang wanita cantik yang langsung memikat hatinya, wanita yang tampil cantik dengan gaun pesta yang anggun. Dengan hiasan rambut kupu-kupu yang melekat di rambut ikalnya. Membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama, ya itulah aku. Tapi sebuah kenyataan bahwa ternyata aku adalah pacar temannya membuat hatinya perih. 

“Terus apa yang kamu lakukan setelah itu?” tanyaku pada Tio karena penasaran akan ceritanya ini.

“Ya, terpaksa cuma bisa ku pendam. Memang perih sih rasanya, aku marah kenapa itu harus Randi, sahabatku. Tapi ternyata aku tidak bisa memendamnya lebih lama lagi. Entah kenapa aku makin tertarik padamu saat aku hanya bisa memperhatikanmu dari jauh walau ku tahu kamu pacarnya Randi, sahabatku.” Jawabnya. Kini aku baru ingat, bahwa aku ternyata pernah beberapa kali melihat wajah Tio sebelumnya saat aku bertemu Randi.

“Aku mencoba mencari tahu tentang dirimu, hingga akhirnya aku mengirimimu sms tempo hari” sambungnya lagi. Penjelasannya ini juga ikut membuat hatiku tidak karuan. Ya, kenapa harus Tio, sahabat pacarku? Kenapa dia datang dan menggodaku untuk mengkhianati Randi? Kenapa aku mau menerima cintanya?

Hari hari terus berlalu. Kami terus menjalani suatu hubungan backstreet tanpa seorangpun yang mengetahuinya. Aku dan Randi akhirnya melangsungkan pertunangan. Kini di jari manisku telah tersemat cincin pertunanganku dengan Randi, sebuah simbol ikatan bahwa kami akan terus bersama. Tapi kini apa yang aku lakukan? Aku masih tetap bersama Tio. Masih tetap sembunyi-sembunyi mencari waktu agar dapat berdua. Aku bahkan sampai mengabaikan keberadaan Randi yang kini telah jadi tunanganku. Entah kenapa hatiku perlahan hampir seutuhnya milik Tio. Bahkan saat Randi mengajakku bercinta, aku tidak lagi merasakan gairah apapun. Sungguh berbeda jika saat aku bersama Tio.

“Yang.. yuk sini ke rumahku, lagi sepi gak ada orang” kataku di telpon pada Tio.

“Yakin aman yang? Gak apa-apa nih?” tanyanya ragu.

“Iya, orang rumah lagi keluar kota ada urusan, datang aja.. gak papa”

“Ya udah, ntar lagi aku ke sana”

“Lah, kok ntar sih, sekarang aja napa? Waktu kita gak banyak nih”kataku. Waktu kami untuk berdua selama ini memang tidaklah banyak, kamipun juga harus pandai-pandai mencuri waktu dan kesempatan untuk dapat berdua. Kerena itu aku sungguh tidak ingin waktu yang bisa aku lalui bersama dengannya berlalu begitu saja, seperti saat ini.

“Iya deh, aku ke sana sekarang.. tungguin yah.”

“Cepetan beb.” kataku seperti orang gak sabaran.

Tidak lama akhirnya dia sampai ke rumahku, aku menyambutnya dengan mengenakan kaos putih longgar dan celana biru pendek yang juga longgar. Jadi kalau dia gak sabaran, dia bisa main tarik aja.

“Duh.. cantik benar kamunya?” komentarnya melihatku.

“Kan spesial untuk kamu.. udah sini masuk” kataku menarik tangannya masuk ke rumahku. Aku langsung mengajaknya naik ke kamarku. Tindakanku ini sebenarnya sungguh berani. Sebelumnya aku bahkan tidak pernah mengajak Randi ke kamarku. Kini aku malah membawa pria lain, kekasih gelapku, yang mungkin aku juga akan bercinta dengannya di kamarku, di atas ranjang yang biasanya hanya aku sendiri yang memakainya. Jika orang tuaku melihat ku sekarang seperti ini tentunya akan membuatnya marah besar. Anak gadisnya yang telah dijodohkan kini sedang bersama dengan pria lain di dalam kamarnya.Terlebih kalau sampai hal ini diketahui Randi, aku sungguh tidak tahu apa yang akan terjadi. Melihat tunangannya yang dia cintai berselingkuh dengan teman baiknya sendiri.

"Yang.."

"Apaaa??" tanyaku.

"Udah gak tahan nih.."

"Tinggal tarik aja kalau kamu mau, aku gak pakai apa-apa lagi kok di baliknya.. hihi" kataku berbisik menggoda, yang pastinya birahinya bangkit mendengar kata-kataku itu.

Kami melakukannya lagi saat itu, di dalam kamarku. Menghabiskan waktu kami berdua. Aku bercinta dengan penuh gairah bersamanya. Entah kenapa saat-saat bersamanya jauh lebih indah dan berkesan. Walau-waktuku bersama dengan Randi memang lebih banyak dari pada waktuku bersama Tio. Tapi tiap waktu dengan Tio rasanya sangat sayang untuk ku lewatkan. 

“Dasar buas..” kataku dengan nafas terengah-engah. Kami baru saja menyelesaikan dua ronde yang penuh gairah siang itu. Tubuh kami mengkilap karena keringat yang bercucuran.

“Tapi kamu suka kan dibuasin aku? hehe”

“Huuh.. dasar” kataku tersenyum sambil mencubit perutnya.

“Aw.. sakit, ampun” katanya sok kesakitan. Kamipun tertawa bersama.

“Yang..?” katanya lirih.

“Ya sayang?”

“Sampai kapan kita terus begini?” tanyanya. Aku terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Aku tidak tahu juga sampai kapan kita harus begini.

“Aku merasa bersalah padamu, mengambilmu dari Randi.” sambungnya lagi. Aku masih terdiam karena tidak tahu harus bicara apa. Ya.. dia telah mencuri hatiku yang selama ini untuk Randi. Kenapa kamu datang? Kenapa kamu muncul sialan!?

Sebenarnya aku mulai tidak enak hati terus-terusan membohongi Randi seperti ini, selingkuh di belakangnya padahal kami telah pertunangan. Namun aku tidak kuasa lari dari ini, melepaskan Tio walaupun aku sudah memiliki Randi. Biarlah aku tetap menyimpan rahasia ini. Biarlah aku simpan dalam-dalam, jangan sampai dia tahu.

Waktu terus berlalu. Tapi saat aku sudah merasa nyaman dengan Tio, entah kenapa dia mulai terasa seperti menghindariku. Perlahan aku merasa Tio tidak seperti yang dulu lagi. Saat aku bercinta dengannya, dia seperti orang yang banyak pikiran. Entah apa yang sedang dia pikirkan aku tidak benar-benar tahu.

Selama beberapa hari ini dia bahkan tidak mengabariku, membuat aku galau sendiri karena ketiadaan kabarnya. Dia tidak pernah membalas smsku atau mengangkat panggilanku. Aku takut dia kenapa-kenapa. Aku takut dia meninggalkanku.

“Kamu kemana aja?? Apa kamu tidak tahu aku khawatir tentangmu hah?” kataku saat kami berdua di kamar hotel ini lagi. Tempat kami biasa menghabiskan waktu berdua. Setelah beberapa hari menghilang tanpa kabar dia mengajakku ke mari, ke hotel ini. Tempat kami biasanya bercinta, berduaan dan menghabiskan waktu yang sebenarnya terasa sangat singkat. 

“Maaf Nia, aku ada keperluan” dia memanggilku dengan namaku lagi, tidak lagi dengan panggilan sayang. Ada apa denganmu Tio? Aku sebenarnya tidak ingin terlalu peduli dia kemana selama ini. Tapi masalahnya kenapa dia tidak memberi kabar sama sekali. Aku juga merasa dia mulai berubah akhir-akhir ini. Itulah yang membuat suatu keganjalan di hatiku. 

“Kamu kenapa hah?! Kamu serasa berubah Tio!! Tidak seperti yang aku kenal dulu, yang selalu mengejar-ngejarku, kamu..”

“Bukan itu masalahnya Nia!! Aku masih mencintai kamu” katanya memotong omonganku.

“Tapi.. aku terlalu takut, aku takut akhir yang tidak sesuai keinginanku. Aku takut mereka tahu, mengetahui rahasia kita” aku terdiam mendengar ucapannya. Apa dia memang sepengecut ini? bukankah dia yang menyeretku ke situasi ini?

Ku lepaskan kancing kemejaku, mulai membuka pakaian yang ku kenakan di hadapannya. Dia terkejut melihat diriku yang kini telanjang polos di depannya. 

“Buktikan.. buktikan kalau kamu memang cinta aku” kataku merebahkan tubuh telanjangku di atas ranjang. Aku ingin tahu sebesar apa sebenarnya cintanya padaku, sebesar apa nyalinya.

“Ayo, aku disini untukmu.. apa kamu tega membiarkanku telanjang sendiri begini?” kataku padanya lagi. Dia masih saja terdiam disana, tidak beranjak dan bergerak sedikitpun. 

“Tio…??” aku merintih memanggil namanya. Tapi kenapa? Kenapa kamu masih diam saja di situ? Segitukah nyalimu? Segitukah apa yang kamu sebut itu cinta?? rintihku dalam hati.

“Maaf Nia, kita harus menghentikan semua ini” ucapnya lirih. Yang aku takutkan kini benar-benar terjadi. Suatu masa yang aku tidak ingin terjadi terucap dari bibirnya. Dia ingin menghentikan semua ini, segala perbuatan yang telah kami lakukan. Aku tahu sebenarnya hari ini mungkin saja bisa terjadi, tapi aku tidak rela. Aku tidak rela melepasnya. Aku tidak ingin dia pergi dariku. Setidaknya dengan alasan yang jelas.

“Kenapa Tio? Bukannya kamu pernah bilang takut kehilanganku?” Dia hanya diam membisu, hatiku sangat perih. Aku sadar dan paham, cintanya telah melemah. Yang dulu takut kehilanganku, kini lebih takut kalau ketahuan oleh orang lain. Takut akan kenyataan yang belum akan terjadi. Tapi apa dia sendiri tahu bagaimana perasaanku? Dia yang menyeretku ke situasi ini. Membuat aku mengkhianati Randi. 

“Anjing kamu Tio!! Bajingan!! pengecut!!”

“Kenapa tidak kamu bilang dari dulu ha??! kenapa tidak kamu katakan kalau kamu sepengecut ini??!” kataku berteriak padanya.

“Kenapa kamu datang dalam hidupku? Kenapa aku harus.. bersusah susah menjalin hubungan denganmu? Kenapa aku sampai mengabaikan… Randi? Aku.. hiks, kecewa padamu.” air mataku menetes. Aku sungguh kecewa padanya. Bukan karena kami tidak lagi akan bersama, bukan karena masa indah kami akan segera berakhir. Tapi karena dia tidak lagi bernyali dan sepengecut ini. Takut semuanya akan berakhir, takut semua ini akan ketahuan. Sebuah kata-kata darinya dulu bahwa dia tidak akan meninggalkanku, takut kehilanganku, semuanya hanya omong kosong ternyata. Kini aku sungguh merasa kecewa padanya. Aku merasa lebih baik hubungan kami berakhir karena ketahuan dari pada diakhiri karena kepengecutannya.

Dia meninggalkanku begitu saja, membiarkanku terlungkup di atas ranjang yang sedang terisak menangis. Kata-kata maaf darinya saat dia hendak meninggalkan kamar ini hampir tidak terdengar olehku. Tapi aku tahu kalau dia juga.. menangis.


**


Hari-hariku kini terasa berubah, ada sesuatu yang hilang dariku. Dia tidak lagi hadir menemani hariku. Dia yang biasanya selalu menyapa dan menanyai kabarku dari pagi hingga malam kini tidak ada lagi. Kadang kami sesekali bertemu saat aku berjumpa dengan Randi. Kami berusaha bersikap sewajar mungkin, menganggap tidak pernah terjadi apa-apa pada kami. Aku kembali menjalani hariku seperti biasa. Mencoba menumbuhkan kembali cintaku pada Randi yang sempat terkikis oleh kehadirannya. Memantapkan hatiku bahwa Randi lah yang memang satu-satunya harus aku cintai karena dengan Randi lah kelak aku akan menghabiskan hidup.

Waktu berlalu sangat cepat, kami semua akhirnya lulus dari kampus ini. Tidak lama kemudian aku dan Randi menikah. Kami mengadakan pesta pernikahan dan mengundang seluruh teman-teman kami, termasuk Tio. Ku lihat dia datang bersama dengan seorang perempuan, mungkinkah itu pacarnya? Perempuan itu terlihat sangat ayu dengan kebaya yang dikenakannya, terlihat serasi bersama Tio. Saat Tio bersalaman dengan kami, dia bersikap seolah-olah tidak pernah mengalami apa yang dulu pernah terjadi bersamaku, walau aku sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya dia rasakan di hatinya saat ini. Dia hanya mengucapkan ucapan selamat sewajarnya saat bersalaman denganku dan Randi. Ya.. memang lebih baik begini, biarlah ini tetap menjadi rahasia masa lalu kami.

Sejenak, saat-saat indah yang pernah aku lalui bersamanya terlintas saat ku bersalaman dengannya. Bagaimana awal kami bertemu, memadu kasih secara diam-diam, hingga dia meninggalkanku begitu saja pada malam itu. Ku berharap kami sama-sama mendapatkan kebahagiaan dengan jalan kami masing-masing. Aku harap Tio mendapatkan kebahagian bersama wanita itu, seperti sekarang aku juga berharap mendapat kebahagiaan bersama Randi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar