Selasa, 28 Januari 2014

Diana, Adikku Pemuasku


Diana

Aku memasuki rumah Kak Diana. Dia baru sajabercerai dengan suaminya yang ketahuan selingkuh. Tertangkap basah, ketika kakakku ikut penataran di sebuah hotel. Tanpa sengaja, ketika sama-sama membuka pintu, Kak Diana melihat dengan jelas, dengan jarah tak sampai dua meter, pintu depan kamarnya, dibuka dan keluarlah Suaminya dengan seorang perempuan. Langsung Kak Diana menjerit dan teman2nya penasaran pun menyaksikan kejadian itu. Suami kak Diana pun tak bisa berkutik. Permohonan cerai di pengadilan agama pun dikabulkan oleh hakim.

"Ayo masuk jangan bengong," kata Kak Diana padaku. Aku memasuki rumahnya yang mungil, pemberian ayahku. Kak Diana adalah seorang eksekutif muda di sebuah perusahaan Jepang. Mataku langsung tertuju ke pada belahan dasternya yang tak terkancing. Dan... pentil teteknya membayang didasternya yang tipis.
Cepat Kak Diana mengancing dasternya. Dan aku menyelanya dengan cepat, tanpa sadar.
"Kok di kancing kak? Kan keren, kancingnya lepas begitu?"
Kak Diana melototkan matanya.
"Bener lo kak. Putih mulus dan aduhaaaaaiii..." kataku pula nakal.
Kuletakkan ranselku di sofa dan aku langsung ke belakang mengambil air dari kulkas. Terasa air dingin melintas di kerongkonganku dengan nikmatnya. Kak Diana naik ke sebuah tempat tidur kecil dekat ke pintu menuju teras belakang ruah. Di sana ada sebuah novel. Kayaknya Kak Diana dari tadi membaca buku itu. Dia mengangkat sebelah kakinya, hingga pahanya yang mulus putih pun terbentang. Aku mendekatinya dan duduk di dekat pinggangnya.
"Suami kakak itu bodoh dan tolol...!" kataku ketus.
"Ikh... tahu apa kamu?"
"Kakakku begini cantiknya, dia masih selingkuh juga," kataku memujinya.
"Sudahlah. Nasi sudah jadi bubur. Duu juga aku tak mau dijodohkan dengannya, tapi ayah memaksa. Ya.. itu jadinya..."
Aku pun mencubit pipi Kak Diana dengan geram. Usia kami hanya terpaut dua tahun, membuiat kedekatan kami sebelum dia kawin membuat kami sering bercanda. Kak Diana belas mencubit pipiku. Kuat sekali dan aku kesakitan. Kublas mencubitnya dan dia mengelak. Lalu aku berusaha mendapatkan pipinya. Sampai akhirnya aku menindih tubuhnya. Dan... bukan mencubitnya, kini aku malah mencium bibirnya yang lembut. Lalu aku merebahkan diriku tidur di sisinya.
"Yoyok... nanti kelihatan orang, kita jadi malu nih.." katanya. Aku tersenyum. AKu memeluknya dengan kuat dan menenpelkan bibirku kembali di bibirnya yang pink.
"Semua pintu sudah terkunci."
"Jadi kamu mau apa?"
"Aku mau mencium sepoerti tadi," dan langsung dia kupeluk dan kucium. Kupermainkan lidahku dalam mulutnya.
"Yok... aku takut. Nanti ada orang..." AKu semakin berani. Jika tidak ada orang, berarti bebas, bisik hatiku dan aku sangat bernafsu. Sebenarnya sudah lama aku mengidamkan tubuh kakakku yang cantik dan padat berisi serta putih itu.
"Boleh aku mengatakan sesuatu dengan jujur dan tulus," bisikku pula.
"Apaaaa?" Kak Diana mendesah. Walau usianya sudah 25 tahun dan aku hampir 24 tahun, dia tetap kelihatan seperti masih kelas 3 SMA, manja dan suaranya mendesah.
"Kak.. aku mencintaimu. AKu mau Kak Diana menjadi pacarku." Kami diam sejenak. Kak Diana tak menjawab. Dia hanya memejamkan matanya. Kutatapmatanya dan dari sela-sela kelopak mata itu, menetes dua butir air mata membasahi pipinya.
"Apa karena aku janda, lantas kamu ngomong sembarangan, Yok?" desahnya lagi.
"Maaf kan. Bukan. Bukan itu. Sejak kita masih SMA, aku sudah mencintai Kak Diana. Tapi aku tak berani, mencintai kakak sendiri. Aku mencintai kak Diana. Mau ya jadi pacarku?" Aku mengecup bibirnya dengan lembut. Kubelai tembutnya yang pendek. Kutarik tubuhnya mirik ke arahku. Kak Diana melingkarkan satu tangannya ke leherku. Tangan kiriku sudah berada di tengkuknya dan membelai punggungnya. Sbelah tanganku membelai pantatnya yang padat berisi. Bibir kami masih rapat dan lidah kami sudah menari-nari bersama.
"Kak, aku mencintaimu. Jadilah pacarku..." bisikku ke telinganya. Kak Diana masih memejamkan matanya. Kutarik daster mini itu ke atas dan tanganku sudah mengelus pantatnya yang masih di balut celana dalamnya. Kontolku sudah menegang dan keras. Terasa olehku aroma nafas Kak Diana memburu.
"Yok... apa kata orang, kalau kita pacaran. Kita ini kan saudara kandung?"
"Kita tak perlu mengumumkannya kepada publik kok, Kak. Cukup kitaberdua saja yang tau."
"Tapi..."
"Sudahlah. Yang penting kita sama-sama mencintai dan cinta itu milik kita berdua saja."
"Kamu sungguh-sungguh, Yok? Bukan menyenangkan hatiku yang baru empat bulan menjanda?"
Kucium langsung bibirnya dan aku memeluknya dengan kuat dan erat.
"Aku sunguh-sungguh kak. Kak tidak tau, kalau semalaman aku menangis, saat kakak akad nikah."
"Kenapa?"
"Aku tak rela Kakak Menikah dengan laki-laki lain. Aku mencintaimu. Sungguh."
Kak DIana tersenyum. Ditariknya tengkukku dan dia pun merapatkan bibirnya ke bibirku. Kembali kami berciuman.
Sore itu kami tertidur pulas di atas tempat tidur kecil di belakang rumah mungil Kak Diana. Setelah adzan sekitar pukul 16.00 kami sama-sama terbangun. Kak Diana tersenyum padaku dan dia bangkit menyiapkan minum teh sore. Kemudian setelah menyikat gigi, kami duduk di teras belangkang rumah yang ditumbuhi tanaman hias.
Diteras itu aku menunjukkan lamaran kerjaku setelah aku lulus jadi arsitektur. Kak Diana mengamati lamaranku dan dia tersenyum.
"Tak terasa adikku sudah jadi seorang arsitektur juga. Hebat."
"Hus... aku bukan adiknya Kak Diana lagi. Tapi pacar," kataku.
"Tu... kamu aja masihmeyebutku kakak."
"Lalu...."
"Kalau di rumah panggil namaku aja dong..."
"Ya..." Kami pu tersenyum. Terasa janggal memanggil nama Diana, tanpa mendahului kata Kak atau kakak di awal namanya. Akhirnya aku memanggilnya Dai, karena di biasa huruf "i" dalam bahasa inggtris dibaca ai. Jadi di, jadi dai. Dia tersenyum dan dia menciumku dan memelukku. Nampaknya Kak Diana senanang sekali.

Malam itu, kami makan bukan di meja makan. Tapi di teras belakang rumah. Teras sudah ditata dengan baik oleh Diana. Sop Tom Yam masakannya membuat selera makanku menjadi enak. Kak Diana menambahinasiku dan kami makan sembari bercerita banyak hal.
"Kamu juga harus nambah dong Dai.." kataku. Dia tersenyum.
"So pasti..."
"Senyummu, membuat aku semakin mencintaimu saja. Kamu wanita tercantik di dunia," rayuku. Lagi-lagi Diana tersenyum.
Usai makan, kami masih ngobrol. Besok pagi toh pembantu akan datang pagi sekali dan akan membersihkan semua piring dan dapur dengan rapi. Cerita kami pun sampai ke ranjang. Aku mengetakan, kalau aku sebenarnya menginginkan anak darinya. Dia terkejut. Suatu hal yang tak mungkin dan tak boleh terjadi.
"Kita pacaran aja seumur hidup," katanya.
"Bagaimana aku bisa punya anak, kalau pacaran tanpa...."
"Nanti kamu akan menikah dengan perempuan lain. Tapi kita terus pacaran. Toh orang gak akan ceruiga, kita pacaran," katanya manja.
Diskusi panjang itu akhirnya memutuskan, kalau aku hanya kawin formalitas saja untuk mendapatkan anak satu atau dua orang. Namun kami akan tetap pacaran. Jika akhirnya Kak Diana juga akanmenikah dengan laki-laki lain, juga hanya formalitas saja. Kami pun tersenyum dan menguatkan janji kami.
Nyamuk mulai usil. Sesekali dia mulai menggitku dan dan Kak Diana. Akhirnya kami memutuskan untuk masuk ke rumah. Diskusi kecila terjadi lagi. Akhirnya kami putuskan, kalau kami tidur sekamar, di kamarku di lantai bawah. Jika ada sesuatu, ada tamu atau apa saja,. Kak Diana akan segera bangu dan lari ke lantai atas di kamar tidurnya. Kami pun tertawa atas keputusan kami.
Di kamar, lampu sengaja kami buat remang, berwarna biru kesukaanku. Beberapa bulan lalu, aku sendiri yang mengganti bola lampu kecil itu dari kuning menjadi biru yag sahdu. Kubuka pakaianku tinggal celana dalam saja. Kak Diana tersenyum melihat celana dalam putihku sedikit mnggelembung.
Aku naik ke atas tempat tidur dan tidur di sisinya. Kupeluk tubuhnya dan kucium bibirnya.
"Kamu buka baju aja Dai..." bisikku. Dia tersenyum dan membuka dasternya. Dan.... lebih gila lagi. Dia tak memakai apa-apa di balik dasternya itu. Tubuh mungil, putih mulus itu bugil di hadapanku. Kami pu bersembuyi berdua di balik seilmut menutup dinginnya AC di kamar itu. Walau dinginnya sangat rendah, tapi lebih nyaman berselimut.
"Gak adil, Yok>"
"Kenapa?"
"Aku bugil, tapi kamu masih makai kolor," bisiknya manja. Cepat kulepas kolorku dan aku juga sudah bugil. Kami berpelukan dan bersiuman serta sembari sama-sama mengelus tubuh.
Kontoljku benar-benar mengeras dan kejang. Bulu-bulu halus dan jarang menyentuh di ujung kontolku dari memek Diana.
"Kamu mau gak, menjiloati sekujur tubuhku, Yok?" Tak perlu kujawab dengan kata-kata. Kusibak selimut dan lidahku mulai menjilati tengkuknya, lehernya, telinganya, kemudian tetekya yang ranum dan mengkal. Perutnya, pahanya, sampai kepad jari-jari kakinya. Aku juga menjilati memeknya, bahkan kupermainkan ujung lidahku pada duburnya. Diana menggelinjang dan mendesah-desah.
"Aku tak pernah dijilati seperti ini seumur hidupku. Apalagi duburku, Yok...."
Aku tak menjawab, terus saja kujilati tubuhnya dengan lembut. Rambutku di remasnya denga kuat dan desahnya berganti dengan rintihan halus, saat lidahku berada di dalam memeknya dan aku mengecup-ngecup itilnya. Kuat dijepitnya kepalaku dan aku sampai sudah bvernafas. Rintihannya membuatku semakin bersemangat.
"Yok... cucuk memekku... aku udah gak tahan, katanya. CEpat kulepas jilatanku da kukangkangkan kedua kakinya. Kedua kakinya sudah berada di bahuku dan aku menusukkan kontolku ke dalam lubang memeknya. Ktekan perlahan, di lubang yang basah dan licin itu.
"Duh....." hanya itu yang keluar dari mulut Diana kakakku, kekasihku itu.
Kami melepaskan kenikmatan kami dan kami pun terkulai lemas. Besok paginya kami terbangunnoleh suara adzan yang mendayu-dayu. Kami bangun dan mandi bersama. Siap-siap aku menghidupkan mesin mobil Kak Diana dan kami harus pergi berdua . Setelh aku mengantarkannya ke kantornya, aku pergi ke kantor yang menerima lamaran pekerjaanku.

Baru saja aku menyerahkan lamaran pekerjaanku, aku dikejuti oleh suara HP. Kak Diana.
"Bagaimana lamaranmu, Yok?"
"Sudah aku berikan, Kak. Lusa aku wawancara."
"Cepat ke kantorku dong."

"Ada apa?"
"Pokoknya cepat."
Langsung aku menuju mobil setelah keluar dari kantor tempatku melamar. Aku mempercepat jalannya mobil, karean ada hal penting. Jantungku deg-degan. Ada apa gerangan Kak Diana. Segera aku berlari kecil ke lift. Kutekan angka 14. Aku demikian gelisah. Orang-orang pun melirikku, sepertinya aku demikian gelisah. Semua turun di lantai 12. Lantai 13 kosong dan aku langsung dibawa naik ke lantai 14. Pintu lift terbuka dan aku keluar, serta berlari ke ruanmgan kerja Kak Diana. Semua sepi. Hanya ada beberapa OB. Aku menolak pintu kak Diana.
"Cepat kunci pintunya," kak Diana memerintah, seperti ada sesuatu yang ditakutkannya dan dia berdiri dari meja kerjanya yang besar menyongsongku.
Kak Diana langsung memelukku dan menciumi bibirku. Aku blingsatan.
"Ada apa?" tanyaku heran.
"Aku rindu dan dari tadi aku horny..."
"Lalu...."
"Aku mau kita boleh bersetubuh di sini."
"Kak... Apa sudah gila. Kan ini kantor?"
"Tak ada yang berani macam-macam padaku di sini. Pak direktur sudah pulang. Ayolah...." Kak DIana kembali menciumi bibirku dan mempermainkan lidahnya di dalam rongga mulutku. Aku membalasnya tanpa ragu.
"Kita ke hotel saja atau ke rumah?" pintaku. Kak Diana tersenyum dan langsung menggamit tasnya dan kami meninggalkan kamar kerjanya. Hari masih pukul 11.00. Kami booking sebuah kamar yang sederhana namun nyaman via HP. Kali ini Kak Diana yang nyetir mobil. Dia membawa mobol seperti kesetanan.
"Awas Kak, jangan sampai nyenggol atau kesenggol," kataku.
"Iya... iya. Aku udah tak tahan ni. Udah horny banget tau...."
Tanpa Ba-bi-bu, kami langsung memasukikamar. Kunci segera dikunci. Kak Diana langsung melepaskan semua pakaiannya.
"Ayo, pakaianmu di lepas. Kok bengong..." bentaknya. Aku melepas pakaianku. Setelah berdua bugil, Kak Diana menyerbuku dan langsung memelukku dan menicumi leherku dan bibirku. Kami kehilangan keseimbangan dan kami berdua terjadi di karpet. Kami bergumul dan saling memagut.
Kak Diana membalikkan tubuhku. Kini aku sudah dia tindih. Kemudian dia membalikkan tubuhnya lagi, hinga wajahnya menghadap kontolku dan memeknya persis di mulutku. Tinggi kami tidak terpaut jauh, hingga dalam pososo 69 itu kami benar-benar nyaman. Dengan buas Kak Diana menjilati kontolku.
"Ayo dong Yok. Memek kakak jangan dibiarin aja. JIlatin dong..."
Aku mulau menjilati memek KakDiana. Klentitnya yang gurih berwarna pink membuatku semakin bernafsu. Kak Diana terus menerus mendewsah dan menceracau.
Aku sudah tak tahan dan aku membalikkan tuuhnya dan mengambil posisi biasa. Langsung aku menusuk lubang memeknya dengan bulu jembut yang tercukup licin.
"Waaaawwwww......" Kak Diana histeris kecil. Dia langsung menrik tengkukku dan mengarahkan mulutku untuk mengisap teteknya. Aku lakukan apa yang diamuinya.
"Duuuhhhh... aku dah dari tadi horny. Aku sudah mau sampek..." jerit kecilnya. Aku terus menusuknya dan menghunjamkan kontolku ke dalam dan jauh lebih ke dalam lagi. Kak Diana menjerit lagi.
"Tahan sayang. Tahan tusukanmu lebih ke dalam lagiiiiii...." jeritnya. Aku menahan tusukan kontolku dan Kak Diana memeluku kuat sekali. Digigitnya leherku dan dijilati sekalian. Sebelah tangannya memeluk punggungku dan sebelah mencengkeram rambutku. Kedua kakinya dai jepit erat di pinggangku dan dia menjerit histeris.
"Huuuuu... sampeeeeekkkk...."
Aku terus menekannya dari atas, sampai cengkeraman rambutku melemah dan pelukannya juga melemah. Kucium pipinya dan aku berikan senyuman untuknya.
"Dai... gimana... udah enakan?"
"Tunggu aku ambil nafas dulu, yank..."
Aku melihat Kak Diana mengatur nafasnya sembari mengeluskan tangannya ke pipiku.
"Kamu benar-benar hebat, yank..." Dia tidak memanggilku Yok lagi. Akun mengecup keningnya. Kami saling mengelis, sementara kontolku yang tegang masih berada di sembunyi di dalam memeknya.
Perlahan aku menarik-cucuk kontolku ke dalam memeknya. Kak Diana tersenyum.
"Gak apa-apa kan yank, kalau kamu belakangan orgasme?"
"Gak apa-apa, yang penting Kak Diana bisa menikmati kepuasan," kataku. Aku mulai memainkan lidahku ke lehernya dan mengisapi serta menggigit kecil pentil teteknya. Tanganku terus mengelusi tubuhnya di bagian sensitifnya. Aku melihat gairah Kak Diana bangkit lagi. Dia sudah balas memelukku dan ikut menjilati bagian tubuhku dengan lidahnya yang lembut.
Tubuh kami sudah dilelehi keringat. Sesekali terasa keasinan tubuh Kak Diana dalam jilatanku, juga sebaliknya. Kami tak peduli. Akuma tubuh kami pun memencarkan aroma khas. Aroma itu justru membuat kami lebih bergairah lagi dan kami semakin sama-sama beringas.
Kak Diana membalikkan tubuhku. Kini dia sudah berada di atas tubuhku. Dia mulai memimpin hubungan seks kami. Dia tekan kuat-kuat pantatnya di atas tubuhku, hingga aku merasakan ujung kontolku benar-benar sudah kandas jauh ke ujung dalam di bagian memeknya. Kak Diana memutar0mutar pantatnya kekanan dan ke kiri. Kontolku terasa di putar-putar dan diremas-remas.
Aku tak tinggal diam. Aku meremas-remas tetek Kak Diana yang menggelantung putih bersih dan indah. Kulihat maranya merem, menikmati keindahan dan nikmatnya seks kami.
"Yank... kontolmu keras sekali, aku suka, Yoooookkkk....."
Tiba-tiba Kak Diana menarik tanganku dan membuatku duduk di atas tempat tidur. Kedua kakiku lurus menjuntai ke lantai, sementara Kak Diana masih berada dalam pangkuanku. Dia meluai memelukku dengan kuat dan menjilati leherku. Dadanya demikian rapat menggesek-gesek dadaku. Aku tak mampu lagi rasanya menahan spermaku.
Aku memeluknya dengan kuat sekali dan Kak Diana juga memelukku dengan kuat. Kami saling merangkul dan masi-masingh mendesah.
"Yaaaaank.... oh...." Kak Diana terus meliuk-liukkan tubuhnya dan aku terus juga memeluk tubuhnya dan menjilati lehernya.
"Dai... aku sampeeeekkkk....." teriakku sembari melepaskan smprotan spermaku. Dia makin kuat memelukku dan menjerit histeri kecil.
"Yaaaannnnkkkkk.... duuuuhhhh... gusstiiii..... enak yannnkkk..."
Crot. Untuk kedua kalinya aku melepaskan spermaku ke dalam rahimnya. Kak Diana kembali histeris dan kembali mencengkeram rambyutku dan leherku di gigitnya. Aku memeluknya kuat dan terlepas pula tembakan spermaku untuk ke tiga kalinya. Terasa lebih banyak dari yang pertama dan kedua. Kak Diana menjerit.
"Keluarkan yang banyak yaaaannnnnkkk...."
Crooooottt... keluar lagi spermaku yang ke empat kalinya dan yang terakhir dan aku puin memeluknya sangat kuat. Kak Diana menjerit lagi sembari memeukul punggungkku kuat. Aku tak merasa sakit atas pukulannya.
Aku mendengarkan desahan nafas Kak Diana, sembari mengulum cuping telingaku. Lidahnya terus menjilati leherku dengan desah nafasnya yang kuat.
"Terima kasih yaaannnkkkk.... Aku puaaaaassss..."
"Terima kasih juga Dai. Aku juga puas...." balasku dan kami terkulai di atas tempat tidur. Kutarik selimut agar kami hangat dalam selimut, tak masuk angin di terpa AC.
Kami bangun setelag pukul 15. Kami tersenyum dan kami mandi ke kamar mandi dengan shower air panas. Sekujur tubuh kami guyur dan kami kembali segar.
"Kitacepat pulabng kataku."
"Kita lanjutkan di rumah ya?"
Duh... dila banget, pikirku. Pantas suaminya cari perempuanlain, karean kakakku yang satu ini memang binal dan buas.

Sepulang kerja aku langsung mandi. Aku hanya memakai celana pendek dengan kaos oblong putih yang tipis. Tubuhku terasa sangat segar sekali. Semabri melap rambutku yang masih basah, aku dikejutkan oleh suara keras klakson mobil Kak Diana. Cepat aku berlari ke gerbang dan membuka pintu gerbang.
"Cepat tutup pintu gerbang. Cepat !" Kak Diana memerintah. Aku menuruti perintah Kakakku yang super tegas itu.
Mungkin ada sesuatu. Apakah dia dikejar oleh orang lain? Begitu pintu gerbang aku tutup rapat, kemudian aku menurunkan pintu garasi, hingga tak ada sesiapa yang melihatnya dari luar dan langsung pintu garasi aku kunci.
Mobil dimatikan. Kulihat Kak Diana begitu ceria dan segar. Rupanya dia baru saja berenang di kolam renag. Olahraganya adalah renang. Rambutnya juga masih kelihatan basah dan dia tanpa memakai polesan apa pun di wajahnya. Cepat dia keluar dari mobilnya, lalu melepas seluruh pakaiannya dengan cepat. Bugil... gil !.
"Sayang... gendong aku ke kamar..." pintanya. Aku tertegun, dan aku membopongnya ke kamar tidur. Mahgrib baru saja lepas. Aku heran, kenapa Kak Diana semakin manja saja.
Sesampainya di kamar, dia bisiki akuagar aku juga segera membuka semua pakaianku. Kami memang sudah dua hari tak ketemu, karean Kak Diana tugas ke luar kota.
Saat aku melepas kaos oblongku, Kak Diana sudah melorotkan celanaku dan langsung mengisap penisku.
"Aku rindu. Sudah dua hari aku menangggungkannya..." bisiknya. Betapa buasnya dia menjilati penisku. Penisku juga sepertinya pantang tersentuh. Aku sendiri tak mengerti, kenapa sejak SMP nafsuku memang sangat besar dan aku selalu melakukan onani, setidaknya tiga kali seminggu. Ternyata Nafsu Kak Diana lebih buas lagi.
Setelah penisku berdiri tegak, Kak Diana meminta agar aku menggendongnya. Dia merangkul tengkukku. Tubuhnya yang hanya sebahuku dan beratnya tak lebih dari 50 Kg itu, dapat kuangkat dengan baik. Kedua tanganku berada dibongkahan pantatnya yang padat. Sebelah tangannya memeluk tengkukku dan sebelah lagi menuntun penisku memasuki memeknya. Memek yang sudah basah itu cepat dimasuki oleh penisku. Kedua kakinya meligkar di pahaku.
"Kita ke taman belakang...." katanya. Aku bengong.
"Ayoooo !" pintanya. AKu terpaksa membawanya berjalan kaki ke taman belakang. Lampu taman yang temaram membuat suasana semakin romantis. Kak Diana memintaku membawanya ke sebuah sudut yang ada sebuah kursi. Dengan cekatan aku membawanya lalu aku duduk di atas kursi.
"Aku mencintaimu Yank...." bisiknya, sembari menjilati leherku dan mengelus-elus punggungku.
"Aku juga..." bisikku. Kami berciuman. Aku merabai tetekya yang masih mengkal dan ranum itu. Usianya tiga tahun di atasku, tak membuat tubuhnya jadi layu.
"Aku rindu..." biskknya pula.
"Aku juga, Dai..."
Kami saling memagut. Bibir kami rasanya tak mau lekang dan kami terus saling mengelus dan memberikan respons atas desakan dari keinginan nafsu kami. Sampai akhirnya Kak Diana memutar-mutar pantatnya dan memelukku erat sekali. Ujung penisku pun terasa menyentuh-nyentuh ujung rahimnya yang terdalam. Sampai akhirnya Kak Diana mengentikan putaran pada pantatnya dan memelukku kuat sekali dan aku membalas pelukan eratnya itu sampai akhirnya terdengar suara rintihan kecil dari mulut Kak Diana. Aku melepaskan spermaku.
Perlahan kami merenggangkan pelukan kami. Kak Diana tersenyum manis padaku sembari mengecup pipiku. Penisku pun mengecil dan melepas diri dari lubang memeknya. Kami sama-sama tersenyum.
"Kita ke dalam yuk. Aku ada bawa nasi dari restoran. Kita makan," bisiknya. Kami berjalan ke dalam rumah sembari berpelukan. Duduk di kursi makan sembari telanjang bulat, kami menikmati makanan kami yang lezat. Sama-sama kami membereskan piring tempat kami makan. Saat aku ke kamar, Kak Diana memeriksa semua pintu apakah sudah terkunci rapat atau belum. Dia menyusulku ke kamar dan kami naik ke tempat tidur sembari menyalakan TV menyaksikan film kesayangan kami.
"Kamu hebat, yank..." bisiknya. Aku tersenyum.
"Punyamu keras dan kuat. Tidak seperti kontolnya si dia itu," maksudnya bekas suaminya. Aku tersenyum. Pipiku diciumnya.
"Nanti kalau sudah segar, kamu ngomong ya. Aku masih mau nih..."
Aku terkejut. Benar-benar gila bisk hatiku.
"Dai... aku tak sanggup. Kita ulangi besok ya. Aku letih sekali." Dia tersenyum dan kami pun menyaksikan film dalam TV. Tubuhnya semakin rapat ke tubuhku dan buah dadanya menempel di tubuhku. Tangannya mulai mengelus penisku dan pentil tetekku mulai diisap-isapnya. Saat aku menonton TV, lidahnya menjilati tubuhku. Aku tak tahan dan libidoku bangkit lagi. Diana tersenyum saat penisku dikulumku semakin mengeras. Dengan cepat dia menaiki tubuhku dan dituntunnya penisku memasuki lubangnya. Aku terus menyaksikan acara TV, sementara Kak Diana terus menjilati leherku. Kami berpelukan dan terus saling mengelus. DEsahan nafasnya yang mengebu serta putaran tubuhnya yang meliuk-liuk di atas tubuhku, membuatku kehilangan keseimbangan.
"Daaaaiiii...."
"Hmmmm...." terus saja dia meliuk-liukkan tubuhnya bagaikan ular. Aku seperti tak mampu mengimbanginya. Aku senan, saat Kak Diana mengatakan agar aku diam saja, biar dia saja yang bereaksi. Sampai akhirnya dia histeris dan mengejang sendirian. Aku tau dia orgasme. Akhirnya dia diam sendiri. Keringatnya mulai meleleh dan aku mengelus tubuhnya yang sudah bekerja keras itu.
Ternyata hanya 10 menit, kembali dia menggerak-gerakkan tubuhnya dan menjilati tubuhku.
"Aku belum puas...." bisiknya. Aku mengelus rambutnya dan dia tak hentinya meliuk-liukkan tubuhnya.
"Yaaank... kontolmu enak banget. Besar yank. Hangaaaat..." bisknya.
"Memekku puas banget yank. Puas banget... uenang banget kontolmu yank..." bisknya lagi dan tak berhenti melukkan tubuhnya. Aku pun akhirnya tak mampu lagi membendung hasratku dan aku mengimbangi liukannya, Kami berpelukan erat sembari lidah kami saling bertautan. Suara kecupan dalam mulut kami mengeluarkan suara-suara yang menambah nafsu birahi kami.
'Balikkan tubuhmu yank. Kamu diatas. Kamu entot aku dengan keraaaaassss !" pintanya. Dia pun membalikkan tubuhnya, hingga tubuhku kini berada di atas.
"Ayo yank... pompa dengan kuat. Kuat sekalui yank...." Aku memompanya berulang kalui dan menekan tubuhnya, sampai buah dadanya demikian lengkep ke tubuhku.
"Terus yank.... teruuuuussss... habisi aku yank. Habisi aku. Tekan teruuuusss..."
Aku tak henti memompanya sampai dia menjerit histeris dan meminta aku menekan sekuat tenagaku agar kontolku menekan jauh ke dalam.
"Ayo yaaaank. semportkan mani mu.. ayo..." rintihnya sembari memeluk tubuhku dengan kuat sekali. Aku menekan dan mentyemprotkan spermaku ke dalam liang memeknya. Diana menjambak rambutku dengan kuat dan berguman kuat di leherku.
"Oooooohhhhh...." Aku terus menekanya.
"Bunuh aku dengan manimu yaaannnkkkk...."
"Oooohhh...." Kami pun saling memeluk. Lama kelamaan pelukan kami merenggang. Kami sama-sama mengucurkan keringat basah. Sekujur tubuh kami basah. Aku masih berada di atas tubuh Diana dan dengan halus dia menolak tubuhku turun dari tubuhnya, setelah kontolku lemas dan keluar dari memeknya. Nafas kami sama-sama memburu. Diana mengecup pipiku dan memberikan pujian untukku.
"Kamu hebat, yank..." dia tersenyum. Nafasku masih belum reda, nafasnya juga. Dan kami tergolek lemas di atas ranjang jahannam itu.
"Besok lagi yank. Malam ini kita harus tidur dengan cepat. Besok makan telur setengah mateng tiga butir," bisiknya menyelimuti tubuhku,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar