Ayu
Aku berdiri di depan pusat pertokoan Setia Budi, Kuningan. Jujur saja aku bingung hendak kemana. Ada perasaan bosan yang teramat sangat menghinggapi diriku saat ini. Rasa bosan yang membuatku ingin mencoba sesuatu yang baru. Namaku Ayu Dyah dan umurku baru menginjak 22 tahun. Aku sendiri kuliah di salah satu universitas swasta terkenal di Jakarta, jurusan public-relation. Banyak orang, termasuk teman-teman sekampusku, yang bilang aku cantik dan menarik. Bukan ingin memuji diri sendiri, tapi mereka tidak salah. Aku terlahir dari sebuah keluarga pengusaha. Ayah ibuku tinggal di Bali dan aku memutuskan untuk mendiami rumah keluarga di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan. Sebuah rumah yang mungil, namun memiliki fasilitas yang lengkap serta taman. Aku biasanya kemana-mana membawa mobil pribadi, sebuah Honda Jazz keluaran terbaru berwarna merah. Tapi aku jarang menggunakannya. Karena aku punya kebiasaan mengantuk, jadi aku sering bepergian menggunakan taksi. Aku memiliki darah Indo dari kedua orang tuaku. Ayahku keturunan Indo-Jerman, sementara ibuku berdarah campuran Indonesia-Perancis. Jadi memang tidak salah, meskipun namaku sangat Indonesia karena keluargaku amatmenyukai budaya Bali dan Jawa, aku terlahir dengan penampilan fisik yang sebenarnya bisa membuatku sebagai model terkenal. Aku memiliki tubuh yang langsing, namun berisi. Tinggiku sekitar 171 cm dengan berat badan 53 kilogram. Kulitku putih dan aku memiliki rambut sebahu yang hitam. Banyak yang mengatakan aku sekilas mirip Pevita Pierce, aktris muda yang sedang nge-top saat ini. Aku menganggap itu sebuah pujian. Aku sebenarnya belum tertarik menjalin hubungan dengan pria saat ini. Terakhir kali aku pacaran, kira-kira satu setengah tahun lalu. Saat berpacaran aku menjalaninya dengan normal-normal saja. Ketemuan, nonton, makan, membahas sesuatu, tanpa melakukan hal-hal berlebihan yang sudah dilakukan anak-anak muda sekarang. Paling jauh aku hanya melakukan ciuman saja. Tidak lebih. Namun, kejadian dua pekan lalu banyak mengubah diriku. Saat aku berkunjung ke perkampungan Baduy. Aku memang hobi melakukan perjalanan seorang diri ke tempat-tempat eksotis, untuk melampiaskan keingintahuanku. Saat di perkampungan Baduy, aku mendapatkan suatu pengalaman mistis. Saat menginap di salah satu rumah di perkampungan Baduy, aku tinggal bersama seorang wanita tua yang kutaksir berumur 70-an. Dia bernama Mak Endeh dan dipercaya sebagai salah satu wanita sakti di perkampungan Baduy. Aku saat itu ditawari menginap di rumahnya, yang terletak di Kampung Baduy Luar, karena ia kebetulan melihatku. Ia berkata ia melihat sesuatu yang istimewa dalam diriku. Saat malam terakhir aku menginap di sana, aku diajak mengobrol oleh Mak Endeh.